Thursday, May 3, 2007

TANTE BELLA

Awal aku mengenalnya pada saat dia mengundang
perusahaan tempatku bekerja untuk memberikan penjelasan
lengkap mengenai produk yang akan dipesannya.

Sebagai marketing, perusahaan mengutusku untuk
menemuinya. Pada awal pertemuan siang itu, aku sama
sekali tidak menduga bahwa Ibu Bella yang kutemui
ternyata pemilik langsung perusahaan. Wajahnya cantik,
kulitnya putih laksana pualam, tubuhnya tinggi langsing
(Sekitar 175 cm) dengan dada yang menonjol indah. Dan
pinggulnya yang dibalut span ketat membuat bentuk
pinggangnya yang ramping kian mempesona, juga pantatnya
wah.. sungguh sangat montok, bulat dan masih kencang.

Sepanjang pembicaraan dengannya, konsentrasiku tidak
100%, melihat gaya bicaranya yang intelek, gerakan
bibirnya yang sensual saat sedang bicara, apalagi kalau
sedang menunduk belahan buah dadanya nampak jelas, putih
dan besar.

Di sofa yang berada di ruangannya yang mewah dan lux,
kami akhirnya sepakat mengikat kontrak kerja. Sambil
menunggu sekretaris Ibu Bella membuat kontrak kerja,
kami mengobrol kesana-kemari bahkan sampai ke hal yang
agak pribadi. Aku berani bicara kearah sana karena Ibu
Bella sendiri yang memulai. Dari pembicaraan itu, baru
kuketahui bahwa usianya baru 25 tahun, dia memegang
jabatan direktur sekaligus pemilik perusahaan
menggantikan almarhum suaminya yang meninggal karena
kecelakaan pesawat.

"Pak gala sendiri umur berapa", bisiknya dengan nada
mesra.
"Saya umur 26 tahun, Bu!" balasku.
"sudah berkeluarga", pertanyaannya semakin menjurus, aku
sampai GR sendiri.
"Belum, Bu!"
Tanpa kutanya, Ibu Bella menerangkan bahwa sejak
kematian suaminya setahun lalu, dia belum mendapatkan
penggantinya.
"Ibu cantik, masih muda, saya rasa seribu lelaki akan
berlomba mendapatkan Ibu bella", aku sedikit memujinya.
"Memang, ada benarnya juga yang Bapak Gala ucapkan, tapi
mereka rata-rata juga mengincar kekayaan saya", nadanya
sedikit merendah.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, Ibu Bella
bangkit berdiri membukakan pintu, ternyata sekretarisnya
telah selesai membuat kontrak kerjanya.
"Kalau begitu, saya permisi pulang, Bu!, semoga
kerjasama ini dapat bertahan dan saling menguntungkan",
aku segera pamit dan mengulurkan tangan.
"Semoga saja", tangannya menyambut uluran tanganku.
"Terima kasih atas kunjungannya, pak Gala."
Cukup lama kami bersalaman, aku merasakan kelembutan
tangannya yang bagaikan sutera, namun sebentar kemudian
aku segera menarik tanganku, takut dikira kurang ajar.
Namun naluri laki-lakiku bekerja, dengan halus aku mulai
merancang strategi mendekatinya.

"Oh ya, Bu Bella, sebelum saya lupa, sebagai perkenalan
dan mengawali kerjasama kita, bagaimana kalau Ibu Bella
saya undang untuk makan malam bersama", aku mulai
memasang jerat.
"Terima kasih", jawabnya singkat.
"Mungkin lain waktu, saya hubungi Pak Gala, untuk
tawaran ini."
"Saya tunggu, Bu.. permisi"
Aku tak mau mendesaknya lebih lanjut. Aku segera
meninggalkan kantor Ibu Bella dengan sejuta pikiran
menggelayuti benakku. Sepanjang perjalanan, aku selalu
terbayang kecantikan wajahnya, postur tubuhnya yang
ideal. Ah.. kayaknya semua kriteria cewek idaman ada
padanya.

Tak terasa satu bulan sejak pertemuan itu, meskipun aku
sering mampir ke tempat Ibu Bella dalam kurun waktu
tersebut, tapi tidak kutemui tanda-tanda aku bisa
mengajaknya sekedar Dinner. Meskipun hubunganku
dengannya menjadi semakin akrab.

Menginjak bulan ke-2, akhirnya aku bisa mengajaknya
keluar sekedar makan malam. Aku ingat sekali waktu itu
malam Minggu, kami bagai sepasang kekasih, meskipun pada
awalnya dia ngotot ingin menggunakan mobilnya yang
mewah, akhirnya dia bersedia juga menggunakan mobil
Katanaku yang bisa bikin perut mules.

Beberapa kali malam Minggu kami keluar, sungguh aku jadi
bingung sendiri, aku hanya berani menggenggam jarinya
saja, itupun aku gemetaran, degup-degup di jantungku
terasa berdetak kencang padahal hubungan kami sudah
sangat dekat, bahkan aku dan dia sama-sama saling
memanggil nama saja, tanpa embel-embel Pak atau Bu.

Sampai pada malam Minggu yang kesekian kalinya,
kuberanikan diri untuk memulainya, waktu itu kami di
dalam bioskop. Dalam keremangan, aku menggenggam
jarinya, kuelus dengan mesra, kelembutan jarinya
mengantarkan desiran-desiran aneh di tubuhku, kucoba
mencium tangannya pelan, tidak ada respon, kulepas
jemari tangannya dengan lembut. Kurapatkan tubuhku
dengan tubuhnya, kupandangi wajahnya yang sedang serius
menatap layar bioskop.

Dengan keberanian yang kupaksakan, kukecup pipinya. Dia
terkejut, sebentar memandangku. Aku berpikir pasti dia
akan marah, tapi respon yang kuterima sungguh membuatku
kaget. Dengan tiba-tiba dia memelukku, mulutnya yang
mungil langsung menyambar mulutku dan melumatnya. Sekian
detik aku terpana, tapi segera aku sadar dan balas
melumat bibirnya, ciumannya makin ganas, lidah kami
saling membelit mencoba menelusuri rongga mulut lawan.
Sementara tangannya semakin kuat mencengkram bahuku. Aku
mulai beraksi, tanganku bergerak merambat ke
punggungnya, kuusap lembut punggungnya, bibirku yang
terlepas menjalar ke lehernya yang jenjang dan putih,
aku menggelitik belakang telinganya dengan lidahku.

"Bella, aku sayang kamu", kubisikkan kalimat mesra di
telinganya.
"Gal, akupun sayang kamu", suaranya sedikit mendesah
menahan birahinya yang mulai bangkit.
Dan saat tanganku menyusup ke dalam blousnya, erangannya
semakin jelas terdengar. Aku merasakan kelembutan buah
dadanya, kenyal. Kupilin halus putingnnya, sementara
tanganku yang satunya menelusuri pinggangnya dan
meremas-remas pinggulnya yang sangat bahenol.

Segera kubuka kancing blous bagian depannya, suasana
bioskop yang gelap sangat kontras sekali dengan buah
dadanya yang putih. Perlahan kukeluarkan buah dadanya
dari branya, kini di depanku terpampang buah dadanya
yang sangat indah, kucium dan kujilat belahannya,
hidungku bersembunyi diantara belahan dadanya, lidahku
yang basah dan hangat terus menciumi sekelilingnya
perlahan naik hingga ke bagian putingnya. Kuhisap pelan
putingnya yang masih mungil, kugigit lembut, kudorong
dengan lidahku. Bella semakin meracau. Tanganya menekan
kuat kepalaku saat putingnya kuhisap agak kuat.
Sementara aku merasakan gerakan di celanaku semakin
kuat, senjataku sudah menegang maksimal.

Tanganku yang satunya sudah bergerak ke pahanya, spannya
kutarik ke atas hingga batang pahanya tampak mulus,
putih. Kubelai, kupilin pahanya sementara mulutku
mengisap terus puting buah dadanya kiri dan kanan. Dan
saat jariku sampai di pangkal pahanya, aku menemukan
celana dalamnya. Perlahan jari-jariku masuk lewat celah
celana dalamnya, kugeser ke kiri, akhirnya jari-jariku
menemukan rambut kemaluannya yang sangat lebat.

Dengan tak sabar, kugosokkan jariku di klitorisnya
sementara mulutku masih asyik menjilati puting buah
dadanya yang semakin mencuat ke atas pertanda gairahnya
sudah memuncak, meskipun jari-jariku sedikit terhalang
celana dalamnya tapi aku masih dapat menggesek
klitorisnya, bahkan dengan cepat kumasukkan jariku ke
dalam celahnya yang lembat, terasa agak basah. Jariku
berputar-putar di dalamnya, sampai kutemukan tonjolan
lembut bergerigi di dalam kemaluannya, kutekan dengan
lembut G-spotnya itu, kekiri dan kekanan perlahan.

"Achhh... Gala.. aku sudah nggak tahan.. Terus Gal...
oh..." Suaranya makin keras, birahinya sudah dipuncak.
Tangannya menekan kepalaku ke buah dadanya hingga aku
sulit bernafas, sementara tangan yang satunya menekan
tanganku yang di kemaluannya semakin dalam. Akhirnya
kurasakan seluruh tubuhnya bergetar, kuhisap kuat puting
susunya, kumasukkan jariku semakin dalam. "Ahhh... oh..
Gal.. aku ke..lu..ar..." Kurasakan jariku hangat dan
basah. "Makasih Gal, sudah lama aku tak merasakan
kenikmatan ini." Aku hanya bisa diam, menahan tegangnya
senjataku yang belum terlampiaskan tapi rupanya Bella
sangat pengertian. Dengan lincahnya dibukanya
reitsleting celanaku, jari-jarinya mencari senjataku.
Aku membantunya dengan menggerakan sedikit tubuhku. Saat
tangannya mendapatkan apa yang dicarinya, sungguh
reaksinya sangat hebat. "Oh... besar sekali Gal.. aku
suka.. aku suka barang yang besar.." Bella seperti anak
kecil yang mendapatkan permen.

Senjataku yang sudah kaku perlahan dikocoknya, aku
merasakan nikmat atas perlakuannya, sementara tangannya
asyik mengocok batang senjataku, tangan satunya membuka
kancing bajuku, mulutnya yang basah menciumi dadaku dan
menjilati putingku, sesekali Bella menghisap putingku.
Aliran darahku semakin panas, gairahku makin terbakar.
Aku merasakan spermaku sudah mengumpul di ujung,
sementara kepala senjataku semakin basah oleh pelumas
yang keluar.

"Bella, aku sudah nggak tahan..."
"Tahan sebentar, Gal.."
Bella melepaskan jilatan lidahnya di dadaku dan langsung
memasukkan senjataku ke dalam mulutnya, aku merasakan
kuluman mulutnya yang hangat dan sempit. Kulihat
mulutnya yang mungil sampai sesak oleh kemaluanku. Bella
semakin kuat mengocok batang senjataku ke dalam
mulutnya. Akhirnya kakiku sedikit mengejang untuk
melepaskan spermaku. "Awas Bell, aku mau keluar.."
kutarik rambutnya agar menjauh dari batang senjataku,
tapi Bella malah memasukkan senjataku ke dalam mulutnya
lebih dalam, aku tak tahan lagi, kulepaskan tembakanku,
7 kali denyutan cukup memenuhi mulutnya yang mungil
dengan spermaku. Bella dengan lahap langsung menelannya
dan membersihkan cairan yang tertinggal di kepala
senjataku dengan lidahnya. Aku menarik nafas panjang
mengatur degup jantungku yang tadi sangat cepat.

Setelah lampu menyala kembali pertanda pertunjukan telah
usai, kami sudah rapi kembali. Kulihat jam di
pergelangan tanganku menunjukan pukul 10.00 malam. Aku
langsung mengantarnya pulang, dalam perjalanan kami tak
banyak bicara, kami saling memikirkan kejadian yang baru
saja kami alami bersama.

Sampai di rumahnya yang mewah di bilangan Pluit, aku
langsung ditariknya menuju kamar pribadinya yang sangat
luas. "Gal, saya belum puas, kita teruskan permainan
yang tadi.." Tangannya langsung membuka kancing bajuku
dan mulai membangkitkan gairahku, sementara pikiranku
semakin bingung, kenapa Bella yang tadinya kalem bisa
berubah ganas begini? Tapi pikiranku kalah dengan gairah
yang mulai berkobar di dadaku, terlebih saat tangannya
dengan lihai mengusap dadaku. Bagai musafir seluruh
tubuhku dicium dan dijilatinya dengan penuh nafsu. Aku
pun tak mau kalah sigap, di ranjangnya yang empuk kami
bergulat saling memilin, melumat, dan saling menghisap.

Saat pakaian kami mulai tertanggal dari tempatnya. Kami
saling melihat, aku melihat kesempurnaan tubuhnya,
apalagi di daerah selangkangannya yang putih bersih,
sangat kontras dengan bulu kemaluannya yang sangat hitam
dan lebat. Dan Bella memandangi senjataku yang mengacung
menunjuk langit-langit kamar. Hanya sebentar kami
berpandangan, aku langsung meraih tubuhnya dan
memapahnya ke ranjang. Kuletakkan hati-hati tubuhnya
yang gempal dan lembut, aku mulai menciumi seluruh
tubuhnya, lidahku menari-nari dari leher sampai ke
jari-jari kakinya. Kuhisap puting buah dadanya yang
kemerahan, kujilat dan sesekali kugigit mesra.
Ssementara tanganku yang lain meremas-remas pinggul dan
pantatnya yang sangat kenyal.

Pergulatan kami semakin seru, kini posisi kami
berbalikan seperti angka 69, kami saling menghisap
puting dada. Saat aku memainkan puting dadanya yang
sudah mencuat, lidahnya menjilati putingku. Aku turun
menjilati perutnya, kurasakan juga perutku dijilati dan
akhirnya lidah kami saling menghisap kemaluan.

Aku merasakan hangat di kepala senjataku saat lidahku
menari-nari menelusuri celah kemaluannya, lidahku
semakin dalam masuk ke dalam celah kewanitaannya yang
telah basah, kuhisap klitorisnya kuat-kuat, kurasakan
tubuhnya bergetar hebat.

Lima belas menit sudah kami saling menghisap, nafsuku
yang sudah di ubun-ubun menuntut penyelesaian. Segera
aku membalikkan tubuhku. Kini kami kembali saling
melumat bibir, sementara senjataku yang sudah basah oleh
liurnya kuarahkan ke celah pahanya, sekuat tenaga aku
mendorongnya namun sulit sekali. Tubuh kami sudah
bersimbah peluh. Akhirnya tak sabar tangan Bella memandu
senjataku, setelah sampai di pintu kemaluannya, kutekan
kuat, Bella membuka pahanya lebar-lebar dan senjataku
melesak ke dalam kemaluannya. Kepala senjataku sudah
berada di dalam celahnya, hangat dan menggigit. Kutahan
pantatku, aku menikmati remasan kemaluannya di
batanganku. Perlahan kutekan pantatku, senjataku amblas
sedalam-dalamnya. Gigi Bella yang runcing tertancap di
lenganku saat aku mulai menaikturunkan pantatku dengan
gerakan teratur.

Remasan dan gigitan liang kewanitaannya di seluruh
batang senjataku terasa sangat nikmat. Kubalikan
tubuhnya, kini tubuh Bella menghadap ke samping.
Senjataku menghujam semakin dalam, kuangkat sebelah
kakinya ke pundakku. Batang senjataku amblas sampai
mentok di mulut rahimnya. Puas dari samping, tanpa
mencabut senjataku, kuangkat tubuhnya, dengan gerakan
elastis kini aku menghajarnya dari belakang. Tanganku
meremas bongkahan pantatnya dengan kuat, sementara
senjataku keluar masuk semakin cepat. Erangan dan
rintihan yang tak jelas terdengar lirih, membuat
semangatku semakin bertambah. Ketika kurasakan ada yang
mau keluar dari kemaluanku, segera kucabut senjataku.
"Pllop.." terdengar suara saat senjataku kucabut,
mungkin karena ketatnya lubang kemaluan Bella
mencengkram senjataku. "Achh, kenapa Gal.. aku sedikit
lagi", protes Bella. Dia langsung mendorong tubuhku,
kini aku telentang di bawah, dengan sigap Bella meraih
senjataku dan memasukkannya ke dalam lubang sorganya
sambil berjongkok.

Kini Bella dengan buasnya menaikturunkan pantatnya,
sementara aku di bawah sudah tak sanggup rasanya menahan
nikmat yang kuterima dari gerakan Bella, apalagi saat
pinggulnya sambil naik-turun digoyangkan juga
diputar-putar, aku bertahan sekuat mungkin.

Satu jam sudah berlalu, kulihat Bella semakin cepat
bergerak, cepat hingga akhirnya aku merasakan semburan
hangat di senjataku saat tubuhnya bergetar dan mulutnya
meracau panjang. "Oh.. aku puas Gal, sangat puas.."
tubuhnya tengkurap di atas tubuhku, namun senjataku yang
sudah berdenyut-denyut belum tercabut dari kemaluannya.
Kurasakan buah dadanya yang montok menekan tubuhku
seirama dengan tarikan nafasnya.

Setelah beberapa saat, aku sudah merasakan air maniku
tidak jadi keluar, segera kubalikkan tubuhnya kembali.
Kini dengan gaya konvensional aku mencoba meraih puncak
kenikmatan, kemaluannya yang agak basah tidak mengurangi
kenikmatan. Aku terus menggerakkan tubuhku. Perlahan
gairahnya kembali bangkit, terlebih saat batang
senjataku mengorek-ngorek lubang kemaluannya kadang
sedikit kuangkat pantatku agar G-spotnya tersentuh. Kini
pinggul Bella yang seksi mulai bergoyang seirama dengan
gerakan pantatku. Jari-jarinya yang lentik mengusap
dadaku, putingku dipilin-pilinnya, hingga sensasi yang
kurasakan tambah gila.

Setengah jam sudah aku bertahan dengan gaya
konvensional. Perlahan aku mulai merasakan cairanku
sudah kembali ke ujung kepala senjataku. Saat gerakanku
sudah tak beraturan lagi, berbarengan dengan hisapan
Bella pada putingku dan pitingan kakinya di pinggangku,
kusemprotkan air maniku ke dalam kemaluannya, kami
berbarengan orgasme.

Sejak kejadian itu, kami sering melakukannya. Aku baru
tahu bahwa gairahnya sangat tinggi, selama ini dia
bersikap alim, karena tidak mau sembarangan main dengan
cowok. Dia mau denganku karena aku sabar, baik dan tidak
mengejar kekayaannya. Apalagi begitu dia tahu bahwa
senjataku dua kali lipat mantan suaminya, tambah lengket
saja. Memang yang kukejar hanyalah kenikmatan dunia yang
didasari Cinta. Kalau harta sih, ada sukur, nggak ada
ya.. cari dong.

No comments: