Tuesday, May 8, 2007

ADIK TANTEKU 1

Sudah menjadi cita-citanya sejak kecil untuk bisa duduk
di bangku perguruan tinggi. Apalagi kenyataan yang ada
di kampungnya, masih dengan mudah dihitung dengan jari
orang-orang yang telah duduk di bangku perguruan tinggi.
Bukan karena tidak ada kemauan, tetapi dari semua itu
dikarenakan kebanyakan dari mereka keluarga yang sangat
sederhana dan rata-rata berada digaris kemiskinan.
Selain itu jarak antara perguruan tinggi yang ada sangat
jauh, sehingga bila ada yang berkeinginan untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi harus berganti mobil
angkot minimal lima kali, itu juga dengan bantuan
kendaraan roda dua yaitu ojeg.

Sangat beruntung bagi Arie bisa sampai menyelesaikan
pendidikan di bangku SMA. Tapi lepas dari SMA
kebingungan menyertainya, karena tidak tahu harus
bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidikan SMA.
Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap
besar. Namun semua itu tentunya sangat berhubungan
dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya harus pulang
pergi, tentunya biaya akan lebih tinggi dibandingkan
dengan biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang
ada, akhirnya semuanya diceritakan di hadapan kedua
orang tuanya. Mereka dengan penuh bijaksana menerangkan
semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan
kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah.
Sampai dengan alternatif untuk tinggal di rumah kakak
ibunya.

Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat
semangat Arie bertambah untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi. Memang keluarganya bisa dikatakan mapan untuk
ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua orang
tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah
satu tokoh di kampung itu.

"Arie.." sapa ibunya ketika Arie sedang merapikan
beberapa pakaian untuk dibawa ke kota. Ini ada surat
dari ayahmu untuk Oom di kota nanti. Sebuah surat yang
mungkin penegasan dari ayah Arie untuk menyakinkan bahwa
anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah
Oomnya. Sebetulnya orang tua Arie sudah menelepon Tuan
Budiman tetapi karena Tuan Budiman dan Arie sangat
jarang sekali bertemu maka orang tua Arie memberikan
surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung,
di rumah Oomnya untuk sementara waktu.

Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari
keluarga ibunya yang terdiri dari empat keluarga. Oomnya
yang tinggal di Bandung dan mempunyai beberapa usaha
dibidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah surat
kabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat
berhasil.

Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua
orang tua Arie sebetulnya tidak ada masalah, hanya
karena kedua orang tua Arie yang sering memberikan
nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering
berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti
istri itu sehingga anak-anaknya tercecer di mana-mana.
Menurut ibu Arie, Oomnya telah berganti istri sampai
dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda. Dari
keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak,
dua dari istri yang pertama dan duanya lagi dari
istri-istri yang kedua dan ketiga sedang dari istri yang
keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.

Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Arie dua
tahun dan ia masih SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman
kira-kira sekarang berada diatas limapuluh tahun.

Sesampainya di kota Bandung yang begitu banyak aktivitas
manusia, Arie langsung masuk ke sebuah kantor yang
bertingkat tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut
oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan ramah.
Belakangan diketahui namannya Asep dari papan nama yang
dikenakan di bajunya.

"Selamat siang Pak," Tegur Arie kepada salah satu satpam
yang ada dua orang.
"Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu," jawab satpam
yang bernama Asep.
"Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?"
"Bapak Budiman yang mana Dik," tegas satpam Asep, karena
melihat suatu keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada
bisnis dengan anak kecil yang baru berumur dua puluh
tahunan.
"Anu Pak, apa ini PT. Rido," tanya Arie menyusul
keraguan satpam. Karena sebetulnya Arie juga belum
pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi
bisnis yang digelutinya.
"Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik
perusahaan ini," tegas satpam Asep menjelaskan tentang
keberadaan PT.Rido dan siapa pemiliknya.
"Adik ini siapa," tanya satpam kepada Arie, sambil
mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
"Saya Arie Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa
Gunung Heulang."
"Keponakan," tegas satpam, sambil terus mengangkat
telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.

Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang
menghampiri Arie sambil memberikan selamat datang di
kota Bandung. "Arie.. Apa masih ingat sama Bapak," kata
Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru
ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena orang yang datang ini
ternyata sudah mengenalnya.
"Maaf Pak, Arie Sudah lupa dengan Bapak," kata Arie
sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan dirinya, "Saya yang dulu
sering mancing bersama Tuan Budiman ketika Arie berumur
kurang lebih lima tahun."
Arie jadi bingung, "Wah, Bapak bisa saja.. mana saya
ingat Pak, itu kan sudah bertahun-tahun."

Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini
diketahui selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai
tangan kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi mengetahui apa pun
tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om Budiman sering
minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang
keluar kota. Malah belakangan ini Om Budiman membeli
sebuah rumah dan di belakangnya dibuat lagi rumah yang
tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi dan istrinya
sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang
kurang lebih baru berumur 35 tahun.

"Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan
Budiman bahwa ia tidak dapat menemani Dik Arie karena
harus pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya
diperintahkan untuk mencukupi keperluan Dik Arie. Nah,
sekarang kamu mau langsung pulang atau kita jalan-jalan
dulu," sambung Pak Dadi melihat ekpresi Arie yang
sedikit kecewa karena ketakutan akan tempat tinggal.
Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung berkomentar,
"Jangan takut Dik Arie pokoknya kamu tidak akan ada
masalah," tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur
dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya telah
diaturnya karena mempunyai uang dan uang sangat berkuasa
dibidang apapun.

Mendengar itu Arie menjadi tersenyum, sambil
melihat-lihat orang yang berlalu lalang di depanya.
Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan sudah
dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik
ditambah lagi dengan penampilannya yang mengunakan rok
mini. Keberadaan Arie sebagai keponakan dari pemilik
perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya. Ditambah
lagi dengan postur badan Arie yang atletis dan wajah
yang gagah membuat para karyawati semakin banyak yang
tersenyum bila melewati Arie dan Pak Dadi yang sedang
asyik ngobrol.

Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Arie dan
ia segaja duduk di lobby depan, meskipun tawaran untuk
pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi
karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang tempat
lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk
perusahaan, dan semua itu membuat Arie menjadi betah
sampai-sampai lupa waktu karena keasyikan cuci mata.

Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya
pulang dengan mengendarai sebuah mobil sedan dengan
merek Mesri terbaru, melaju ke sebuah kawasan villa yang
terletak di pinggiran kota Bandung. Sebuah pemukiman
elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang
berjarak kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah
kompleks yang sangat mengah dan dijaga oleh satpam.

Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai
dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat
satu rumah yang sama megahnya, kolam renang yang cantik
menghiasi rumah itu dan sebagai pembatas antara rumah
yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang didiami
Pak Dadi dan Istrinya. Sedangkan pos satpam dan rumah
kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang
Ade penjaga rumah dan istrinya Bi Enung yang selalu
menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman. Ketika mobil
telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua
barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh
dibawa oleh Mang Ade dan itulah barang-barang yang
dibawa Arie. Bi Enung membawa ke ruang tamu sambil
menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.

Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke
rumahnya yang ada di belakang rumah Om Budiman tetapi
masih satu pagar dengan rumah Om Budiman. Pak Dadi
meninggalkan Arie, sedangkan Arie ditemani oleh Bi Enung
menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil
tersenyum menyapa Arie, Bi Enung pun meninggalkan Arie
sambil terlebih dahulu menyuruh menyiapkan air minum
untuk Arie.

"Tante sudah menunggu dari tadi Arie," bisiknya sambil
menggenggam tangan Arie tanda mengucapkan selamat
datang.

"Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa", lanjut Tante
Rani yang pada waktu itu menggunakan rok mini warna
Merah. Wajah Tante Rani yang cantik dengan uraian rambut
sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh
perhatian.
"Tante sudah tahu bahwa Arie akan datang sekarang dan
Tante juga tahu bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu
karena dia sedang sibuk."
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan,
seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante
Rani dengan penuh antusias menjawab segala pertanyaan
Arie. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat
itu memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Arie
membuat Arie salah tingkah karena celana dalam yang
berwarna biru terlihat dengan jelas dan
gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan
menantang dari balik CD-nya. Paha yang putih dan
pinggulnya yang besar membuat kepala Arie pusing tujuh
keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur
Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis
remaja.

"Nah, itu Yuni," kata Tante Rani sambil membawa Arie ke
ruang tengah. Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP.
Memang ruangan tengah rumah itu dekat dengan garasi
mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah. Sambil
tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Arie kepada Yuni.
Mendapat teman baru dalam rumah itu Yuni langsung
bergembira karena nantinya ada teman untuk ngobrol atau
untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat dikerjakan
sendiri. "Nanti Kak Arie tidurnya sama Yuni ya Kak."
Mendapat pertanyaan itu Arie dibuatnya kaget juga karena
yang memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya
hampir sama dengan Arie. Adik kakak yang sama-sama
mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat
cantik. Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Yuni yang
meskipun sudah besar karena badannya yang bongsor
padahal baru kelas dua SMP. Mendengar keterangan itu,
Arie hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur
badannya padahal dalam pikiran Arie, ia sudah menaruh
hati pada Yuni yang mempunyai wajah yang cantik dam
putih bersih itu.

Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan
ditemani oleh Tante Rani, Arie masuk ke kamarnya yang
berdekatan dengan kamar Yuni. Memang di lantai dua itu
ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar mandi.
Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan
Arie memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar
Yuni berhadapan dengan kamar Arie.

Setelah membuka baju yang penuh keringat, Arie
melihat-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja
terlihat dengan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya
sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istrinya yang
bermana Astri. Sedangkan tangan kirinya menempel
sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang
sangat rukun tetapi sampai sekarang belum dikeruniai
anak dan menurut salah satu dokter pribadi Om Budiman,
Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di
dalam spermanya tidak terdapat bibit yang mampu
membuahinya.

Hari-hari selanjutnya Arie semakin kerasan tinggal di
rumah Om Budiman karena selain Tante Rani Yang ramah dan
seksi, juga kelakuaan Yuni yang menggemaskan dan
kadang-kadang membuat batang kemaluan Arie berdiri. Arie
semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya
sangat kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan
tantenya berbelanja di suatu toko di pusat kota Bandung
yang bernama BIP. Tante Rani dengan mesranya menggandeng
Arie, tapi Arie tidak risih karena kebiasaan itu sudah
dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang. Tapi
yang membuat kaget Arie ketika di dalam mobil, Tante
Rani mengatakan bahwa ia sebetulnya tidak bahagia secara
batin. Mendengar itu Arie kaget setengah mati karena
tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani
menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo
saat bercinta dengannya.

Arie tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan
karena ia tidak mungkin memberikan kebutuhan itu
meskipun selama ini ia sering menghanyalkan bila ia
mampu memasukkan burungnya yang besar ke dalam kemaluan
Tante Rani. Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante
Rani dengan berani tiduran di atas paha Arie sambil
terus bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini
dan dia pun bercerita bahwa cerita ini baru Arie yang
mengetahuinya.

Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang
di atas jok mobil agak terbuka sehingga rok mininya
melorot ke bawah. Arie dengan jelas dapat melihat
gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante
Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan
itu. Arie menelah ludah sambil terus berusaha
menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi. Ketika
Arie akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak
segaja dia memegang buah dada tantenya yang telah
mengeras dan saat itu pula bibir tantenya yang merekah
meminta Arie untuk terus merabanya.


Bersambung ke bagian 02

No comments: