Sunday, May 6, 2007

PUNCAK SEXUALITY

Namaku Marie, usiaku 26 tahun dan bekerja di salah satu
bank swasta di Bekasi. Ketika bencana itu terjadi,
usiaku baru 24 tahun. Saat itu aku sedang menghabiskan
weekend di sebuah villa di kawasan Puncak. Aku memang
hanya sendiri. Tiada tujuan lain selain menghilangkan
kepenatan di segarnya udara Puncak tanpa gangguan siapa
pun. Tragisnya kesendirianku itu justru menghilangkan
satu-satunya harta yang paling berharga bagiku,
kegadisanku.

Ceritanya sore itu aku berendam di air hangat. Kira-kira
jarum jam menunjukkan pukul tujuh lima belas menit
petang hari. Udara dingin Puncak yang sejak tadi siang
diguyur gerimis membuatku enggan bangun dari bathub.
Kubersihkan tubuhku dengan sabun cair sampai pada
kemaluanku yang masih bisa kubanggakan karena aku belum
sekalipun melakukan hubungan badan. Karena air bath tub
sudah agak dingin kuputuskan untuk mengakhiri acara
mandiku.

Aku berdiri di depan cermin kamar mandi sambil
menghanduki rambutku yang basah. Kupandangi tubuh
telanjangku di cermin besar yang dapat memuat bayangan
tubuhku secara penuh itu. aku tersenyum sendiri
memandang wajah indoku yang bersih dari jerawat. Omaku
memang asli Belanda. Lalu aku alihkan pandanganku pada
dua buah payudaraku yang bulat dan gempal. Ukurannya 36,
dengan tinggi badan yang 173 cm dan berat 54 kg. Aku
usap-usap kedua payudaraku yang tegang kedinginan.
Pandanganku kemudian beralih pada satu-satunya bagian
terpeka, kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu yang tak
lebat. Jelas telihat bagian gemuk itu terbelah di
tengahnya. Ah.. inilah hartaku yang termahal, pikirku
sambil membelainya.

Tiba-tiba seseorang membuka pintu dari depan. Aku
tersentak kaget karena seharusnya tak ada orang lain di
villa ini. Seorang pemuda berbadan tegap segera
menerobos masuk. Lalu ia segera menyeretku keluar kamar
mandi. Aku berusaha berontak tapi tenagaku tak cukup
untuk melawan tenaga pria itu.

“Hallo Nona manis, boleh kami mampir sebentar?”, sapa
pemuda lain yang telah menunggu di kamar tidur.
“S.. siapa kalian? Pergi! Pergi dari sini!”, rontaku.
Pemuda yang menyeretku tadi telah memasung kedua
tanganku di kedua tiang penyangga atap. Posisiku
terpasung tapi kakiku masih bebas tak terikat.
“Tenang, Nona manis. Namaku adalah Leo”, kata pemuda
yang mengikatku.
Wajahnya bersih dan tampan, nampak seperti anak orang
kaya.
“Dan aku Syam. Kami hanya mampir untuk bersenang-senang
Nona”, lanjut pemuda jangkung yang tadi menyeretku.
Tubuhnya lebih kurus daripada Leo tapi wajahnya juga
sedap dipandang, walaupun terkesan agak beringas.
“Ma.. mau apa kalian? Tidak sopan!”, bentakku.
“Ha.. galak juga, Leo. Heh perawan! Siapa namamu?”,
bentak Syam mencengkeram rahangku hingga terasa sakit.
“Sabar Syam, tanya baik-baik. Nona manis, siapa nama
dari tubuh aduhai ini?”, kata Leo mengelus-elus
pinggangku.
Syam melepaskan cengkeramannya. Rahangku terasa sangat
ngilu.
“M.. Marie. Tolong kalian segera keluar dari villa ini,
aku mohon”, rengekku.
“Enak saja! Kami sudah masuk, mana mungkin keluar tanpa
membawa hasil”, jawab Syam yang lebih cepat marah.
Leo menepuk bahu Syam. Syam mundur beberapa langkah.
“Marie.. kami mampir khusus untuk menikmati
kecantikanmu. Lihatlah, kau memiliki tubuh yang sangat
sensual. Juga wajah yang cantik, sayang kalau tidak
dinikmati. Syam! Lihatlah bibir nona Marie ini, bukankah
sangat sexy?”, kata si Leo sambil segera menyerang
bibirku.

Syam hanya tersenyum membiarkan Leo memagut bibirku
dengan rakus. Tercium bau alkohol dari mulutnya. Aku
ingin meronta tapi mulutku telah dijejali dengan lidah
Leo. Kakiku menendang-nendang tapi tenaga Leo lebih
kuat. Tangan kanannya mencengkeram leherku mencegahku
menghindar dari pagutannya. Sedang telapak tangan
kirinya digosok-gosokkan ke permukaan kemaluanku dengan
kasar. Lidahnya terus menjilat-jilat menghisap-hisap
lidahku dengan rakusnya. Darahku serasa naik antara rasa
sakit dan nikmat. Tapi aku masih waras, kutekuk kakiku
sehingga mengenai kejantanannya yang mulai tegang. Leo
mengaduh kesakitan. Ia nampak misuh-misuh dan ingin
memukulku tapi Syam mencegahnya. Leo menunduk sambil
memegangi kejantanannya. Syam mendekatiku sambil membuka
kaos yang pakainya. Nampak dada bidangnya yang ditumbuhi
bulu-bulu halus.

“Sabarlah sayang, akan terasa indah bila kau mau
menikmatinya”, kata Syam.
Lalu lelaki jangkung itu mencium bibirku dengan lembut
menggigit bibir bawahku perlahan-lahan lalu menyodokkan
lidahnya menyusuri benda-benda yang bisa dijangkaunya.
Ternyata Syam tidak sekasar yang kukira. Kelembutannya
mencumbu bibirku membuatku bagai diperlakukan seperti
seorang kekasih. Darahku mendesir-desir. Lidahku pun
menyambut lidah Syam yang meminta-minta. Tangan Syam
menggerayangi punggungku dan terus turun ke bawah lalu
berlabuh di bokongku. Diremas-remasnya mengikuti desah
nafas Syam yang sudah mulai naik turun. Jemari tangan
itu mengitari bokongku. Jemarinya bermain di bibir
vaginaku dengan lembut. Jiwaku rasanya mau terbang. Aku
mengharapkan sentuhan itu lebih lama. Tapi tidak, Syam
segera mengalihkan jemarinya kembali ke bokongku. Tanpa
kusadari Syam menyuntikkan sesuatu, aku tak tahu itu
apa. Hanya belum sampai hitungan kesepuluh kepalaku
terasa berat. Mataku berkunang-kunang.

Terdengar tawa kedua pemuda itu sayup-sayup. Rupaya
mereka telah menyuntikkan semacam obat perangsang ke
dalam tubuhku. Tubuhku terasa kejang. Darahku naik ke
ubun-ubun. Hawa dingin terasa menjadi panas. Aku
menggeliat-geliat menahan birahiku yang melaju tanpa
rem. Bibirku mendehem-dehem. Kemaluanku terasa hangat,
payudaraku nampak bengkak dengan sendirinya. Gelora
birahiku melonjak-lonjak. Seperti ada kekuatan yang
mendorongku untuk segera bercinta dengan mereka, ingin
agar mereka segera menggerayangiku, mencumbuku, ohhh...
Bajingan! Mereka hanya tertawa-tawa melihatku bersimbah
keringat, berkelojotan menahan birahiku. Apa mereka tak
tahu aku ingin segera mereka sentuh...
“Syamm... Leo... kenapa kalian hanya diam saja...
kemarilah.. aku... ingin...”
Tawa mereka semakin lebar.
“Syam, tadi dia menolak sekarang?! Ha...ha..”
“Ayo Leo, bidadari kita ini sudah tak sabar rupanya”

Samar-samar kulihat keduanya membuka semua pakaian yang
melekat di tubuh masing-masing. Nampak penis-penis yang
besar menegang menantang. Kemudian keduanya mengundi
siapa dulu yang menggarapku. Ternyata Syam. Ia
mendekatiku dan kembali mencumbu bibirku, tubuhnya
menempel erat di tubuhku. Sehingga dadanya yang bidang
menempel dengan kedua payudaraku yang telah menegang.
Tangannya meremas-remas bokongku yang montok lalu
membelai-belai selakangku yang telah tersendal-sendal
oleh penisnya yang mengacung-acung. Ohh.. bagai terbang
ke awan. Kemudian iapun menurun dan mendapati kedua
payudaraku. Matanya berbinar-binar. Diciuminya dadaku
hingga terasa hangat nafasnya lalu dimasukkannya
nipples-ku ke dalam mulutnya. Aku mendesah-desah ketika
nipples-ku dijilat-jilat lalu dihisap kuat-kuat oleh
lidah lincahnya.
“Oah... auh.. Syamm...”

Leo yamg mulai tak sabar segera melepaskan kedua ikatan
tanganku. Lalu ia ikut bergabung dengan melumat bibirku
dari arah samping. Tanganku menjambak-jambak rambut Syam
sambil meladeni Leo. Kini gerakannya lebih lembut walau
tak selembut Syam. Sepuluh menit kemudian mereka
melepaskan mulutnya dari tubuhku. Aku terkulai di lantai
memandangi kedua payudaraku yang terasa sangat berat
membengkak, nampak beberapa bekas gigitan Syam.

Samar-samar terlihat Leo berdiri diatas tubuhku. Ia
mengacung-acungkan penisnya yang besar menegang dan
memintaku untuk mengulumnya. Aku bangkit dari tidurku
dan tak berapa lama penis berkulit kecoklatan itu telah
masuk ke dalam mulutku. Leo mengelus-elus rambutku
sambil terus menyodokkan penisnya ke dalam mulutku. Aku
mengulumnya, lidahku menyapu semua bagian benda panjang
itu. Leo mengocok-ngocoknya berirama hinga ujungnya
menyemburkan cairan sperma.
“Syam! Aku keluar Syam! Keluar..., aarrghh...”, teriak
Leo.

Aku ingin memuntahkannya tapi Leo mencegahnyanya dengan
terus menyodokkan penisnya.
“Telan sayang, telan...”, terdengar suara Syam yang
telah meremas-remas kemaluanku yang terasa lengket dari
belakang.
Perlahan-lahan Syam menuntunku untuk menungging. Kakiku
bertumpu pada lutut sedang tanganku berpegangan pada
kedua paha Leo. Aku tak tahu apa yang diperbuat Syam.
Yang kurasakan hanya nikmatnya penis Leo. Tak kuduga
tiba-tiba terasa ada benda asing yang masuk ke dalam
lubang vaginaku.
“Aaaah...”, teriakku tertahan.

Gigiku menggigit penis Leo nenahan rasa nyeri di lubang
kewanitaanku itu. Leo berjingkat-jingkat menahan rasa
sakit sambil misuh-misuh. Tapi Syam bagai tak peduli
terus berusaha menerobos tirai-tirai kewanitaanku.
Hingga akhirnya jebol, darah mengucur sampai pada
pahaku. Aku menangis tersendat-sendat tapi Syam semakin
asyik memainkan penisnya di memekku. Memasukkannya
beberapa senti lalu mengeluarkannya, belum sampai keluar
sudah disodokkannya lagi. Sperma muncrat ke dalam lubang
vaginaku. Dalam tangis jiwaku seakan melayang.
Sejujurnya aku sangat menikmatinya saat itu. Terasa
sangat indah ketika Syam menggoyang-goyangkan penisnya
di dalam lubang vaginaku.

Sekitar pukul sepuluh malam. Keringatku mengucur deras.
Aku telentang di lantai. Di sampingku nampak Syam yang
juga terengah-engah. Tapi Leo ternyata belum puas.
Dicumbunya kelaminku dengan lidahnya. Licah menyusuri
dinding-dinding vaginaku menghisap-hisap klitorisku
dengan gemas. Mataku berkejap-kejap menahan nikmat yang
tercipta. Selakangku mengatup mencengkeram kepala Leo
agar tak pergi dari kemaluanku. Sepuluh menit kemudian
Leo memasukkan jari tengahnya dengan mudah ke dalam
lubang memekku. Untuk kedua kalinya pertahananku jebol.
Cairan kewanitaanku muncrat membasahi telunjuk Leo.
Ditariknya jari tengah Leo yang bersarung di memekku.
Tanpa rasa jijik dijilatnya jari tengah yang berlumuran
cairan kewanitaanku itu dengan senyum kepuasan.

Terdengar suara orang ronda diluar melintas di depan
villa. Maka dengan tergesa-gesa Syam dan Leo mengenakan
pakaiannya lalu melompat dari jendela kamarku
meninggalkanku dalam keadaan sangat lemah. Aku berusaha
menjerit memanggil-manggil penjaga ronda keliling itu.
Tapi suaraku bagai tersumbat. Belum sampai sepuluh
hitungan pandanganku telah gelap gulita.

No comments: