Monday, May 7, 2007

HADIAH ULTAH

Hubunganku dengan Mei (baca “Penghibur Hati Yang Sepi“) semakin hari semakin
akrab. Hari-hari kami terasa indah. Wanita cantik dan seksi itu ternyata sangat
liar kalau di atas ranjang. Nafsu seksnya besar dan terus menerus butuh
pemuasan. Akupun dengan senang hati melayaninya. Apalagi ia sangat akrab dengan
kedua anakku, Anita dan Marko. Mereka sering diajak jalan-jalan dan diberi
hadiah. Melihat keakraban mereka aku berpikir, apakah Mei dapat menjadi ibu baru
bagi mereka.
“Anak-anak kelihatannya suka denganmu, Mei”, kataku satu malam sesudah melewati
satu ronde persetubuhan yang panas, “Mereka kelihatannya mau kalau kamu menjadi
ibu baru mereka. Bagaimana pendapatmu?”
“Kita jalani saja seperti ini dulu”, kata Mei menanggapi, “Aku memang menantikan
kata-kata ini. Aku senang kalau diberi kesempatan menjadi ibu bagi Anita dan
Marko. Namun lingkungan keluargaku masih agak sulit menerima kamu, maaf, yang
bukan keturunan Cina. Tapi kupikir lama-lama mereka juga akan mau. Sabarlah,
sayang. Lagi pula tidak banyak bedanyakan. Aku selalu siap untuk kamu kapan
saja”, lanjutnya.
Aku paham sepenuhnya. Sejak mengenalku kami rutin bertemu untuk hubungan seks.
Paling kurang beberapa kali seminggu, kecuali kalau lagi saat menstruasinya.
Akhir pekan selalu menjadi kesempatan terindah. Ia mengakui kalau ia ketagihan
bersetubuh denganku. Selalu orgasme, begitu katanya. Karena itu ia selalu
menantikan saat-saat pertemuan. Aku merasa bangga karena kapan saja aku dapat
menikmati tubuh Mei yang cantik dan seksi itu. Menggumuli tubuhnya yang mulus
dengan buah dada yang montok dan pantat yang besar itu menjadi kebanggaan
tersendiri. Mungkin karena selalu puas bersetubuh denganku, ia menjanjikan
hadiah kejutan untuk ulang tahunku.
“Aku ingin memberi hadiah khusus buatmu”, katanya empat hari sebelum ulang
tahunku.
“Apa itu?” tanyaku.
“Kalau disampaikan sekarang itu bukan kejutan namanya”, katanya, “Yakin deh,
pasti akan menyenangkan hadiahnya.”
“Tapi anak-anak pasti merayakannya pada hari itu”, kataku.
“Yah, kita rayakan sehari sesudahnya”, katanya, “Untuk itu mulai besok sampai
hari itu kita tidak bertemu”, lanjutnya.
Aku mengerti. Hadiah khususnya itu ternyata hubungan seks, tapi pasti dengan
cara yang khusus. Apa ada pesta berdua dengan cahaya lilin? Dilanjutkan dengan
hubungan kelamin yang penuh gelora? Ataukah menginap di satu hotel sambil saling
memberi kenikmatan? Terserah dia saja. Toh namanya hadiah.
Ternyata hari-hari menanti hadiah itu sungguh menyiksa. Aku selalu merindukan
tubuh montok itu. Aku menelponnya tetapi ia hanya menjawab dengan tertawa-tawa.
Ia pasti tahu kalau aku sudah tidak dapat menahan birahiku yang menggelora.
Hari ulang tahunku. Di kantor teman-temanku menyanyikan “Happy Birthday to you”
dan ada ucapan selamat. Yang membuatku terkejut adalah kartu ucapan selamat atas
adanya “pendamping” baruku, “Congratulations for your new beautiful soul mate!”
“Aku dukung, Mas Ardy”, kata Ibu Nadya kepala bagianku.
“Dukung apa, Bu?” tanyaku.
“Alaa.. Mas Ardy ini ada aja”, sela Santi yang lincah, “Kan sudah ada pendamping
baru. Cantik lagi. Siapa namanya? Kenalin ke kita, dong”, godanya.
“Namanya, Mei”, kataku karena tak ada pilihan lain, “Tapi belum jelas nih.
Jangan dulu deh ucapan selamatnya, nanti keburu bubarkan repot,”
Siang itu di kantor aku tidak dapat berkonsentrasi dengan baik. Aku hanya
mereka-reka, pesta seks apa yang disediakan Mei untuk merayakan hari ulang
tahunku. Menunggu sehari saja rasanya sangat lama. Akhirnya toh hari yang
dinantikan itu tiba. Mei menelpon, jam tujuh sudah harus ada di rumahnya.
Jam tujuh malam itu aku sudah di depan rumahnya. Ternyata pintu pagar tidak
dikunci. Ada kertas kecil di pintu minta agar pagar dikunci. Aku menguncinya dan
terus ke pintu depan. Ternyata pintu itu sedikit terbuka. Aku masuk. Ruangan
depan kosong. Aku terus melangkah ke dalam. Begitu aku masuk ruang tengah, Mei
menyongsongku.
“Selamat Ulang Tahun!” serunya.
Aku segera merangkul tubuhnya ke dalam pelukanku. Bibirku mencari bibirnya dan
dengan buas melumat bibir itu setelah empat hari tidak merasakannya.
“Uhmm.. Uhmm..”, gumamnya gelagapan menghadapi seranganku.
Ia sepertinya mau bicara tetapi aku tak memberinya kesempatan. Lidahku menerobos
masuk ke mulutnya dan mempermainkan lidahnya. Tangan kiriku kulingkarkan ke
lehernya dan tangan kananku meraih pantatnya. Kutekan tubuhnya ke arahku membuat
ia tidak dapat bergerak ke mana-mana. Di saat itulah kudengar suara.
“Ehem..”, suara seorang wanita.
Aku terkejut dan melepaskan pelukanku. Aku menoleh. Di atas sofa ruang tengah
duduk seorang wanita lain. Aku kaget bukan kepalang. Wanita itu senyum-senyum
menatapku salah tingkah. Pastilah wajahku memerah seperti udang rebus.
“Makanya tahan-tahan sedikit”, kata Mei sambil tertawa menggoda.
Aku terdiam tidak tahu mau bicara apa.
“Ada yang nonton, tuh”, lanjutnya, “Ayo mari aku kenalin. Ini Yen, sepupuku, “
“Yen”, kata wanita itu malu-malu sambil menyorongkan tangannya.
“Ardy”, sahutku sambil menjabat tangannya.
“Cantik, kan”, kata Mei.
Aku memandang lekat wanita itu. Seperti Mei, wanita ini pun keturunan Cina. Ia
lebih tinggi dari Mei, sekitar 170 cm. Rambutnya yang panjang hingga menyentuh
pinggul dibiarkan tergerai. Ia memakai blouse kuning pucat berleher rendah
dengan lengan pendek berenda, dipadu dengan celana sebatas lutut dari bahan
denim sebatas lutut. Mataku dengan cepat merayap ke dadanya yang jelas semontok
dada Mei. Pinggangnya cukup ramping walau tidak seramping Mei, diimbangi oleh
pantatnya yang besar. Betisnya bulat padat. Jelas ia lebih muda dari Mei.
“Aku sudah sering mendengar cerita tentang Kho Ardy dari Ci Mei”, kata Yen,
“Jadinya penasaran aku, pingin kenalan,”
“Apa kata Mei”, pancingku. Yen tersenyum malu-malu.
“Ha ha..”, ia tertawa, “Katanya Kho Ardy orangnya baik, sabar, romantis dan.. Hi
hi..”
“Hi hi apa”, potongku.
“Kuat”, katanya tertawa sambil menutup mulutnya.
“Ada aja Mei ini”, sahutku agak malu sambil menoleh ke Mei. Tapi dalam hati aku
jelas sangat berbangga.
“Kan benar, apa yang aku ceritakan”, sahut Mei, “Dan yang paling penting”,
lanjutnya sambil merangkul bahu Yen, “Kami berdua adalah hadiah ulang tahunmu,”
Aku tertegun tak mampu berkata-kata. Mimpi apa aku semalam? Kedua wanita Cina
seksi menawan ini menjadi hadiah ulang tahunku? Keduanya berdiri di hadapanku
sambil mengikik. Kupandangi keduanya lurus-lurus dengan mata berbinar. Waooh!
Tak dapat kubayangkan seperti apa sensasi di ranjang nanti diapit oleh dua
wanita Cina cantik, bahenol dan seksi ini.
“Wah, sudah nafsu nih”, goda Mei. Yen tertawa pelan menimpali.
“Abis hadiahnya istimewa begini”, sahutku.
Keduanya mendekatiku. Mei merangkulku ketat dan mendaratkan ciumannya
bertubi-tubi. Kurasakan padat tubuhnya. Buah dadanya yang montok lembut dan
menggairahkan itu menekan dadaku. Kurengkuh pantatnya dan kurapatkan ke tubuhku.
“Selamat Ulang Tahun, sayang”, katanya.
Dilepaskannya tubuhku. Yen mendekatiku. Kurangkul ia ke dalam pelukanku. Ia
mencium pipiku kiri dan kanan. Buah dadanya yang montok dan kenyal itu menekan
dadaku. Tubuh seksi itu bergetar. Denyut jantungnya terasa olehku. Tanganku
melingkar ke bongkahan pantatnya yang bulat padat itu dan kurengkuh rapat ke
tubuhku. Ia menggeletar dalam pelukanku ketika kudaratkan ciumanku ke bibirnya.
Ia menyambut hangat. Kujulurkan lidahku dan menerobosi mulutnya. Lidahku segera
disambut oleh permainan lidahnya. Celanaku mulai terasa sesak karena gerakan
kemaluanku yang mengeras.
“Sudah.. sudah..”, potong Mei, “Nanti diteruskan. Sekarang kita makan dulu, “
Aku melepaskan Yen dari pelukanku walaupun nafsu birahiku mulai meningkat ingin
segera dituntaskan. Kami beralih ke ruang makan menikmati hidangan yang sudah
tersedia. Kulihat ada sebotol anggur merah. Makam malam terasa sangat indah
dalam cahaya lilin. Rasa bangga menyelimuti benakku. Bayangkan! Di tengah
ruangan yang romantis dengan hidangan yang enak dalam temaram cahaya lilin, aku
duduk menikmati anggur merahku dengan diapit dua wanita cantik bermata sipit nan
bahenol dan seksi.
Aku tidak ingin terburu-buru menikmati semua ini walaupun senjata andalanku di
bawah sana telah semakin tidak sabar, ingin segera menyatu dengan tubuh-tubuh
seksi ini bergiliran. Keduanya pasti tahu dari gerak mataku yang jelalatan,
melompat dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun aku tidak ingin memberi
kesan liar. Terutama untuk Yen, kesan pertama ini harus indah dan romantis
sehingga di masa depan tetap ada kesempatan untuk menggarapnya.
Seperti Mei, Yen juga sudah menjanda sekitar enam bulan. Ditinggal suami yang
pergi dengan wanita lain katanya. Usianya 29 tahun, tiga tahun lebih muda dari
Mei, sepuluh tahun lebih muda dariku. Dalam hati aku berpikit, kok bisa ya,
wanita secantik ini bisa ditinggal suami, minggat dengan wanita lain. Pasti
bodoh lelaki itu. Tapi itu bukan persoalanku. Yang jelas ia ada di sini malam
ini untukku. Malam ini kesempatan terbuka lebar bagiku untuk menikmati tubuhnya.
Perbedaan sepuluh tahun sama sekali tidak ada pengaruhnya untuk urusan ranjang.
Waahh.. Betapa beruntungnya aku.
Selesai makan malam, aku diminta menanti di ruang tengah. Keduanya menghilang ke
lantai atas. Aku menungguh dengan jantung berdebaran. Lampu-lampu diredupkan.
Dan dari lantai atas kulihat keduanya turun dengan membawa kue ulang tahun
dihiasi lilin beryala berbentuk angka 39.
“Happy Birthday to you”, keduanya bernyanyi, “Happy birthday to you. Happy
birthday, Dear Ardy. Happy birthday darling!”
Pemandangan di depanku sungguh-sungguh indah. Sambil memegang kue ulang tahun
itu, keduanya ternyata hanya mengenakan BH dan celana dalam. Mei memakai BH dan
celana dalam berwarna merah hati, sedangkan Yen mengenakan BH dan celana dalam
hitam. Sangat kontras di kulit keduanya yang putih bersih. Buah dada keduanya
menyembul dari BH kecil yang hanya menutupi sepertiga buah dada itu. Dalam
temaram lampu yang redup kulit keduanya yang putih nampak sangat indah.
Pusar di perut itu nampak menawan. Paha-paha padat itu menopang pinggul yang
bundar dan digantungi oleh bongkah-bongkan pantat yang padat dan bulat. Celana
dalam kecil yang menutupi pangkal paha menampilkan pemandangan yang sungguh
menggairahkan. Kemaluanku mengeras dan berdenyut-denyut, tidak sadar menanti
saat nikmat menyatu dengan kedua tubuh menawan itu.
Setelah meletakkan kue dihiasi lilin bernyala itu di depanku, Mei memintaku
berdiri. Lalu keduanya melepaskan pakaianku satu per satu. Bajuku, sepatuku,
kaos kaki, celanaku, dan kaos dalamku. Yang tertinggal hanyalah celana dalamku
yang sudah tidak mampu menyembunyikan kemaluanku yang sudah menggunung. Mei
merapat ke sisi kiriku sedangkan Yen ke sisi kananku. Keduanya menggelayut ke
dua lenganku sehingga tonjolan buah dada masing-masing menempel erat di
lenganku.
“Ayo, lilinnya ditiup dan kuenya dipotong”, kata Yen.
Aku duduk diapiti oleh keduanya dengan tubuh menempel erat ke tubuhku. Kutiup
lilin itu dan memotong kuenya. Potongan pertama kusuapkan ke mulut Mei dan yang
kedua ke mulut Yen. Setelah toast anggur merah, mulailah aku menikmati hadiah
ulang tahunku. Aku menyandar di sofa dan kubiarkan kedua wanita cantik itu
melakukan apa yang mereka mau. Setelah masing-masing memperoleh ciuman di bibir,
mulailah mereka beraksi.
Mula-mula kedua puting susuku dikulum keduanya. Mei mengulum di sebelah kiri dan
Yen di sebelah kanan. Lalu masing-masing mulai bergerak ke arahnya sendiri. Mei
mulai menelusuri perutku dan mengarahkan jilatan-jilatannya ke bawah, sedangkan
Yen mulai merambati dada dan leherku dengan jilatan dan hisapan. Aku
menggeliat-geliat menahan rasa nikmat yang mulai menjalari seluruh tubuhku.
Tanganku mulai aktif bergerilya. Buah dada keduanya menjadi sasaranku. Kucari
pengait BH keduanya dan kulepaskan. Buah dada keduanya menyembul keluar bebas
dengan indahnya. Tangan kiriku mencari-cari buah dada Mei dan meremasnya.
Sejalan dengan itu kutarik Yen merapat. Dengan segera mulutku mengerkah buah
dadanya yang ternyata lebih besar dari punyanya Mei.
“Ooohh..” erang Yen. Ditekannya kepalaku sehingga wajahku terbenam di belahan
dadanya yang montok itu.
“Kita tuntaskan di kamar”, kata Mei tiba-tiba.
Kurangkul kedua wanita itu pada pinggul masing-masing. Bertiga kami melangkah ke
kamar tidur Mei di lantai atas hanya dengan mengenakan celana dalam
masing-masing. Keduanya mengikik kecil merasakan kenakalan tanganku yang telah
menyeruak ke balik celana dalam mereka masing-masing dan mengusap-usap pantat
mereka. Rasanya sudah tidak sabar untuk menenggelamkan diri ke dalam pelukan
keduanya secara bergiliran.
Kamar tidur Mei harum dan romantis. Kamar ini telah puluhan kali menjadi saksi
pertemuanku penuh birahi dengan Mei. Ranjang lebar ini menjadi saksi bisu
jeritan-jeritan kenikmatan Mei dan erangan penuh kenikmatanku. Entah sudah
berapa banyak spermaku tercecer di atas ranjang ini bercampur dengan cairan
vagina Mei. Dan malam ini kamar ini sekali lagi menjadi saksi sejarah baru
diriku, bersetubuh sekaligus dengan dua orang wanita Cina yang cantik, bahenol
dan seksi.
Mei dan Yen segera melepaskan celana masing-masing. Kuminta keduanya berdiri
berjajar. Dalam cahaya lampu yang sengaja diredupkan kedua tubuh bugil itu
nampak sangat indah. Keduanya berputar bak peragawati mempertontonkan tubuh
telanjangnya. Keduanya lalu mendekatiku dan merebahkan tubuhku ke atas ranjang.
Yen cepat meloroti celana dalamku. Kemaluanku yang besar dan panjang itu segera
mencuat tegak di hadapannya.
“Waoo.. Gedenya”, seru Yen tertahan.
Jemari Yen yang lentik dan lembut itu segera menggenggam batang kemaluanku.
Diremas-remas sebentar dan dielus-elus lembut. Aku mengerang-ngerang kenikmatan.
Kuraih tubuh montok Mei dan buah dadanya segera menjadi bulan-bulanan mulutku.
Sementara itu Yen mulai mempermainkan lidahnya di seputar pusarku dan semakin
mendekati pangkal pahaku. Batang kemaluanku itu ada dalam genggamannya. Tangan
kananku meraih buah dada Yen dan meremas-remasnya, sementara tangan kiriku
merayap di sela-sela paha Mei. Jari-jariku merambah bulu-bulu kemaluannya yang
lebat dan terbenam ke lubang basah kemaluannya.
“Aaacch..”, erang Mei sambil menekan kepalaku lebih erat ke dadanya.
Jari-jariku semakin keras mencengkeram buah dada Yen ketika lidahnya yang lincah
semakin mendekati batang kemaluanku yang semakin keras dan berdenyut-denyut.
Ketika lidahnya semakin lidahnya menyentuh batang kemaluanku aku merasakan
sensasi yang hebat dan mulut mungilnya itu dengan segera menelan senjata
kebanggaanku itu.
Sementara itu Mei semakin menggelinjang dan kemaluannya semakin basah oleb
banjir cairan vaginanya. Sambil terus mengulum kemaluanku Yen melepaskan
tanganku yang meremas buah dadanya. Tangan itu dituntun ke arah selangkangannya.
Tanganku segera menyapu kemaluannya yang berbulu lebat itu dan jemariku segera
tenggelam ke lubang yang sudah basah oleh cairan vaginanya. Puas mengulum
kemaluanku Yen minta buah dadanya dikulum. Segera Mei menggantikannya mengulum
kemaluanku. Erangan dan lenguhan memenuhi ruangan. Tubuh Yen menggeletar hebat
menandakan birahinya makin menggila butuh pelampiasan. Kupikir sudah saatnya
menyetubuhi kedua wanita ini. Aku merebahkan keduanya hingga menelentang
berjejer.
“Yen duluan”, bisik Mei terengah-engah.
Yen telentang dengan mata tertutup dan paha yang sudah terbuka lebar siap
disetubuhi. Aku memegang kedua pahanya dan beringsut mendekat. Mei menempelkan
kedua buah dadanya di punggungku dan lidahnya bergerilya di seputar leher dan
kupingku. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah keras dan tegak. Kuusap-usap di
bibir lubang kemaluan Yen. Ia mendesis dan mulai menggelinjang, tidak sabar
menanti saat-saat penetrasi. Ujung kemaluanku perlahan-lahan mulai menguak bibir
kemaluannya yang telah basah. Mulutnya terbuka dan terdengar keluhan kecil. Aku
berhenti sejenak. Ia membuka matanya dan di saat itulah kusentakkan pantatku ke
depan.

“Aaa..”, Yen menjerit.
Kemaluanku yang besar dan panjang itu menerobos ke dalam lubang kemaluannya,
lancar seperti di jalan tol. Yen menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar
kemaluanku dapat menyuruk lebih dalam. Aku berhenti dan membiarkan ia
menikmatinya. Nikmat rasanya kemaluanku digigit-gigit oleh dinding vaginanya. Ia
mendesis-desis dan mengerang-erang nikmat. Lalu perlahan tetapi pasti aku mulai
menggerakkan pantatku maju mundur. Erangan Yen semakin keras. Buah dadanya
bergoncang-goncang hebat seirama dengan genjotanku. Rambutnya yang panjang
terserak-serak, membuat ekspresi wajahnya yang menahankan kenikmatan itu menjadi
sangat menarik.
Aku mengatur ritme genjotanku agar ia dapat menikmatinya. Aku mempercepat
gerakan pantatku. Kenikmatan yang semakin menggila membuat ia mencengkam kedua
lenganku. Ketika ia semakin menjerit-jerit, aku memperlambat bahkan menghentikan
genjotanku. Ia mendesah-desah kecewa. Di saat ia masih mendesah-desah, kembali
aku menyentakkan pantatku dan mengocok dengan cepat. Kembali jeritannya memenuhi
ruangan itu.
“Cepat.. Cepat..” gumamnya tidak karu-karuan, “Aku mau keluar..”
Kupercepat tempo genjotanku. Tiba-tiba ia menarik tubuhku hingga rebah
sepenuhnya di atas tubuhnya. Kubenamkan wajahku di lehernya mengiringi jeritan
kenikmatan yang dilepaskannya.
“Aaahh..”, jeritnya.
Tubuh montoknya itu bergetar hebat. Pantatnya dihentak-hentakkannya ke atas.
Pahanya terangkat dan membelit pantatku sehingga menyatu sepenuhnya. Aku diam
memberikan kesempatan kepadanya untuk menikmati orgasmenya. Tubuhnya
bergetar-getar diiringi desah nafas terengah-engah. Rasanya dunia ini dilupakan
kalau tidak karena desahan Mei yang berbaring di sebelah kami. Mei ternyata
sedang asyik mempermainkan vaginanya sendiri. Kurasa ini saat yang tepat untuk
menyetubuhi Mei. Apalagi aku belum orgasme sehingga kemaluanku masih tegak.
“Sekarang giliran Mei”, bisikku di telinganya.
Yen mengangguk pelan dan melepaskan pelukannya. Ia menelentang seperti kehabisan
tenaga di sebelah Mei. Aku beralih ke Mei. Kutarik tangannya. Ia segera membuka
pahanya lebar-lebar. Kemaluannya sudah basah dan merekah, rupanya sudah tak
sabar menunggu gilirannya digenjot. Aku merayap mendekatinya. Kemaluanku masih
basah dan berkilat-kilat oleh cairan vagina Yen. Kuarahkan ujung kemaluanku ke
lubang kemaluannya.
Mei memejamkan matanya sambil memegang kain seprei yang sudah acak-acakan itu,
menanti saat-saat sensasional penetrasi batang kemaluanku. Ujung kemaluanku
menyentuh bibir vaginanya dan menyeruak di antar bibir-bibir itu mencari jalan
masuk. Aku menurunkan pantatku sedikit dan kurasakan kemaluanku mulai memasuki
kemaluannya. Mei mulai mendesah-desah. Aku menariknya keluar lagi. Ia mendesah
lagi seperti kecewa. Di saat itu aku menyurukkan kemaluanku ke dalam lobang
surgawinya.
“Aaa..” Mei menjerit keras.
Matanya membelalak. Kemaluanku kutancapkan dalam-dalam di lubang kemaluannya.
Setelah jeritannya berubah menjadi erangan, aku mulai menggerak-gerakkan
pantatku maju mundur. Kususupkan tanganku ke bawah lengannya dan merangkul erat
bahunya. Mulutku kubenamkan ke leherya yang jenjang. Ia melingkarkan tangannya
ke punggungku dan memelukku erat-erat. Pantatnya yang bundar besar itu
diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Mulutnya terus menerus mengeluarkan
desisan, erangan dan jeritan, mengiringi sodokan-sodokan kemaluanku yang semakin
menggila. Jepitan dinding vaginanya terasa sangat nikmat.
“Lebih keras.. Lebih keras lagi..” erang Mei.
Aku memompanya semakin bersemangat. Peluh mengucur dari seluruh tubuhku,
bercampur dengan keringatnya. Aku mengangkat sedikit dadaku. Mulutku segera
menerkam buah dada kirinya yang berguncang-guncang itu. Ia mengerang dan menekan
kepalaku ke dadanya. Dari buah dada kiri aku beralih ke kanan. Ia menceracau
semakin tak menentu. Pahanya membuka dan menutup. Kecipak cairan vaginanya
semakin memperbesar nafsuku.
“Aku mau keluar”, katanya terputus-putus.
“Aku juga”, sahutku merasakan desakan magma spermaku yang akan memancar.
“Di dalam saja, sayang”, bisiknya.
Karena ingin mencapai orgasme bersama-sama, aku meningkatkan kecepatan genjotan
kemaluanku. Mei menjerit-jerit semakin keras. Aku menggeram dan menggigit
lehernya. Ia merangkulku erat-erat. Kuku-kukunya terasa menembus daging
punggungku. Akhirnya oleh satu hentakan keras aku membenamkan kemaluanku
dalam-dalam diiringi lolongan panjang Mei membelah udara malam. Pantatnya
dihentak-hentakkan ke atas. Pahanya terangkat membelit pinggangku seakan memeras
setiap tetes spermaku menyembur ke dalam rahimnya. Kurasakan banjir lahar
spermaku deras memancar. Aku letih, Mei juga.
Sekitar sepuluh menit aku diam membiarkan kenikmatan itu mengendur
perlahan-lahan. Lalu aku melepaskan diriku dari pelukan Mei dan terhempas ke
atas kasur empuk spring-bed Mei, tepat di antara Mei dan Yen. Kedua wanita
montok itu seperti dikomando merapat ke arahku. Buah dada keduanya menyentuh
dadaku dan paha kiri Mei serta paha kanan Yen sama-sama membelit pahaku.
Keduanya menciumku dengan lembut.
“Terima kasih, Kho”, kata Yen. Aku hanya mengangguk-angguk kecil.
Setelah beberapa saat beristirahat, kami beralih ke kamar mandi dan membersihkan
tubuh. Kedua wanita itu memandikanku. Mereka menyirami tubuhku dengan air hangat
dan menggosokkan body foam. Yang menarik, gosokan itu tidak dibuat dengan tangan
tetapi dengan buah dada masing-masing. Acara mandi erotik ini jelas memancing
nafsu birahiku. Perlahan-lahan kemaluanku mulai bangun lagi. Uh.. Sungguh acara
mandi malam yang tak terlupakan.
“Wuii.. Si ujang sudah bangun nih”, goda Mei sambil mengelus kemaluanku,
“Sesudah ini kita akan mulai ronde kedua”, lanjutnya.
Acara mandi selesai dan kami kembali ke ruang tengah lantai bawah. Bertiga kami
tidak mengenakan sehelai benangpun. Sepenuhnya bugil. Kupandangi dua wanita Cina
yang menawan ini. Mereka lagi menuang anggur. Yen membawa dua gelas, satu
diserahkan kepadaku.
“Untuk si jantan yang berulang tahun”, kata Mei, “Semoga tetap kuat perkasa,”
“Untuk Mei dan Yen”, sahutku, “Semoga tetap seksi dan menawan,”
“Untuk kita bertiga”, kata Yen, “Semoga jadi group seks yang kompak,”
Gila! Dunia apa yang sedang aku masuki sekarang ini? Rasanya seperti bermimpi,
tetapi ini bukan mimpi. Ini sungguh kenyataan. Mengapa menolak untuk menikmati
semua ini. Kedua wanita itu kini merapat ke tubuhku dan memulai aksinya.
“Sekarang kita main di sini saja”, kata Mei.
Aku dan Yen tidak menjawab. Setuju saja. Apa sih salahnya bersetubuh di atas
karpet lembut ruang tengah ini? Keduanya segera tenggelam dalam aksinya
masing-masing. Rabaan dan elusan disertai jilatan dan kecupan menjalari seluruh
tubuhku, mengiringi kedua tanganku yang bebas bergerilya di setiap lekuk tubuh
keduanya. Pada saat kedua tanganku melingkar ke pantat keduanya dan merasakan
betapa montok dan padat pantat keduanya, timbul ideku untuk menyetubuhi keduanya
dalam doggy-style. Kemaluanku dengan segera tegang kembali oleh ide menarik ini.
“Ayo, Mei dan Yen”, kataku, “Sekarang kalian berlutut di lantai. Aku mau
doggy-style, “
Tanpa berkata-kata kedua wanita itu saling memandang dan tertawa mengikik. Lalu
keduanya segera berlutut membelakangiku. Keduanya saling bertaut lengan, biar
bisa saling membagi kenikmatan mungkin. Pemandangan di depanku sungguh indah.
Aku memandang kedua bokong yang besar, putih, mulus dan padat itu. Di antara
paha itu nampak gundukan rambut kemaluan masing-masing yang lebat dan hitam. Di
sela-sela rambut itu nampak bibir-bibir kemaluan yang merekah merah, siap untuk
digenjot bergantian.
“Ayo Kho”, kata Yen, “sudah nggak sabar nih!”
Aku mendekati dan mengelus-elus pantat keduanya. Ketika jari-jariku mulai
merayapi bibir kemaluan, keduanya mendesis serentak. Jari-jariku menyeruak ke
antara bibir-bibir vagina itu dan mempermainkan kedua klitoris. Keduanya
serentak menjerit kecil dan mendongak. Sungguh sensasi yang indah. Kemaluanku
yang sudah sekeras senapan itu kuarahkan ke bokong Mei. Tanpa kesulitan aku
menembus kemaluannya yang telah basah licin itu.
Beberapa menit bermain dengan Mei, aku lalu beralih ke Yen. Ia pun menjerit
kecil ketika kemaluanku menerobosi lubang surgawinya. Kukocok-kocok perlahan
lalu semakin cepat. Ia mengerang semakin keras tak terkendali. Beberapa menit
aku pun beralih ke Mei. Begitu seterusnya, sehingga kedua wanita itu semakin
penasaran.
Malam semakin larut, namun untuk kami bertiga waktu tidak lagi penting. Yang
penting sekarang ialah bagaimana meraih kenikmatan bersama-sama. Aku mulai
merasa letih juga. Maka ingin kuakhiri dulu ronde kedua ini. Aku memegang bokong
Mei dan menyodoknya keras-keras. Ia menjerit keras dan terus mengerang-erang tak
karuan ketika kemaluanku bergerak lincah keluar masuk kemaluannya. Ketika
kulihat ia mencengkram keras karpet aku tahu ia akan keluar. Aku mempercepat
gerakanku dan menghentak keras. Mei menjerit keras dan rebah ke atas karpet. Aku
mengikutinya dan beberapa saat menindihnya.
Melepaskan diri dari Mei aku beralih ke Yen yang setia menanti. Dengan cepat aku
menghujamkan senjata kebanggaanku ke dalam kemaluannya. Seperti Mei ia pun
menjerit keras. Rambutnya yang panjang itu kujambak sehingga ia mendongak ke
atas sambil terus mengerang. Bunyi pantatnya yang beradu dengan pahaku seakan
menjadi irama kenikmatan yang tak ada duanya. Aku pun merasa akan segera
orgasme. Rambutnya semakin keras kutarik sehingga ia semakin mendongak.
Pantatnya melengkung ke atas dan buah dadanya yang besar itu berguncang-guncang,
seirama dengan gerakan pantatku.
“Aaauu, Kho” jeritnya, “Aku mau keluar!”
“Aku juga”, balasku.
Serentak dengan jambakan rambutnya, mengiringi jeritan panjangnya, aku
menghentakkan pantatku keras-keras. Ia rubuh ke atas karpet ditindih olehku. Di
saat itu kurasakan deras spermaku memancar ke dalam rahimnya. Aku letih, juga
Mei dan Yen. Aku diam membatu di atas pantat Yen yang montok. Mei merangkak
mendekat dan mengelus-elus kepalaku.
Aku bangun. Yen juga. Sempoyongan ia berjalan dan duduk di sofa. Kakinya terbuka
lebar dan dapat kulihat leleran spermaku menetes dari vaginanya. Aku
menghempaskan tubuhku di samping kirinya. Kurangkul bahunya. Mei mendekat dan
duduk di sebelah kiriku. Kedua tanganku merangkul punggung keduanya dan
menggapai buah dada kanan Yen dan buah dada kiri Mei. Kugenggam kedua buah dada
itu erat-erat.
“Terima kasih Mei, terima kasih Yen”, kataku, “Terima kasih untuk kado ulang
tahunya, “
Keduanya menatapku, mengangguk dan tertawa gelak-gelak.
“Tidak pernah terpikir dalam hidupku dapat mengumbar nafsu dengan dua wanita
Cina yang cantik menawan, bahenol, montok dan seksi”, kataku.
“Kho tak usah takut”, sahut Mei, “Kami akan siap untuk Kho Ardy kapan saja,”
“Untuk lelaki sekuat Kho Ardy, Yen dan Mei akan siap selalu”, timpal Yen.
Sejak peristiwa hadiah ulang tahun itu, aku jadi selalu punya wanita yang siap
melayani nafsuku. Kalau Mei lagi menstruasi, Yen pasti siap untukku. Begitu juga
sebaliknya. Namun kami juga sering berkumpul bertiga untuk saling berbagi
kenikmatan.
Sekali di rumah Mei, larut malam setelah menyetubuhi keduanya secara bergiliran,
iseng aku menggoda keduanya.
“Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi”, kataku, “Kapan dua ini
akan bertambah?”
“Kho Ardy pingin tambah lagi”, kata Yen di luar dugaanku, “Mudah, Kho. Akan Yen
atur. Mau tambah satu atau dua lagi, terserah Kho Ardy aja,”
Aku terkejut dan menoleh ke Mei.
“Nggak usah khawatir”, lanjut Mei, “Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi
harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha..”
Aku terkejut tetapi juga berbangga. Gimana ya rasanya kalau sekali waktu
dikerubuti empat wanita cinta yang cantik dan bahenol seperti Mei dan Yen?
“Tapi”, kataku terus menggoda, “Kalian nggak nyesal disetubuhi lelaki bukan
Cina, apalagi yang berasal dari KTI sepertiku?”
“Ah”, renggut Mei manja, “Tentu aja tidak. Hitung-hitung mendukung program
pemerintah yakni pembauran,”
“Pembauran ada macam-macam, Kho”, lanjut Yen, “Ada yang berbaur dalam pekerjaan,
rumah, profesi dan pergaulan. Untuk kita bertiga, yah berbaur kelamin aja,”

No comments: