Sunday, May 6, 2007

JKT-BDG

Laki-laki brengsek!, Merry mengumpat seraya menekan
pedal gas Cielonya dalam-dalam. Ia saja melewati pintu
tol menuju Bandung, tapi pikirannya masih mengingat
kejadian siang tadi ketika ia melihat Rendy, tunangannya
sedang menyuapkan sesendok makanan ke seorang wanita di
sebuah café. Ketika Merry mendekati mereka wajah Rendy
langsung pucat dan tergagap-gagap ia menjelaskan yang
diyakini oleh Merry tidak ada satupun yang bisa
dipercaya.

Oleh karena itu, ia memutuskan untuk berakhir pekan ke
Bandung. Melupakan kekesalan hatinya. Ia langsung
berangkat sepulang kerja, setelah mengepak keperluan
secukupnya untuk berakhir pekan, Merry langsung
berangkat menuju rumahnya yang ada di pinggiran kota
Bandung.

Setelah beberapa saat keluar dari pintu tol, dan hari
sudah gelap, sekitar pukul 8 malam. Tiba-tiba mesin
mobilnya berbunyi aneh. Dan tanpa disangka-sangka asap
mengepul dari kap depan mobilnya menutupi dan mesin
mobilnya langsung terbatuk-batuk dan berhenti. Dengan
sisa-sisa tenaga, mobil itu berhasil dkemudikan ke
pinggir jalan oleh Merry yang kebingungan dan panik
melihat asap yang mengepul dari depan.

Merry masih berusaha untuk menyalakan lagi mesin
mobilnya, tapi sia-sia. "Shit!" Merry keluar dari mobil
dan menemukan dirinya ada di pinggir jalan yang gelap,
sumber cahaya hanya dari bulan purnama yang sedang
bersinar. Hampir tidak ada mobil yang lewat, sedangkan
tidak ada tanda-tanda di sekitar situ ada rumah
penduduk.

"Damn, gue musti nginep di mobil, sialan!", Merry
menendang ban mobilnya. Udara sekitar situ agak panas,
untung Merry hanya mengenakan t-shirt dan celana pendek,
sehingga panasnya udara tidak begitu mengganggunya.
Sedangkan untuk makanan, ia sudah mempersiapkan bekal
untuk selama di perjalanan, biarpun seadanya tapi cukup
untuk mengganjal perut.

Tapi Merry masih tetap berharap akan ada mobil yang
lewat yang bisa membawanya ke bengkel atau wartel
sehingga ada yang bisa menjemputnya. Rupanya Merry tidak
usah menunggu terlalu lama. Tak berapa lama terdengar
suara deru kendaraan mendekat, lalu terlihat sepasang
lampu, makin lama makin terang dan terlihat sebuah mobil
box mendekati tempat Merry. Merry langsung berdiri di
tepi jalan dan melambai-lambaikan kedua tangannya.
"Haaii! Tolong Saya!". Box itu berhenti dan minggir dua
orang keluar. Yang satu berbadan hitam dan besar serta
berotot, sedangkan yang satu lagi botak, dengan badan
kekar. Merry sempat ragu-ragu menghadapi kedua orang
yang tampaknya kasar-kasar itu, tapi dirinya sangat
membutuhkan tumpangan, dan ia berdoa agar tidak terjadi
apa-apa.
"Ada yang bisa saya bantu, Non?", tanya Botak dengan
sopan, sementara Hitam diam dan hanya tersenyum tipis.
"Mobil saya tau-tau keluar asepnya. Terus mesinnya mati
nggak mau jalan lagi".
"Sial banget ya Non", jawab Botak sambil melirik kaki
Merry yang panjang.
"Bener. Padahal saya musti sampe ke Bandung hari ini
juga. Bapak-bapak bisa bantu saya?".
"eeh, bisa Non, mungkin kepanasan atau ada yang bocor.
Bisa pinjem kuncinya Non?".

Merry merogoh saku celana pendeknya dan memberikan kunci
Cielo-nya. Saking leganya ia tidak melihat Hitam dan
Botak bertukar pandang dan menyeringai.
"Tunggu sebentar ya Non. Kita mesti periksa dulu
mobilnya", kata Botak sambil menerima kunci dari Merry.
Merry memberikan senyumnya yang paling manis sebagai
tanda terima kasih, dan ia lalu berjalan-jalan sekitar
situ melemaskan kakinya yang kaku selama mengemudi.
"Waduuh!", Botak berteriak ketika asap menyembur keluar
dari kap yang ia buka.

Selama lima menit kemudian mereka berdua menunduk di
mesin mobil Merry sambil berbisik-bisik. Sekali Merry
bertemu pandang, dan Merry tersenyum. Mereka
membalasnya, lalu kembali memandang satu sama lainnya.
Beberapa saat Merry sedang melamun sambil memandang
sebuah pohon di depannya ketika suara Botak dari
belakangnya membuat ia terlompat kaget.
"Aduh, Saya sampe kaget Pak!".
"Begini Non, mobilnya emang rusak, tapi temen saya ini
bisa betulin. Gimana, Non mau nunggu dibetulin?" kata
Botak sambil menunjuk Hitam.
"Oh!" Merry merasa lega, "Betul? Bisa dibetulin? Kalo
begitu silakan pak dikerjakan. Makasih sekali Pak!".
"Cuma", kata Botak "Kami minta...,ya..., sedikit imbalan
atau...", Botak tidak menyelesaikan kalimatnya sementara
Hitam sekarang menyeringai.
"Oh iya Pak. Ten, tentu Pak. Bapak jangan kuatir". kata
Merry. Ia sendiri heran mengapa ia merasa begitu gugup.
"Berapa biayanya, nanti saya bayar. Juga nanti ada uang
lelah untuk Bapak ber..."

Merry terheran-heran melihat kedua laki-laki
dihadapannya tertawa terbahak-bahak.
"Ada apa?" tanyanya bingung. "Ada yang salah?".
"Itu bukan imbalan yang kami minta nona manis!"
mendengar nada suara Botak, Merry langsung sadar yang
yang diingikan oleh mereka berdua atas dirinya. Dadanya
berdebar keras, keringat dingin mulai keluar. Ini pasti
mimpi, katanya dalam hati. Mereka pasti hanya bergurau.
Matanya melihat suasana sekitarnya, gelap, tidak orang
lain, tidak ada kendaraan yang lewat. Tidak ada.
"Sa, sa, saya nggak mengerti maksud Bapak!, Saya..",
Merry berusaha menenangkan dirinya. Wajah si Botak dan
Hitam langsung berubah sinis.
"Tentu saja Non tau", kata Botak dengan tenang.
"Perempuan cantik kayak Non, sendirian, dan butuh
bantuan dari kita", Hitam kembali tertawa sementara mata
Merry membelalak tidak percaya pendengarannya.
"Tentu saja ada yang lebih baik dan bagus daripada
dibayar dengan uang. Betul nggak Cing?".

Merry perlahan-lahan mundur, "Sa, sa, sa tetap nggak
nge,ngerti", berusaha agar tidak terdengar ketakutan.
Merry merasa putus asa melihat Botak dan Hitam
perlahan-lahan maju mendekati dirinya.
Air mata meleleh ke pipi Merry, "Tung, tunggu sebentar
Pak! Jangan!" Merry terus mundur sementara jarak antara
dirinya dan kedua laki-laki itu makin dekat.
"Lebih baek Non buka celana Non sekarang!"
Itu saat pertama terdengar suara keluar dari mulut
Hitam. Merry langsung shock dan tidak dapat menguasai
diri lagi. "Toloong! Toloong!", Merry berteriak dan
berbalik lari sekuat tenaga.

Anehnya kedua laki-laki itu tidak langsung mengejarnya.
Merry menyadari kecil kemungkinan ada mobil yang akan
lewat yang akan menolongnya. Tapi ia tidak mau hanya
berdiri dan menyerah diperkosa oleh kedua laki-laki itu.
Nafas Merry mulai terengah-engah setelah ia sudah jauh
berlari dari Botak dan Hitam. Ketika ia menoleh Merry
melihat Botak dan Hitam masuk ke box mereka dari
menyalakan mesin. Merry semakin panik dan ketakutan
menyangka mereka akan menabrakkan mobil itu pada
dirinya.

Merry terus berteriak minta tolong sambil terengah-engah
menyadari mobil itu makin mendekatinya. Akhirnya mobil
itu menjejeri dari sebelah kanan, dan Botak membuka
jendela sambil meneriakinya.
"Lari terus Non!, Terus!, Cepeten Non! TerusS!", Merry
berusaha mempercepat larinya sambil terus berteriak,
"Jangaan!".

Tiba-tiba box itu berhenti tiba-tiba, Merry terus
berlari. Nafasnya hampir putus, terengah-engah, menangis
tersengal-sengal. Keringat membanjiri tubuhnya.
Menyadari box tadi berhenti mengejarnya, ia sedikit
merasa lega mengira mereka melepaskan dirinya. Ia terus
berlari, berusaha mencari tanda-tanda seseorang yang
bisa dimintai tolong. Mata Merry mulai berkunang-kunang,
karena tubuhnya belum pernah dipaksa berlari secepat
ini, Merry berusaha untuk tidak jatuh tersungkur dan
pingsan.

Tapi dari arah belakang kembali terdengar dencit roda,
dan dalam sekejap box tadi kembali ada disampingnya,
lalu tiba-tiba pintu samping box terbuka dengan keras
menghantam tubuh Merry yang sedang berlari limbung.

Merry merasa tubuhnya terlempar dan berputar sesaat
sebelum akhirnya jatuh ke jalan berbatu. Tubuh Merry
berguling-guling sebelumnya berhenti menabrak pohon di
pinggir jalan tersebut. Dalam kesakitan dan
ketakutannya, Merry berusaha bangkit lagi tapi ia
langsung tersungkaur antara sadar dan tidak.

Kemudian ia merasa tubuhnya diangkat dan dimasukan ke
bak belakang box tadi. Tubuhnya gemetar, jatuhnya tadi
tidak menyebabkan luka hanya Merry merasa sakit dan
pusing dikepalanya. Lewat matanya yang kabur, ia melihat
Botak menyuruh Hitam untuk kembali ke mobilnya dan
melepaskan nomor polisinya, dan kemudian membakarnya.
"Nona manis ini nggak butuh mobil lagi. Soalnya dia kan
udah ikut kita".
"Jangan, jangan bakar mobil saya. Saya mohon!", Merry
berusaha berteriak, tapi yang keluar hanya kata-kata
lemah, sambil berusaha bangkit.
"Hei, nona manis ini masih bisa ngomong!" Botak lalu
menampar pipi Merry, membuatnya ia tergeletak kembali ke
lantai box tadi sambil menangis.

Tak lama, Hitam kembali sambil membawa nomor polisi
mobil Merry. Dari kejauhan, terlihat cahaya api yang
berkobar membakar mobil Merry, termasuk semua yang ada
di dalamnya. Sekarang tak seorangpun tahu, milik siapa
mobil tersebut atau tidak seorangpun dapat mencari
kemana pengemudi mobil itu. Kemudian Merry merasa,
tangan seseorang mengikat kedua tangannya erat-erat di
depan, setelah itu giliran kakinya, sementara Merry
hanya bisa berharap dirinya mati saat itu juga. Setelah
selesai mengikat Merry, mereka berdua keluar dan menutup
pintu belakang box itu. Dan sesaat kemudian, mesin mobil
itu menyala dan mulai melaju. Merrypun jatuh pingsan
dalam gelap.

Merry berusaha membuka matanya, dan perlahan-lahan sadar
bahwa dirinya tidak ada di dalam box tadi. Dirinya
terbaring di tanah berumput. Hari sudah malam, dan ada
api unggun didekatnya berkobar membuat sekitarnya
bersinar terang. Tali yang mengikat tangan dan kakinya
sudah tidak ada. Merry memandang sekelilingnya dan
kembali ketakutan melihat dua penculiknya sedang duduk
didekatnya di atas sebuah batu. Botak memegang sebuah
pisau yang besar, sementara Hitam mengacungkan sebuah
pistol.
"Sudah bangun Non?", sindir Botak.
"Sekarang kita mulai pesta kita!", Mereka langsung
tertawa sementara Merry menjerit ketakutan.
"Ma, ma, mau apa kalian?".

Merry sudah putus asa. Dirinya sudah dikuasai seluruhnya
oleh Botak dan Hitam, semua identitasnya terbakar
bersama mobilnya. Dan tidak ada seorangpun dari teman
dan saudaranya tahu kemana ia pergi, karena rencananya
ini semua dilakukannya secara tiba-tiba. Tangis Merry
mulai terdengar lagi, terisak-isak dihadapan laki-laki
yang tanpa belas kasihan terus memperhatikan dirinya.
"Kita nggak bakalan menyakiti kamu Non", jawab Botak,
"Selama Non menuruti semua perintah kita. Semua. Ngerti
Non?".

Merry hanya mengangguk sambil menundukan kepala.
"Saya nggak bisaenger Non!", bentak Botak.
"Saya mengerti", Merry menjawab disela tangis.
"Saya mengerti tuan!", bentak Botak lagi.
"Saya mengerti Tuan", ulang Merry ketakutan.
"Sekarang coba Non berdiri!"

Perlahan Merry berdiri, sambil terus menundukan
kepalanya.
"Lepasin semua pakaian Non!".
"Y,y,ya Tuan", Merry menarik t-shirtnya ke atas.
"Pelan dong!", kata Botak kesal.
"Kita mau menikmati juga!".

Putus asa, Merry menuruti perintah Botak, perlahan-lahan
menarik t-shirtnya ke atas melalui kepalanya. Buah
dadanya terlihat ditutupi oleh BH yang halus dan
berwarna putih. Dengan tangis yang makin keras, ia
melepaskan BH tapi dan menjatuhkannya ke tanah. Sekarang
Merry berdiri dengan dada terbuka, payudaranya yang
bulat terlihat jelas disinari cahaya api unggun. Botak
dan Hitam bersuit-suit dan bertepuk tangan kegirangan.
Muka Merry memerah mendengar komentar-komentar Botak dan
Hitam. Baru dua kali ia bertelanjang di depan laki-laki,
pertama kali di depan Achmad, tunangannya yang ternyata
sekarang berkhianat. "Celananya sekalian Non!" perintah
Botak.
Perlahan, Merry membuka kancing depan celananya dan
perlahan menurunkannya, akhirnya celana itu jatuh di
kakinya, lalu dengan air mata meleleh di pipi Merry
menarik turun celana dalamnya, sehingga sekarang ia
betul-betul telanjang bulat. Merry berusaha menutupi
kemaluan dan buah dadanya dengan tangannya. Tapi Botak
menggerak-gerakan pisaunya, menyuruh Merry menurunkan
tangannya. Merry langsung menurunkan tangannya, dan
sekarang Botak dan Hitam berjalan mengelilinginya
mengagumi tubuhnya.

"Coba sekarang Non berlutut dan merangkak ke temen saya
di sana!" perintah Botak, dan Merry menuruti
perintahnya, ia merangkak dengan tangan dan lututnya
mendekati Hitam yang tinggi dan besar.
"Nah, sekarang coba Non, masukin punya teman saya itu ke
mulut Non. Jilatin sama isep, sampe dia keluar. Kalo
nanti di keluar, Non musti telen semuanya, jangan sampe
ada yang kebuang. Dan ati-ati jangan sampe punya temen
saya itu kegigit. Kalo sampe kegigit, terpaksa saya
potong puting susu Non!"

Merry kembali shock, ia belum pernah memasukkan penis ke
dalam mulutnya. Perasaannya muak membayangkan memasukan
penis ke dalam mulutnya, ia lebih ketakutan mendengar
ancaman Botak yang akan memotong puting susunya jika ia
tidak menuruti perintahnya.
"Si, si, siap Tuan", jawab Merry sambil meraih kancing
celana Hitam.
"Tunggu", tiba-tiba Hitam berkata, membuat Merry
berhenti kebingungan.
"Minta ijin dulu dong Non!".

Merry menangis lagi, melihat dirinya sedang dilecehkan
oleh kedua orang itu. Ia takut sekali akan terus-menerus
mengalami ini.
"Bo, bo, boleh saya jilat punya Tuan?", Merry berusaha
mengeluarkan suara ditengah isak tangsinya. Pipi Merry
tampak berkilat-kilat basah oleh air mata.
"Yah, silakan deh", jawab Hitam.
"Soalnya Non sopan sekali sih mintanya." Jari-jari Merry
gemetar berusaha melepaskan kancing celana Hitam,
setelah berhasil restleting celana Hitam langsung
terbuka dengan sendirinya. Melihat apa yang keluar dari
celana itu, tidak heran restleting celana tadi tidak
bisa menahan apa yang ada di dalamnya. Celana dalam
Hitam sudah turun dengan sendirinya tidak mampu menahan
penis Hitam yang sudah tegang sekali. Di depan mata
Merry, penis itu mengacung dengan panjang sekitar 25 cm,
dengan urat-urat yang menonjol. Penis itu tampak
berkilau-kilau ditimpa cahaya api unggun. Kepala penis
itu sendiri berdiameter sekitar 8 cm. Hitam tertawa
melihat wajah Merry memucat melihat penisnya.

"Lho, Non, katanya mau..", kata Hitam tidak sabar. Tidak
tahu bagaimana memulainya, Merry memajukan wajahnya dan
menempelkan bibirnya yang mungil ke kepala penis tadi,
dan mulai menciuminya. Merry terus menciumi selama
beberapa saat, kemudian ia mengeluarkan lidahnya lalu ia
menjilati batang penis Hitam. Sambil menelan ludah,
Merry sekarang membuka mulutnya lebar-lebar dan
memasukan kepala penis tadi ke dalam mulutnya, sedangkan
lidahnya terus menjilati. Nafas Hitam sekarang semakin
berat dan terengah-engah, sementara itu Merry terus
menjilati kepala penisnya, sesaat dirasakannya sesuatu
yang asin di ujung penis Hitam. Merry berusaha melupakan
apa yang baru dijilatnya, sambil menutup matanya
erat-erat, bibirnya menempel disekeliling penis tuannya
yang baru.

Hitam mulai mengerang. Dengan tangan kanannya Merry
memegang batang penis Hitam, sementara kepalanya
bergerak maju mundur berirama dengan berusaha membuka
rahangnya lebar-lebar agar giginya tidak bersentuhan
dengan kepala penis Hitam. Bibir Merry terus
menggosok-gosok maju mundur pada kepala dan batang penis
Hitam, sedangkan lidahnya terus begerak menjilati dan
membasahinya. Hitam sekarang semakin keras mengerang,
Merry ketakutan mendengar erangan Hitam menyangka ia
telah berbuat salah dan menyakitinya. Tapi Hitam terus
membiarkan bibirnya menggosok-gosok penisnya. Terus,
terus, terus sampai akhirnya.

Hitam tiba-tiba memegang rambutnya dan mendorong kepala
Merry hingga wajah Merry bersentuhan dengan pinggulnya.
Hitam menyemprotkan sperma masuk ke dalam mulut Merry.
Merry belum pernah merasakan sperma sebelumnya, ia tak
berdaya menelan semua cairan kental yang terasa asin
yang dalam sekejap memenuhi mulutnya, dan dengan leluasa
masuk ke dalam perutnya.
"aararaagghh!", erang Hitam, sementara Merry kembali
menangis tak berdaya berusaha menelan semua sperma yang
terus keluar dari penis Hitam.
"Telen semua!, Semuaakkhahh!".

Lalu pegangan Hitam pada rambutnya perlahan mengendor
dan aliran sperma yang keluar melambat dan akhirnya
berhenti. Selama beberapa saat Merry masih memasukan
penis Hitam dalam mulutnya, takut akan berbuat salah
dengan mengeluarkan penis si Hitam tanpa perintah. Tapi
Hitam akhirnya menarik keluar penisnya dari mulut Merry.
Merry langsung membungkuk terengah-engah menghirup
udara, beberapa kali berusaha menelan sisa-sisa sperma
yang masih menempel di lidah dan langit-langit mulutnya,
dan Hitam yang juga terengah-engah, berusaha berbicara.
"Kita bener-bener nemuin emas di sini", Ia tertawa.
Tubuh Merry berkeringat walaupun sebernarnya udara
sekitar situ cukup dingin.
"Nona manis ini bener-bener hebat!", lanjut Hitam.
"Oke nona manis", Botak maju.
"Giliran saya sekarang!", Melihat tidak ada yang bisa
dilakukannya, dan berharap bila ia menuruti perintah
mereka ia akan dibebaskan Merry berlutut di depan Botak
dan berkata. "Tuan, bolehkan saya memuaskan Tuan?".

"Tentu saja boleh!", jawab Botak sambil menyeringai.
Merry kembali membuka celana Botak dan tak lama kemudian
keluarlah penis Botak di depan wajah Merry. Penis Botak
tidak sebesar milik Hitam, tapi kepala penisnya sangat
besar dan berwarna ungu. Merry melakukan kembali apa
yang baru saja ia lakukan terhadap Hitam, menciumi,
menjilati penis Botak sampai Botak mengerang mencapai
puncak kenikmatan.
"aakkhh! aakkhh! Teruusshhkk! aakkhh! Botak berteriak
dan spermanya keluar deras masuk ke mulut Merry. Sperma
Botak terasa lebih pahit dari milik Hitam, tapi tidak
sebanyak yang dikeluarkan oleh Hitam, Merry berusaha
untuk menelan semua cairan kental pahit itu ke dalam
perutnya.

Botak menarik keluar penisnya, sementara Merry
tersungkur dan menangis tak berdaya, berharap mereka
berdua puas dan melepaskan dirinya, tapi ternyata
harapan yang sia-sia. Hitam berdiri di hadapan Merry,
mata Merry terbelalak melihat penis Hitam sudah tegang
dan mengacung kembali.
"Berdiri!", perintah Hitam.
"Ya Tuan!", Merry berdiri sambil menghapus tangis yang
mengalir di pipinya.
"Naik ke belakang box dan berbaring telentang".
"Iya Tuan, saya naik Tuan", Merry naik ke belakang box.
Di lantai box itu sudah tergelar kasur tipis. Merry
pasrah menyadari sekarang dirinya akan segera diperkosa
oleh kedua orang itu. Sambil menangis Merry merangkak
naik dan berbaring telentang di atas kasur, gemetar
ketakutan dan kedinginan. Sekarang Hitam merangkak ke
atas tubuh Merry, Merry ngeri, aku bisa sesak nafas jika
ia menindihku. Tuhan, tolong saya Tuhan. Tapi yang
dilihatnya cuma wajah Hitam yang menyeringai.

Hitam memajukan pinggulnya, dan Merry langsung menjerit
kesakitan ketika kepala penis Hitam mulai membuka bibir
vaginaya. Dia tidak pakai kondom, Merry tersadar, dia
akan menghamiliku! Ketakutan akan dihamili oleh Botak,
Merry terus menangis ketika penis Hitam terus masuk
menyakiti vaginanya.
"Aduuhh, Sakiitt! Sakit Tuaan!, Merry menjerit-jerit.
"Tuhaan! Sakiitt!", Tapi Hitam terus bergerak makin
cepat dan keras, makin lama makin dalam penis Hitam
masuk ke dalam vagina Merry. 10, 15, 20 dan 25 cm penis
Hitam masuk!
"Saakiitt!", jerit Merry.
"Ampuunn! Ampuunn!".

Jeritan Merry hanya menambah semangat Hitam. Ia makin
keras menghentak-hentak, pinggul dan pantat Merry
terbanting-banting di lantai box. Penis Hitam hampir
sebesar pergelangan langan Merry, dan seluruhnya
bergerak keluar dan masuk vagina Merry yang masih
sempit. Merry merasa bagian bawah dirinya seperti
tersobek-sobek, tak terlukiskan sakit yang dirasakan
oleh Merry, sakit sekali sehingga Merry merasa akan mati
saat itu juga. Hitam terus memperkosa Merry, sampai
Merry terlalu sakit dan lelah untuk bisa berteriak,
tiba-tiba Hitam berguling dan mengangkat tubuh Merry
hingga terbaring di atas perutnya. Merry terbaring
terengah-engah dengan penis Hitam yang masih masuk
seluruhnya. Hitam lalu memegangi pantat Merry dan mulai
bergerak lagi, sekarang lebih perlahan tapi masih tetap
menyakitkan. Merry masih menangis di atas dada Hitam,
sementara Hitam terus memompa keluar masuk. Sebelum
Merry berhasil bernafas dengan normal kembali,
dirasakannya sebuah kepala penis mendorong tepat di
liang anusnya yang kecil dan rapat.

"Ya Tuhan, ya Tuhan! Jangaann!", Merry melolong ketika
penis Botak mulai menembus masuk anusnya senti demi
senti. Ya Tuhan, jangan Tuhan. Aku diperkosa dua orang
sekaligus! Tolong Tuhan, jerit Merry dalam hati. Dengan
satu dorongan final, penis Botak terbenam seluruhnya
dalam anus Merry.
"aarrhhkkhh!", Merry menjerit dan menjerit.
"Sakiit!, Sakiit! Sakiit! Ampuunn!", Tapi Botak dan
Hitam terus bergerak keluar masuk, sampai akhirnya Merry
hanya bisa merintih "…sakit,…. Sakit,…. Sakit…"

Dan akhirnya Merry merasakan hentakan pinggul Hitam dan
cairan hangat terasa memenuhi vaginanya. Hitam telah
mencapai orgasme, Merry mengetahui itu dan ia menyadari
dirinya akan hamil karena saat itu adalah saat suburnya.
Merry sudah tidak mampu lagi bergerak ketika Botak, juga
dengan keras dan brutal mencapai puncak dan meyemprotkan
spermanya dalam anus Merry. Dan, kedua laki-laki itu
dengan terengah-engah terbaring lemas dengan Merry tepat
berada ditengah-tengah mereka. Perlahan Merry merasakan
batang kejantanan yang masih bersarang di dalam liang
kewanitaan dan juga duburnya telah mengecil, dan mereka
terlelap kelelahan. Sedangkan Merry, jatuh pingsan di
atas tubuh Hitam, dan ditindih oleh Botak, sementara
sperma meleleh keluar dari vagina dan anusnya serta
perlahan mengering.

Dengan tubuh berkeringat karena teriknya matahari, tubuh
Merry terbaring di atas perutnya dengan tangan kaki
terikat pada dua buah batang pohon. Sekarang ia
berbaring seperti huruf X di atas rumput dan pasir.
Ketika ia mengangkat kepalanya dilihatnya Hitam dan
Botak ada di dekatnya, kembali Merry memohon-mohon untuk
dikasihani, "Tuan, saya mohon Tuan, jangan sakiti saya
lagi Tuan. Saya akan lakukan apa saja yang Tuan suruh.
Saya janji Tuan!".

Botak maju ke depan dan Merry langsung ketakutan melihat
Botak memegang sebuah logam yang panjang dan lentur,
mirip dengan sebuah antena radio mobil.
"Saya tau Non pasti nurut sama kita. Yang kita mau
adalah denger nona manis dan cantik macem Non
menjerit-jerit minta ampun".
"Tapi kenapa Tuan?" tapi Botak cuma tersenyum. Merry
langsung meronta-ronta ketika dirasakannya tangan Botak
mengusapi pantatnya.
"Jangan! Ampuun, Jangan pecut Saya..., Tuann! Ampuun!",
Merry berusaha melepaskan diri dari ikatan."Halus
sekali", Ia mendengar Botak berkata. Sebuah jeritan
melengking ketika pecut logam tadi mendarat di pantat
Merry.
"aaiaiaiaahh!", Merry menjerit. Dan sekali lagi pecut
itu mendarat dan jeritan terdengar lagi.

Sekitar sepuluh kali Botak mengayunkan pecutnya, tapi
pada pecutan yang kelima Merry sudah tidak mampu lagi
menjerit karena kehabisan tenaga dan nafas. Ketika
tangan Botak kembali meraba pantatnya sakit kembali
menyengat dan Merry merasakan darah meleleh mengalir
turun keluar dari tempat Botak mengayunkan pecutnya.

Segera setelah itu, tangan Merry dilepaskan dari batang
pohon dan diikat menjadi satu di depan. Sementara
kakinya dilepaskan sama sekali. Lalu ia didorong hingga
jatuh telentang dan saat itu juga dirasakannya cairan
hangat kental jatuh di atas wajahnya. Ternyata dengan
menyiksanya dengan pecut tadi Botak mencapai puncak
kenikmatan dan menyemprotkan spermanya ke wajah Merry.

Setelah itu Merry ditarik berdiri, dan Hitam berkata,
"Non, kita mau ngundang Non ke rumah kami. Sekitar 3
kilo dari sini. Di sana ada beberapa temen kami, yang
tentu juga pengen berkenalan sama Non. Kami pikir mereka
pasti suka sama Non, suka sekali malah!".

Merry kembali gemetar dan pucat, mereka akan
memperkosanya lagi, dan sekarang bukan hanya dua orang
tapi banyak orang. Merry langsung jatuh berlutut.
"Jangan, saya mohon Tuan, jangan bawa saya Tuan! Jangan,
ampun Tuan!" Merry berkata sambil menangis.
"Hush, hush, hush, inget kata saya. Non nurut apa yang
kami bilang". kata Botak sambil menarik tangan Merry
untuk berdiri lagi. Merry tidak berkata-kata lagi, ia
hanya masih terus menangis. Sementara itu Hitam mengikat
tali yang ada di tangannya dengan sebuah tali yang lain
dan ujung tali tersebut diikatnya ke bemper belakang
mobil box mereka. Pertama Merry kebingungan melihat itu,
tapi ia tersadar, "Jangan, jangan, saya tidak sanggup".
Botak dan Hitam terus masuk ke dalam kabin box dan Botak
berkata, "Cuma 3 kilo Non. Non pasti bisa". Sambil
tertawa ia menyalakan mesin. Merry berdiri dengan
limbung karena kesakitan akibat pecutan Botak, berusaha
menahan dirinya agar tidak ambruk jatuh. Box tadi maju
dan tangan Merry tertarik ke depan, dan tubuhnya
tertarik dan terbanting ke depan. Box itu berhenti,
dengan putus asa Merry kembali berusaha berdiri. Box
tadi mulai maju dan di belakang Merry mulai berlari
kecil menyeberangi padang rumput yang berbatu dan luas,
sambil menyeringai kesakitan, dengan tubuh telanjang,
putus asa.
Merry berusaha menghilangkan pikiran itu, sementara box
tadi terus melaju di terik matahari.

No comments: