Monday, April 30, 2007

GAIRAH ABNORMAL

Wawan, seorang bujangan berumur 28 tahun yang saat ini
sedang kebingungan. Pasalnya, panggilan pekerjaan dari
sebuah perusahaan dimana dia melamar begitu mendadak.
Dia bingung bagaimana harus mencari tempat tinggal
secepat ini. Perusahaan dimana dia melamar terletak di
luar kota, jangka waktu panggilan itu selama empat hari,
dimana dia harus melakukan tes wawancara. Akhirnya dia
memaksa berangkat besoknya, dengan tujuan penginapanlah
dimana dia harus tinggal. Dengan bekal yang cukup malah
berlebih mungkin, sampailah dia di penginapan dimana
perusahaan yang dia lamar terletak di kota itu juga.

Sudah 2 hari ini dia tinggal di penginapan itu, selama
ini dia sudah mepersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan guna kelancaran dalam tes wawancara nanti.
Sampai pada akhirnya, dia membaca di surat kabar, bahwa
disitu tertulis menerima kos-kosan atau tempat tinggal
yang permanen. Kemudian dengan bergegas dia mendatangi
alamat tersebut. Sampai pada akhirnya, sampailah dia di
depan pintu rumah yang dimaksud itu.

Perlahan Wawan mengetuk pintu, tidak lama kemudian
terdengar suara kunci terbuka diikuti dengan seorang
wanita tua yang muncul.
"Iya, ada perlu apa, Pak..?"
"Oh, begini.., tadi saya membaca surat kabar, disitu
tertulis bahwa di rumah ini menyediakan kamar untuk
tempat tinggal." sahut Wawan seketika.
"Oh, ya, memang benar, silakan masuk Pak, biar saya
memanggil nyonya dulu," wanita tua itu mempersilakan
Wawan masuk.
"Hm.., baik, terima kasih."
Sejenak kemudian Wawan sudah duduk di kursi ruang tamu.

Terlihat sekali keadaan ruang tamu yang sejuk dan asri.
Wawan memperhatikan sambil melamun. Tiba-tiba Wawan
dikejutkan oleh suara wanita yang masuk ke ruang tamu.
"Selamat siang, ada yang perlu saya bantu..?"
Terhenyak Wawan dibuatnya, di depan dia sekarang berdiri
seorang wanita yang boleh dikatakan belum terlalu tua,
umurnya sekitar 40 tahunan, cantik, anggun dan
berwibawa.

"Oh.., eh.. selamat siang," Wawan tergagap kemudian dia
melanjutkan, "Begini Bu..."
"Panggil saya Bu Mira..," tukas wanita itu menyahut.
"Hm.., o ya, Bu Mira, tadi saya membaca surat kabar yang
tertulis bahwa disini ada kamar untuk disewakan."
"Oh, ya. Hm.., siapa nama anda..?"
"Wawan Bu," sahut Wawan seketika.
"Memang benar disini ada kamar disewakan, perlu
diketahui oleh Nak Wawan bahwa di rumah ini hanya ada
tiga orang, yaitu, saya, anak saya yang masih SMA dan
pembantu wanita yang tadi bicara sama Nak Wawan, kami
memang menyediakan satu kamar kosong untuk disewakan,
selain agar kamar itu tidak kotor juga rumah ini biar
tambah ramai penghuninya." dengan singkat Bu Mira
menjelaskan semuanya.

"Hm, suami Ibu..?" tanya Wawan singkat.
"Oh ya, saya dan suami saya sudah bercerai satu tahun
yang lalu," jawab Bu Mira singkat.
"Ooo, begitu ya, untuk masalah biayanya, berapa
sewanya..?" tanya Wawan kemudian.
"Hm, begini, Nak Wawan mau mengambil berapa bulan, biaya
sewa sebulannya tujuh puluh ribu rupiah," jawab Bu Mira
menerangkan.
"Baiklah Bu Mira, saya akan mengambil sewa untuk enam
bulan," kata Wawan.
"Oke, tunggu sebentar, Ibu akan mengambil kuitansinya."
Akhirnya setelah mengemasi barang-barang di penginapan,
tinggallah Wawan disitu dengan Bu Mira, Ida anak Bu Mira
dan Bik Sumi pembantu Bu Mira.

Sudah satu bulan ini Wawan tinggal sambil menunggu
panggilan selanjutnya. Dan sudah satu bulan ini pula
Wawan punya keinginan yang aneh terhadap Bu Mira. Wanita
yang anggun, cantik dan berwibawa yang cukup lama hidup
sendirian. Wawan tidak dapat membayangkan bagaimana
mungkin wanita yang masih kelihatan muda dari segi
fisiknya itu dapat betah hidup sendirian. Bagaimana Bu
Mira menyalurkan hasrat seksualnya. Ingin sekali Wawan
bercinta dengan Bu Mira. Apalagi sering Wawan melihat Bu
Mira memakai daster tipis yang menampilkan lekuk-lekuk
tubuh Bu Mira yang masih kelihatan kencang dan indah.
Ingin sekali Wawan menyentuhnya.

"Aku harus bisa mendapatkannya..!" gumam Wawan suatu
saat.
"Saya harus mencari cara," gumamnya lagi.

Sampai pada suatu saat kemudian, yaitu pada saat malam
Minggu, rumah kelihatan sepi, maklum saja, Ida anak Bu
Mira tidur di tempat neneknya, Bik Sumi balik ke kampung
selama dua hari, katanya ada anaknya yang sakit.
Tinggallah Wawan dan Bu Mira sendirian di rumah. Tapi
Wawan sudah mempersiapkan cara bagaimana melampiaskan
hasratnya terhadap Bu Mira. Lama Wawan di kamar, jam
menunjukkan pukul delapan malam, dia melihat Bu Mira
menonton TV di ruang tengah sendirian. Akhirnya setelah
mantap, Wawan pun keluar dari kamarnya menuju ke ruang
tengah.

"Selamat malam, Bu, boleh saya temani..?" sejenak Wawan
berbasa-basi.
"Oh, silakan Nak Wawan..," mempersilakan Bu Mira kepada
Wawan.
"Ngomong-ngomong, tidak keluar nih Nak Wawan, malam
Minggu loh, masa di rumah terus, apa tidak bosan..?"
tanya Bu Mira kemudian.
"Ah, nggak Bu, lagian keluar kemana, biasanya juga malam
Minggu di rumah saja," jawab Wawan sekenanya.
Lama mereka berdua terdiam sambil menikmati acara TV.

"Oh, ya, Bu, boleh saya buatkan minum..?" tanya Wawan
tiba-tiba.
"Lho, tidak usah Nak Wawan, kok repot-repot..,"
"Ah, nggak apa-apa, sekali-kali saya yang buatkan
minuman untuk Ibu, masak Ibu dan Bik Sumi saja yang
selalu membuatkan minuman untuk saya."
"Hm.., boleh kalau begitu, Ibu ingin minum teh saja,"
kata Bu Mira sambil tersenyum.
"Baiklah Bu, kalau begitu tunggu sebentar." segera Wawan
bergegas ke dapur.

Tidak lama kemudian Wawan sudah kembali sambil membawa
nampan berisi dua teh dan sedikit makanan kecil di
piring.
"Silakan Bu, diminum, mumpung masih hangat..!"
"Terima kasih, Nak Wawan."
Akhirnya setelah sekian lama terdiam lagi, terlihat Bu
Mira sudah mulai mengantuk, tidak lama kemudian Bu Mira
sudah tertidur di kursi dengan keadaan memakai daster
tipis yang menampilkan lekuk-lekuk tubuh dan payudaranya
yang indah. Tersenyum Wawan melihatnya.

"Akhirnya aku berhasil, ternyata obat tidur yang kubeli
di apotik siang tadi benar-benar manjur, obat ini akan
bekerja untuk beberapa saat kemudian," gumam Wawan penuh
kemenangan.
"Beruntung sekali tadi Bu Mira mau kubuatkan teh,
sehingga obat tidur itu dapat kucampur dengan teh yang
diminum Bu Mira," gumamnya sekali lagi.

Sejenak Wawan memperhatikan Bu Mira, tubuh yang pasrah
yang siap dipermainkan oleh lelaki manapun. Timbul
gejolak kelelakian Wawan yang normal tatkala melihat
tubuh indah yang tergolek lemah itu. Diremas-remasnya
dengan lembut payudara yang montok itu bergantian kanan
kiri sambil tangan yang satunya bergerilnya menyentuh
paha sampai ke ujung paha. Terdengar desahan perlahan
dari mulut Bu Mira, spontan Wawan menarik kedua
tangannya.

"Mengapa harus gugup, Bu Mira sudah terpengaruh obat
tidur itu sampai beberapa saat nanti," gumam Wawan dalam
hati.
Akhirnya tanpa pikir panjang lagi, Wawan kemudian
membopong tubuh Bu Mira memasuki kamar Wawan sendiri.
Digeletakkan dengan perlahan tubuh yang indah di atas
tempat tidur, sesaat kemudian Wawan sudah mengunci
kamar, lalu mengeluarkan tali yang memang sengaja dia
simpan siang tadi di laci mejanya.

Tidak lama kemudian Wawan sudah mengikat kedua tangan Bu
Mira di atas tempat tidur. Melihat keadaan tubuh Bu Mira
yang telentang itu, tidak sabar Wawan untuk melampiaskan
hasratnya terhadap Bu Mira.
"Malam ini aku akan menikmati tubuhmu yang indah itu Bu
Mira," kata Wawan dalam hati.
Satu-persatu Wawan melepaskan apa saja yang dipakai oleh
Bu Mira. Perlahan-lahan, mulai dari daster, BH, kemudian
celana dalam, sampai akhirnya setelah semua terlepas,
Wawan menyingkirkannya ke lantai. Terlihat sekali
sekarang Bu Mira sudah dalam keadaan polos, telanjang
bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.
Diamati oleh Wawan mulai dari wajah yang cantik,
payudara yang montok menyembul indah, perut yang
ramping, dan terakhir paha yang mulus dan putih dengan
gundukan daging di pangkal paha yang tertutup oleh
rimbunnya rambut.

Sesaat kemudian Wawan sudah menciumi tubuh Bu Mira mulai
dari kaki, pelan-pelan naik ke paha, kemudian berlanjut
ke perut dan terakhir ciuman Wawan mendarat di payudara
Bu Mira. Sesekali terdengar desahan kecil dari mulut Bu
Mira, tapi Wawan tidak memperdulikannya. Diciumi dan
diremas-remas kedua payudara yang indah itu dengan mulut
dan kedua tangan Wawan. Puting merah jambu yang menonjol
indah itu juga tidak lepas dari serangan-serangan Wawan.
Dikulum-kulum kedua puting itu dengan mulutnya dengan
perasaan dan gairah birahi yang sudah memuncak. Setelah
puas Wawan melakukan itu semua, perlahan-lahan dia
bangkit dari tempat tidur.

Satu-persatu Wawan melepas pakaian yang melekat di
badannya, akhirnya keadaan Wawan sudah tidak beda dengan
keadaan Bu Mira, telanjang bulat, polos, tanpa ada
sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Terlihat
kemaluan Wawan yang sudah mengencang hebat siap
dihunjamkan ke dalam vagina Bu Mira. Tersenyum Wawan
melihat rudalnya yang panjang dan besar, bangga sekali
dia mempunyai rudal dengan bentuk begitu.

Perlahan-lahan Wawan kembali naik ke tempat tidur dengan
posisi telungkup menindih tubuh Bu Mira yang telanjang
itu, kemudian dia memegang rudalnya dan pelan-pelan
memasukkannya ke dalam vagina Bu Mira. Wawan merasakan
vagina yang masih rapat karena sudah setahun tidak
pernah tersentuh oleh laki-laki. Akhirnya setelah sekian
lama, rudal Wawan sudah masuk semuanya ke dalam vagina
Bu Mira.
Ketika Wawan menghunjamkan rudalnya ke dalam vagina Bu
Mira sampai masuk semua, terdengar rintihan kecil Bu
Mira, "Ah.., ah.., ah..!"
Tapi Wawan tidak menghiraukannya, dia lalu menggerakkan
kedua pantatnya maju munjur dengan teratur, pelan-pelan
tapi pasti.
"Slep.., slep.., slep..," terdengar setiap kali ketika
Wawan melakukan aktivitasnya itu, diikuti dengan bunyi
tempat tidur yang berderit-derit.

"Uh.., oh.., uh.., oh..," sesekali Wawan mengeluh kecil,
sambil tangannya terus meremas-remas kedua payudara Bu
Mira yang montok itu.
Lama Wawan melakukan aktivitasnya itu, dirasakannya
betapa masih kencangnya dan rapatnya vagina Bu Mira.
Akhirnya Wawan merasakan tubuhnya mengejang hebat,
merapatkan rudalnya semakin dalam ke vagina Bu Mira.
"Ser.., ser.., ser..," Wawan merasakan cairan yang
keluar dari ujung kemaluannya mengalir ke dalam vagina
Bu Mira.
"Oh.. ah.. oh.. Bu Mira.., oh..!" terdengar keluhan
panjang dari mulut Wawan.
Setelah itu Wawan merasakan tubuhnya yang lelah sekali,
kemudian dia membaringkan tubuhnya di samping tubuh Bu
Mira dengan posisi memeluk tubuh Bu Mira yang telah
dinikmatinya itu.

Lama Wawan dalam posisi itu sampai pada akhirnya dia
dikejutkan oleh gerakan tubuh Bu Mira yang sudah mulai
siuman. Secara reflek, Wawan bangkit dari tempat
tidurnya menuju ke arah saklar lampu dan mematikannya.
Tertegun Wawan berdiri di samping tempat tidur dalam
kamar yang sudah dalam keadaan gelap gulita itu. Sesaat
kemudian terdengar suara Bu Mira.
"Oh, dimana aku, mengapa gelap sekali..?"
Sebentar kemudian suasana menjadi hening.
"Dan, mengapa tanganku diikat, dan, oh.., tubuhku juga
telanjang, kemana pakaianku, apa yang terjadi..?"
terdengar suara Bu Mira pelan dan serak.
Suasana hening agak lama. Wawan tidak tahu apa yang
harus dilakukannya. Dia diam saja.
Terdengar lagi suara Bu Mira mengeluh, "Oh.., tolonglah
aku..! Apa yang terjadi padaku, mengapa aku bisa dalam
keadaan begini, siapa yang melakukan ini terhadapku..?"
keluh Bu Mira.
Akhirnya timbul kejantanan dalam diri Wawan,
bagaimanapun setelah apa yang dia lakukan terhadap Bu
Mira, Wawan harus berterus terang mengatakannya
semuanya.

"Ini saya..," gumam Wawan lirih.
"Siapa, kamukah Yodi..? Mengapa kamu kembali lagi
padaku..?" sahut Bu Mira agak keras.
"Bukan, ini saya Bu.., Wawan..," Wawan berterus terang.
"Wawan..!" kaget Bu Mira mendengarnya.
"Apa yang kamu lakukan pada Ibu, Wawan..? Bicaralah..!
Mengapa Ibu kamu perlakukan seperti ini..?" tanya Bu
Mira kemudian.

Kemudian Wawan bercerita mulai dari awal sampai akhir,
bagaimana mula-mula dia tertarik pada Bu Mira, sampai
pada keheranannya bagaimana juga Bu Mira dapat hidup
sendiri selama setahun tanpa ada laki-laki yang dapat
memuaskan hasrat birahi Bu Mira. Juga tidak lupa Wawan
menceritakan semua yang dia lakukan terhadap Bu Mira
selama Bu Mira tidak sadar karena pengaruh obat tidur.
Tertegun Bu Mira mendengar semua perkataan Wawan. Lama
mereka terdiam, tapi terdengar Bu Mira bicara lagi.

"Wawan.., Wawan.., Ibu memang menginginkan laki-laki
yang bisa memuaskan hasrat birahi Ibu, tapi bukan begini
caranya, mengapa kamu tidak berterus-terang pada Ibu
sejak dulu, kalaupun kamu berterus terang meminta kepada
Ibu, pasti Ibu akan memberikannya kepadamu, karena Ibu
juga merasakan bagaimana tidak enaknya hidup sendiri
tanpa laki-laki."
"Terus terang saya malu Bu, saya malu kalau Ibu menolak
saya."
"Tapi setidaknya kan, berterus terang itu lebih sopan
dan terhormat daripada harus memperlakukan Ibu seperti
ini."
"Saya tahu Bu, saya salah, saya siap menerima sanksi
apapun, saya siap diusir dari rumah ini atau apa saja."
"Oh, tidak Wawan, bagaimanapun kamu telah melakukannya
semua terhadap Ibu. Sekarang Ibu tidak lagi terpengaruh
oleh obat tidur itu lagi, Ibu ingin kamu melakukannya
lagi terhadap Ibu apa yang kamu perbuat tadi, Ibu juga
menginginkannya Wawan tidak hanya kamu saja."
"Benar Bu..?" tanya Wawan kaget.
"Benar Wawan, sekarang nyalakanlah lampunya, biar Ibu
bisa melihatmu seutuhnya," pinta Bu Mira kemudian.

Tanpa pikir panjang lagi, Wawan segera menyalakan lampu
yang sejak tadi padam. Sekarang terlihatlah kedua tubuh
mereka yang sama-sama polos, dan telanjang bulat dengan
posisi Bu Mira terikat tangannya.
"Oh Wawan, tubuhmu begitu atletis. Kemarilah, nikmatilah
tubuh Ibu, Ibu menginginkannya Wawan..! Ibu ingin kamu
memuaskan hasrat birahi Ibu yang selama ini Ibu pendam,
Ibu ingin malam ini Ibu benar-benar terpuaskan."

Perlahan Wawan mendekati Bu Mira, diperhatikan wajah
yang tambah cantik itu karena memang kondisi Bu Mira
yang sudah tersadar, beda dengan tadi ketika Bu Mira
masih tidak sadarkan diri. Diusap-usapnya dengan lembut
tubuh Bu Mira yang polos dan indah itu, mulai dari paha,
perut, sampai payudara. Terdengar suara Bu Mira
menggelinjang keenakan.
"Terus.., Wawan.., ah.. terus..!" terlihat tubuh Bu Mira
bergerak-gerak dengan lembut mengikuti sentuhan tangan
Wawan.
"Tapi, Wawan, Ibu tidak ingin dalam keadaan begini, Ibu
ingin kamu melepas tali pengikat tangan Ibu, biar Ibu
bisa menyentuh tubuhmu juga..!" pinta Ibu Mira memelas.
"Baiklah Bu."

Sedetik kemudian Wawan sudah melepaskan ikatan tali di
tangan Bu Mira. Setelah itu Wawan duduk di pinggir
tempat tidur sambil kedua tangannya terus mengusap-usap
dan meremas-remas perut dan payudara Bu Mira.
"Nah, begini kan enak..," kata Bu Mira.
Sesaat kemudian ganti tangan Bu Mira yang meremas-remas
dan menarik maju mundur kemaluan Wawan, tidak lama
kemudian kemaluan Wawan yang diremas-remas oleh Bu Mira
mulai mengencang dan mengeras. Benar-benar hebat si
Wawan ini, dimana tadi kemaluannya sudah terpakai
sekarang mengeras lagi. Benar-benar hyper dia.

"Oh.., Wawan, kemaluanmu begitu keras dan kencang,
begitu panjang dan besar, ingin Ibu memasukkannya ke
dalam vagina Ibu." kata Bu Mira lirih sambil terus
mempermainkan kemaluan Wawan yang sudah membesar itu.
Diperlakukan sedemikian rupa, Wawan hanya dapat
mendesah-desah menahan keenakan.
"Bu Mira, oh Bu Mira, terus Bu Mira..!" pinta Wawan
memelas.
Semakin hebat permainan seks yang mereka lakukan berdua,
semakin hot, terdengar desahan-desahan dan
rintihan-rintihan kecil yang keluar dari mulut mereka
berdua.

"Oh Wawan, naiklah ke atas tempat tidur, naiklah ke atas
tubuhku, luapkan hasratmu, puaskan diriku, berikanlah
kenikmatanmu pada Ibu..! Ibu sudah tak tahan lagi, ibu
sudah tak sabar lagi.." desis Bu Mira memelas dan
memohon.
Sesaat kemudian Wawan sudah naik ke atas tempat tidur,
langsung menindih tubuh Bu Mira yang telanjang itu,
sambil terus menciumi dan meremas-remas payudara Bu Mira
yang indah itu.
"Oh, ah, oh, ah.., Wawan oh..!" tidak ada kata yang lain
yang dapat diucapkan Bu Mira yang selain merintih dan
mendesah-desah, begitu juga dengan Wawan yang hanya
dapat mendesis dan mendesah, sambil menggosok-gosokkan
kemaluannya di atas permukaan vagina Bu Mira. Reflek Bu
Mira memeluk erat-erat tubuh Wawan sambil sesekali
mengusap-usap punggung Wawan.

Sampai suatu ketika, tangan Bu Mira memegang kemaluan
Wawan dan memasukkannya ke dalam vaginanya. Pelan dan
pasti Wawan mulai memasukkan kemaluannya ke dalam vagina
Bu Mira, sambil kedua kakinya bergerak menggeser kedua
kaki Bu Mira agar merenggang dan tidak merapat, lalu
menjepit kedua kaki Bu Mira dengan kedua kakinya untuk
terus telentang. Akhirnya setelah sekian lama berusaha,
karena memang tadi Wawan sudah memasukkan kemaluannya ke
dalam vagina Bu Mira, sekarang agak gampang Wawan
menembusnya, Wawan sudah berhasil memasukkan seluruh
batang kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira.

Kemudian dengan reflek Wawan menggerakkan kedua
pantatnya maju mundur teru-menerus sambil menghunjamkan
kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira.
"Slep.., slep.., slep..," terdengar ketika Wawan
melakukan aktivitasnya itu.
Terlihat tubuh Bu Mira bergerak menggelinjang keenakan
sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya mengikuti
irama gerakan pantat Wawan.
"Ah.., ah.., oh.. Wawan.., jangan lepaskan, teruskan,
teruskan, jangan berhenti Wawan, oh.., oh..!" terdengar
rintihan dan desahan nafas Bu Mira yang keenakan.
Lama Wawan melakukan aktivirasnya itu, menarik dan
memasukkan kemaluannya terus-menerus ke dalam vagina Bu
Mira. Sambil mulutnya terus menciumi dan mengulum kedua
puting payudara Bu Mira.

"Oh.., ah.. Bu Mira, oh.., kamu memang cantik Bu Mira,
akan kulakukan apa saja untuk bisa memuaskan hasrat
birahimu, ih.., oh..!" desis Wawan keenakan.
"Oh.., Wawan.., bahagiakanlah Ibu malam ini dan
seterusnya, oh Wawan.., Ibu sudah tak tahan lagi, oh..,
ah..!"
Semakin cepat gerakan Wawan menarik dan memasukkan
kemaluannya ke dalam vagina Bu Mira, semakin hebat pula
goyangan pantat Bu Mira mengikuti irama permainan Wawan,
sambil tubuhnya terus menggelinjang bergerak-gerak tidak
beraturan.

Semakin panas permainan seks mereka berdua, sampai
akhirnya Bu Mira merintih, "Oh.., ah.., Wawan.., Ibu
sudah tak tahan lagi, Ibu sudah tak kuat lagi, Ibu mau
keluar, oh Wawan.., kamu memang perkasa..!"
"Keluarkan Bu..! Keluarkanlah..! Puaskan diri Ibu..!
Puaskan hasrat Ibu sampai ke puncaknya..!" desis Wawan
menimpali.
"Mari kita keluarkan bersama-sama Bu Mira..! Oh, aku
juga sudah tak tahan lagi," desis Wawan kemudian.
Setelah berkata begitu, Wawan menambah genjotannya
terhadap Bu Mira, terus-menerus tanpa henti, semakin
cepat, semakin panas, terlihat sekali kedua tubuh yang
basah oleh keringat dan telanjang itu menyatu begitu
serasi dengan posisi tubuh Wawan menindih tubuh Bu Mira.

Sampai akhirnya Wawan merasakan tubuhnya mengejang
hebat, begitu pula dengan tubuh Bu Mira. Keduanya saling
merapatkan tubuhnya masing-masing lebih dalam,
seakan-akan tidak ada yang memisahkannya.
"Ser.., ser.., ser..!" terasa keluar cairan kenikmatan
keluar dari ujung kemaluan Wawan mengalir ke dalam
vagina Bu Mira, begitu nikmat seakan-akan seperti
terbang ke langit ke tujuh, begitu pula dengan tubuh Bu
Mira seakan-akan melayang-layang tanpa henti di udara
menikmati kepuasan yang diberikan oleh Wawan.
Sampai akhirnya mereka berdua berhenti karena merasa
kelelahan yang amat sangat setelah bercinta begitu
hebat.

Sejenak kemudian, masih dengan posisi yang saling
menindih, terpancar senyum kepuasan dari mulut Bu Mira.
"Wawan, terima kasih atas apa yang telah kau berikan
pada Ibu..," kata Bu Mira sambil tangannya mengelus-elus
rambut Wawan.
"Sama-sama Bu, aku juga puas karena sudah membuat Ibu
berhasil memuaskan hasrat birahi Ibu," sahut Wawan
dengan posisi menyandarkan kepalanya di atas dada Bu
Mira.
Suasana yang begitu mesra.

"Selama disini, mulai malam ini dan seterusnya, Ibu
ingin kamu selalu memberi kepuasan birahi Ibu..!" pinta
Ibu Mira.
"Saya berjanji Bu, saya akan selalu memberikan yang
terbaik bagi Ibu..," kata Wawan kemudian.
"Ah, kamu bisa saja Wan," tersungging senyum di bibir Bu
Mira.
"Tapi, ngomong-ngomong bagaimana dengan Ida dan Bik
Sumi..?" tanya Wawan.
"Lho, kita kan bisa mencari waktu yang tepat. Disaat Ida
berangkat sekolah juga bisa, dan Bik Sumi di dapur. Di
saat keduanya tidur pun kita bisa melakukannya. Pokoknya
setiap saat dan setiap waktu..!" jawab Bu Mira manja
sambil tangannya mengusap-usap punggung Wawan.

Sejenak Wawan memandang wajah Bu Mira, sesaat kemudian
keduanya sama-sama tertawa kecil. Akhirnya apa yang
mereka pendam berdua terlampiaskan sudah. Sambil dengan
keadaan yang masih telanjang dan posisi saling merangkul
mesra, mereka akhirnya tertidur kelelahan.

3 KEPERAWANAN

Nama panggilanku Mayang. 21 tahun, bekerja di
perusahaan swasta di Jakarta, Aku tergolong wanita
dengan wajah biasa-biasa saja dengan tinggi badan 169 cm
dan berat 50 kg, rambut seleher, kulit putih, banyak
yang bilang aku memiliki bentuk tubuh yang bagus, sangat
proposional. Sejak remaja, kehidupan sosialku tergolong
cukup ‘konservatif’. Berbeda dengan kawan lainnya yang
bebas berteman atau berpacaran, sementara aku hanya
boleh dikunjungi kawan atau pulang bermain sampai jam 8
malam, terlambat sedikit saja aku akan seperti pesakitan
yang diinterogasi polisi oleh orangtua. Setelah bekerja
barulah aku mendapat kebebasan.

Akhir Januari ‘91 adalah pertama kali aku berkenalan
dengan Dito (37) cukup unik, salah sambung telpon yang
mengakibatkan salah pengertian, sehingga menimbulkan
argumentasi yang sengit. Namun setelah menyadari
kesalahannya Ia minta maaf berkali-kali, ini dilanjutkan
dihari-hari berikutnya, Ia pun kemudian semakin sering
menelpon. Dito adalah seorang pimpinan divisi
dikantornya, lima tahun menduda. Aku begitu terkesan
dengan suaranya yang sangat bersahabat, apalagi
banyolan2nya yang segar membuat waktu istirahat dikantor
lebih ceria. Aneh rasanya seperti ada sesuatu yang
hilang bila Ia tidak menelpon, sialnya, aku tidak berani
menghubunginya walau hati kecil mendesak untuk memutar
no. telponnya. Tiga bulan sudah kami bertelepon,
sepertinya Ia tidak punya keinginan untuk bertemu muka,
hal itu membuat aku sangat panasaran.

Aku sangat menunggu saat2 dimana ada kesempatan untuk
mengemukakan keinginan untuk bertemu dengannya tanpa
harus kehilangan muka. Pucuk dicinta ulam tiba, kata
pepatah, suatu saat diakhir minggu—seperti biasanya—Ia
menelpon untuk mengatakan “have a nice weekend” Aku
memberanikan menanyakan rencananya menghabiskan ‘long
weekend’ karena Seninnya tanggal merah.
“…tidak ada yang spesial, niatnya sih ingin membereskan
rumah” jawabnya, aku sendiri baru tahu bahwa Ia tinggal
sendiri di paviliun kontrakannya.
“…tidak keberatan kalau dibantu” tanpa sadar aku
menawarkan diri. Menyadari kecorobohan ini mukaku
memerah , baru saja ingin meralat Dito telah menyambut
tawaranku dengan gembira
“…terima kasih sekali, memang rumahku ini perlu sentuhan
tangan wanita” ucapnya, aku benar-benar tersipu,
alangkah malunya. Bertemu mukanya dengannya memang
keinginanku tapi mustinya bukan aku yang memulai, apa
pandangannya nanti? Belum lagi sempat mememikirkan cara
membatalkannya Dito telah menetapkan waktu “…aku tunggu
kamu besok jam 10.00 dirumah” dan memberikan alamat
rumahnya.

Keesokan hari, saat sampai dirumahnya aku sempat ragu,
rasanya ingin kembali pulang, namun entah kenapa
tanganku lebih memilih menekan bel daripada melangkah
pulang. Tak lama kemudian dari dalam rumah keluar lelaki
berperawakan sedang, berkulit coklat mengenakan jeans
dengan T-shirt hitam dengan wajah yang tidak terlalu
istimewa namun dihiasi senyum yang sangat menarik
“…Mayang ya” tegurnya sambil membukakan pagar, aku
mengangguk dan membalas dengan bertanya “…Dito?” Ia pun
mengangguk dan menyalamiku dengan genggaman tangannya
kuat sambil menepuk-nepuk lembut punggung telapak
tanganku dengan akrab sekali.

Sesampai di ruang tamu bergaya ‘Jepang’—tidak ada kursi
hanya bantal2 besar dan meja—paviliun kecil dengan kesan
lelaki yang sangat kuat. Setengah jam kami berbasa-basi.
Ia lebih banyak mendominasi pembicaraan yang benar-benar
mencairkan suasana yang agak kikuk, aku hanya terpana
melihat Dito berbicara, tawanya yang lepas, dan canda
nakalnya yang sering membuat wajahku merona merah, dan
kemudian “…ayo kita mulai kerja bakti…” ajaknya sambil
tersenyum. Senyum yang aku yakin telah memikat banyak
wanita. Aku segera menuju dapur—yang juga sangat
lelaki—piring, gelas dan sendok kotor menumpuk,
sementara Dino membersihkan kamar tidur yang sekaligus
berfungsi sebagai ruang istirahat dengan segala pernik
elektronik. Sesekali ia menengokku di dapur dengan
celetukan-celetukan lucunya membuat aku tidak dapat
menahan tawa. Sambil mencuci aku sempat tersipu-sipu
membayangkan kegiatan kami yang layaknya seperti
pasangan yang baru menikah.

Jam 1.00 siang ‘kerja bakti’ tuntas, sebelum permisi
untuk mandi Dito memesan pizza lewat telpon untuk makan
siang, Ia menyilahkan aku memutar VCD sementara
menunggunya mandi. Aku memilih film sekenanya saja
karena tidak ada bintang2 filmnya yang familiar. Aku
sempat kaget melihat adegan ciuman difilm itu yang
berbeda dengan adegan ciuman difilm yang biasa aku
tonton dan yang membuat aku terkejut ternyata adegan
ciuman itu berlanjut lebih dahsyat lagi. Sambil
berciuman tangan pria di film itu mulai meraba-raba paha
pasangannya dan semakin naik hingga dibagian sensitif
dibalik rok. Mata si wanita terpejam menikmati
elusan-elusan itu. Apalagi adegan selanjutnya yang
memperlihatkan pria itu menciumi buah dada pasangannya
yang saat itu sudah telanjang bulat, aku betul2 terpana!
Ingin rasanya mematikan VCDnya tapi rasa ingin tahu akan
apa yang terjadi berikutnya membuat aku tidak menekan
tombol off di remote control, adegan berikutnya semakin
memanas, saat siwanita membuka celana dalam pasangannya
aku menahan napas melihat kemaluannya yang panjang dan
besar itu dijilati dan dihisap!

Ada rasa aneh yang menjalar ditubuhku, membuat aku duduk
dengan gelisah, dan semakin gelisah lagi waktu si pria
mulai menyetubuhi pasangannya. Seumur hidup belum pernah
aku menyaksikan adegan2 seperti itu, mimik si wanita
yang demikian menikmati ditambah lagi desah2annya telah
membuat bagian2 sensitif ditubuhku mengeras, tanpa sadar
aku pun merapatkan paha dan menggerak-geraknya, napasku
pun mulai tidak terartur…saat itulah lamat2 kudengar
pintu kamar mandi terbuka, secepat kilat kutekan tombol
off di remote control dan mengembalikan piringan VCD
ketempatnya. Dan benar, Dito berdiri di sampingku
kelihatan lebih segar dan harum
"Kok udah selesai nontonnya ?" Tanya Dito.
"Ngga kok aku Cuma denger radio aja" Jawabku berbohong.
Belum lagi berbicara banyak pengantar pizza tiba, “safe
by the bell”, aku begitu lega karena kuatir Dito
mengetahui kebohonganku.

Kami pun menikmati makan siang sambil lesehan dikamarnya
yang merangkap ruang istirahat sambil bercengkerama.
Berbicara dengannya betul2 mengasyikan, iya tahu betul
kapan harus berbicara dan kapan harus menjadi pendengar
yang baik, Duduk lesehan membuat rok jeansku sedikit
tersingkap, sesekali aku menangkap pandangan Dito yang
mencuri tatap kearah pahaku yang putih dan anehnya aku
bukannya malu malah sebaliknya menikmati tatapnya.
“Mau nonton VCD” Dito menawarkan, selesai kami makan
“Tapi filmnya belum disensor, ngga apa2 kan?” aku
mengerti maksudnya dan bingung mau menjawab apa,
kebingunganku diartikan ‘iya’ rupanya, Dito langsung
memutar VCD, kami duduk lesehan dengan menyandarkan
punggung masing2 ditembok. Kembali adegan2 yang aku
lihat tadi muncul dilayar TV 29’nya, hanya saja
ceritanya berbeda. Awalnya aku cukup risih juga nonton
adegan2 panas itu berdua tapi melihat Dito begitu santai
tidak ada tendensi apa2 aku pun mulai relaks dan
menikmati film ‘panas’ itu. Kembali perasaan aneh itu
muncul setelah 20 menit melihat adegan yang seronok itu,
dan entah bagaimana mulainya tiba2 aku merasa bibirnya
mengecup lembut leherku, dapat aku rasakan darahku
berdesir.

Ya, ampun! aku bukannya mengelak atau marah, malah
sebaliknya menikmati kehangatan bibirnya dileherku yang
kemudian menjalar kebibirku, kecupan lembutnya
perlahan-lahan berubah, Dito mulai mengulum bibirku, aku
terpejam ketika merasakan lidahnya menerobos mulutku.
Aku bukannya tidak pernah berciuman, tapi yang seperti
dilakukan Dito baru pertama aku rasakan dan ini
menimbulkan sesuatu yang luar biasa. Belum hilang rasa
itu, aku sudah merasakan jilatan lidahnya membasahi
leherku yang jenjang, hangat sekali rasanya.
"aaahhh...", Aku mendesah pelan sambil menengadahkan
kepalaku, agar lidahnya leluasa melingkar-lingkar di
leherku…, menari-nari di situ..., aakkkhh..., semakin
tak karuan rasanya. Dan tiba2 aku merasakan tangannya
meremas lembut payudaraku membuat desiran darahku
semakin kencang, aku betul2 terangsang, tapi rasa malu
ku tiba2 menyergap dan aku berusaha melepaskan tangannya
dari payudaraku “…Jangan Dit…” pintaku, ia sepertinya
bingung
“…Aku belum pernah …” kataku,
“…oh maaf…” Dito sepertinya memahami penolakanku, dan
kamipun melewati petang itu dengan nonton sesekali
diselingi kehangatan bibirnya.

Menjelang malam aku pun pulang, dan berjanji untuk
datang lagi esok hari Minggu. Sampai dirumah aku
langsung mandi dan berkurung dikamar membayangkan
kejadian di rumah Dito, sesuatu yang belum pernah aku
alami dalam hidup, film yang “panas”, kecupannya yang
membara dengan lidahnya yang menjalar dileher dan
remasan tangannya didadaku. Ingin rasanya menghilangkan
semuanya itu dari kepalaku, tapi semakin aku ingin
membuang semakin kuat bayang2 semua kejadian itu melekat
dikepalaku. Tanpa sadar aku mulai menirukan apa yang
dilakukan Dito, meng-elus2 dan meremas payudaraku
sendiri. Rasa nikmat yang timbul menguasai seluruh
tubuhku, semakin lama semakin keras telapak tanganku
me-remas2 dan instingku menuntun agar jari-jemari
menyentuh puting payudaraku …dan saat jari-jemariku
mulai memilin-milin putting kecil ke-merah2an
itu…ngggghhhh…tanpa sadar aku melenguh dan meng-geliat2
kecil, aku sangat menikmatinya sampai tertidur pulas.

Pagi harinya, Minggu yang cerah, aku begitu ceria
sarapanpun kuselesaikan dengan secepat kilat tidak sabar
rasanya untuk segera memenuhi janji dengan Dito. Tepat
jam 10.00 aku sudah dirumahnya
“…Hallo, selamat pagi…” sapaku begitu pintu terbuka.
“…Hai pagi,…” sapanya kembali, Dito tampak segar dan
wangi, ia kemudian mengecup kedua pipiku dan memelukku
erat, membuat aku agak tersipu dengan penyambutannya.
“…Ayo masuk…temenin aku sarapan ya…”ajaknya sambil
menarik tanganku
“…Aku sudah…minum saja…” ia kemudian membuatkan aku teh
hangat manis dan duduk berhadapan dengannya di meja
makan kecil dengan dua bangku. Seperti biasa Dito yang
lebih banyak berbicara dengan gayanya yang memukau.

Selesai sarapan kami masih tetap duduk dimeja makan
menghabiskan teh hangat dan kopi sambil
berbincang-bincang. Dito sesekali meremas tanganku,
kadang membelai pipiku dengan punggung jari2nya…”Kulit
kamu halus” celetuknya, aku menunduk tersipu-sipu. Dito
mengangkat daguku dan mengecup lembut bibirku, kecupan
lembut yang panjang dan secara perlahan berganti dengan
lumatan-lumatan panas. Kehangatan bibir dan desiran
nafasnya yang menyentuh kulit begitu membangkitkan
gairah kewanitaanku. Entah kapan mulainya, tiba2 saja
kami telah berdiri berpelukan sambil tetap saling
melumat dan…lebih liar, aku merasakan lidahnya
menggeliat-geliat didalam mulutku. Aku bukan lagi Mayang
yang kemarin, Mayang yang sekarang tidak lagi pasif saat
lidah Dito menari-nari dirongga mulutnya, Mayang yang
sekarang membalas keliaran lidah Dito dengan gairah yang
mengapai-gapai keluar dari tubuh yang mulus dan sintal.

Aku merasakan pagutan-pagutan Dito dileherku yang
jenjang diselingi dengan jilatan2 lidah yang membara
membuat seluruh bulu2 halus dibadanku berdiri. Dan saat
lidahnya turun ke belahan dadaku...menari-nari di situ
dibarengi dengan remasan2 tangannya dipinggulku, membuat
aku semakin tak karuan. Begitu tangannya mulai
meremas-remas payudaraku—bukannya menolak seperti
kemarin—malah aku mengharapkan lebih, Dito seperti
mengerti keinginan itu, ia mulai melepaskan kancing
bajuku satu persatu dan membuka bra 34b yang menyangga
payudaraku… “agghhh”…jerit birahi keluar tanpa aku
sadari saat tangannya meremas-remas lembut dan
payudaraku yang putih dan sudah mengeras. Aku terlena
pasrah dibawah kenikmatan yang baru pertama kurasakan
ini.

Aku bahkan ingin lebih, segera kudekap kepalanya dan
kutarik mendekati dadaku yang kubusungkan, Dito tahu
persis harus melakukan apa, lidahnya menjilat-jilat,
berputar-putar melingkar-lingkar di puting susuku dengan
liarnya, aku menggelinjang-gelinjang menahan geli dan
nikmat yang luar biasa. Dari meja makan kami pindah
ketempat tidur, disini kembali kedua puting payudaraku
menjadi bulan-bulanan mulut Dito, aku
merintih…mengerang, keringatku mulai menetes, rasanya
sulit sekali untuk bernafas teratur, tiap kali menarik
nafas selalu terhenti oleh rasa geli yang menyengat
puting payudaraku.

Aku baru sadar sudah dalam keadaan tanpa sehelai benang
pun di tubuhku saat Dito merebahkanku di kasur. Dito
menerkam tubuh sintalku dengan birahi yang membara, kamu
berpelukan saling memagut, menjilat, meremas dan
berguling-gulingan. jari-jemari Dito merayap dan
menyentuh bagian kewanitaanku, akupun meradang. Aku
tidak lagi mampu menahan eranganku yang keras saat
jari-jemarinya dengan lembut membelai lembut mulut
kemaluanku, jari-jarinya dengan lincah bermain-main,
menekan dan mengelus seluruh permukaan kewanitaanku,
yang kurasakan mulai basah oleh cairan birahi.

Sambil melumat payudaraku Dito mulai melepas seluruh
pakaiannya dan aku merasakan kejantanannya yang keras
dan hangat menyentuh pahaku. Dito menarik tanganku agar
menyentuh kejantananya, bukannya sekedar menyentuh,
akupun mulai meremas-remas, sentuhan tanganku di
kemaluannya membuat birahiku semakin menggelegak. Dito
kemudian beringsut ke bawah lidahnya menjalar ganas
menjilati kulit mulus pahaku membuat tubuhku
mengelinjang keras. Aku merasa pahaku bergetar ketika
lidah Dito yang panas mendekati selah-selah paha. Aku
menjerit tertahan saat lidah Dito sampai di bibir
kewanitaanku, lidahnya yang nakal menelusuri seluruh
pinggir bibir kewanitaanku. "Ahhgg...", Aku menjerit dan
menggelinjang hebat ketika lidahnya mulai menjilat-jilat
klitorisku, aku mencengkram rambut Dito menahan gejolak
birahi yang sudah tidak tertahankan lagi. Tapi rupanya
Dito tidak ingin segera berhenti memberikan kenikmatan
lidah dan mulutnya.

Kewanitaanku seperti diselimuti oleh sesuatu yang basah,
panas, dan lunak. saat mulutnya mulai menghisap-hisap
kemaluanku layaknya mencium bibir. Belum pernah aku
rasakan kenikmatan seperti itu. tubuhku bergetar keras
merasakan lidahnya yang sesekali masuk kedalam
kemaluanku dan bergerak-gerak cepat. Tanganku
mencengkram apapun yang dapat kuraih, sungguh tak aku
kuasa menahan sengatan kenikmatan diseluruh bagian
tubuhku, aku mengeliat, menggelepar, dan menyorongkan
kewanitaanku kemulut Dito untuk lebih menikmati sensasi
mulutnya, hanya jeritan-jeritan dari mulutku yang
mengekspresikan kenikmatan yang luar biasa. Aku sudah
dalam keadaan terangsang sekali punggungku
terangkat-angkat, mataku tak mampu kubuka, nafasku kian
terasa berat, bahkan mengelepar-gelepar seperti ikan
tanpa air akibat nikmat tak terkira. Rintihanku kian tak
terkendali, sementara Dito seakan tak ingin menyudahi
kehangatan birahi lewat bibir kewanitaanku, bahkan.
Jilatan dan hisapan mulut Dito kian buas menerpa
kewanitaanku, benar-benar tak terperi nikmatnya.

Aku betul-betul sudah tidak berdaya lagi, entah beberapa
kali sudah tubuhku mengejang dan mengeluarkan cairan
birahi saat mulut dan lidahnya bermain-main di
kewanitaanku. Akhirnya Dito perlahan-lahan merayap naik
ketubuhku dan melumat dadaku, sementara kakinya secara
perlahan membuka kedua kakiku. Sentuhan2 kulitnya
disekujur tubuhku membuat aku seperti
melayang-layang…aku memeluknya erat2 dan menanti apa
yang akan dilakukan Dito selanjutnya.

Dan…kemudian aku merasakan kejantanannya menyentuh mulut
kewanitaanku dan perlahan mamasukinya seluruh tubuhku
bergetar hebat merasakan ujung kejantanannya dalam mulut
kemaluanku yang semakin basah. Dito tidak langsung
memasukan seluruh kejantannya tapi berulang-kali
mengeluar-masukan ujung kemaluannya dengan perlahan
membuatku terbang melayang. Aku terpejam, merasakan
nikmatnya, diriku terombang-ambing ke alam lain. Aku
bahkan membuka kedua kakiku lebih lebar lagi seakan
meminta Dito agar memasukan kemaluannya lebih dalam lagi
dalam rongga kewanitaanku. Miliknya yang panjang dan
hangat itu semakin dalam masuk, aku terbelalak karena
rasa perih saat kejantananya merobek selaput daraku.
Dito seperti tahu persis apa yang harus dilakukannya, ia
melumat mulutku dengan lembut dan berbisik. “…rileks
Mayang, sedikit lagi kamu akan merasakan kenikmataan
seutuhnya…”sambil menjilati telingaku, menggigit mesra
leherku dan melumat puting payudaraku membangkitkan lagi
getar2 birahiku sehingga sakit itupun tidak lagi terasa.

"Aahhgg Dittoo..., ooooohh..", erangan yang panjang tak
dapat kutahan lagi saat merasakan seluruh kejantannya
yang keras dan panjang perlahan-lahan menyusuri rongga
kenikmatanku sampai akhirnya seluruhnya berada dalam
diriku. Aku memeluknya erat2 melumat bibirnya saat ia
mulai menggerakkan kemaluannya yang telah memenuhi
seluruh rongga kewanitaanku, keluar masuk dengan
perlahan. Sungguh kenikmatan yang sulit untuk
digambarkan, rintihan birahiku semakin menggila kala
Dito menggerakkan tubuhnya lebih cepat lagi.
Kejantanannya tanpa henti menghentak-hentak seluruh
bagian dalam kewanitaanku dan menggosok-gosok seluruh
dinding kemaluanku dengan keliarannya, hentakannya
semakin lama semakin cepat membuat aku semakin gila
mengeliat-geliat. Tubuh kami semakin diselimuti
peluh-peluh kenikmatan.

Setiap kali kejantanan Dito menerobos menguak
kewanitaanku dan saat Dito menariknya, seluruh tubuhku
dilanda kegelian, kegatalan dan entah rasa apalagi.
Akhirnya aku merasakan satu desakan keras di rongga
kewanitaanku aku menjerit dan mengerang kesetanan
membuat tubuhku mengejang dan memuntahkan cairan birahi
membasahi kejantanan Dito dan lorong kewanitaanku,
sungguh sebuah kenikmatan puncak yang tak terkira.
Seteleh itu entah berapa kali lagi tubuhku mengejang dan
mengeluarkan magma birahi, dan rasanya aku tidak ingin
berhenti merasakan kenikmatan ini.

Hingga akhirnya Dito semakin mempercepat gerakannya dan
kurasakan kejantanannya membesar ia kemudian menekan
keras kemaluannya hingga seluruhnya terbenam dalam
rongga kenikmatanku disertai erangan-erangan liarnya,
kurasakan semburan-semburan hangat keluar dari
kemaluannya, diikuti oleh semburan-semburan cairan
kenikmatan dari kewanitaanku membuat tubuhku seakan
melayang-layang. Dan kamipun lemas dalam kenikmatan yang
belum pernah aku rasakan seumur hidup.

Dihari-hari berikutnya aku tidak sabar untuk segera
bertemu dan menikmati kembali kejantanan Dito, ia begitu
banyak mengajarkan aku variasi dalam bersetubuh, oral
sex misalnya. Awalnya aku merasa jengah tapi begitu aku
merasakan lidahku menjalar-jalar dibatang kemaluannya
yang keras ada sensasi sexual yang lain terlebih ketika
aku mencium dan mulai menghisap kepala kemaluannya, Dito
yang tergetar akibat hisapanku membuat birahiku
memuncak. Saat seluruh kemaluannya berada dalam mulut
aku betul2 seperti kerasukan mengulum-ngulum,
menghisap-hisap dengan sangat bernafsu, dan sesekali
kurasakan kejantanan Dito seakan ingin menerobos
ketenggorokanku, begitu cairan birahinya
menyembur-nyembur, disertai erangan-erangan liar Dito
serta merasakan cairan hangat itu mengalir di
tenggorokanku aku merasakan sesuatu yang luar biasa,
tidak henti2nya aku hisap cairan2 tersisa seakan-akan
tidak ingin setetespun terlewatkan, aku sungguh sangat
menyukainya.
Suatu hari sepulang dari kafe dimobil dalam perjalanan
pulang membayangkan apa yang akan dilakukan Dito dirumah
membuatku “on”—mungkin akibat alkohol, Akupun mulai
meraba-raba miliknya, setelah mengeras kukeluarkan dari
balik celananya dan mulai kujilati dan mengulumnya
dengan rakus. Tanpa terasa kamipun sampai, dengan
tergesa-gesa kami melanjutkan lagi permainan panas
didalam mobil ke dalam rumah. Kami berpelukan dan saling
melumat dengan gairah yg membludak, puting susuku tak
terlepas dari lumatannya dan tangan kirinya menjalar
kedalam rok, mulai meremas2 dan memasukan jarinya
kedalam lubang kenikmatanku. Tapi kali ini Dito tidak
hanya memasukan jari tengah—seperti biasanya— ia
memasukan juga jari manisnya dan disusul dengan jari
kelingkingnya, dengan tiga jarinya Dito mengaduk-aduk
kemaluanku, permainan baru ini membuat seluruh tubuhku
menegang merasakan nikmat yang luar biasa.
Tubuhku yang sudah tidak tertutup sehelai benangpun
direbahkannya ditempat tidur dan ia melanjutkan
permainan “tiga jarinya” plus lidahnya yang
menjilat-jilat dan menghisap-hisap klitorisku membuat
kesadaranku seakan-akan hilang, tubuhku mengelepar-lepar
tak tentu arah. Dito kemudian membalik tubuhku pada
posisi tengkurap dan membuka kaki kananku, “tiga
jarinya” masih didalam kewanitaanku Ia menambah sentuhan
birahinya dengan menggigit-gigit
punggungku…aaahhhh….sungguh luar biasa…Setelah puas,
Dito mulai naik kepunggung dan dapat kurasakan
kejantannya memasuki kewanitaanku.
Dito tidak langsung menengelamkannya, Ia membiarkan
“kepalanya bermain-main” dulu membuat “milikku” semakin
basah, ditambah lagi dengan remasan tangannya di kedua
bukit kenikmatanku, serta pagutan-pagutannya dileher
membuat birahiku memuncak ingin rasanya Ia segera
meneggelamkan kemaluannya. Tapi kembali Dito memberikan
kejutan, ia mencabut kejantanannya, memegangnya dan
mengarahkannya ke lubang anusku, dengan tangan Dito
menekan kejantannya yang basah oleh cairan kenikmatan
sehingga ujungnya memasuki anusku, belum lagi hilang
rasa kagetku Dito kembali mencabut dan memindahkannya
“kepalanya” ke lubang kewanitaanku. Berkali-kali ia
memindahkan “kepalanya” di kedua lubangku dan tanpa
terasa kalau kemudian sudah bukan kepalanya lagi yang
masuk ke anusku tapi sudah hampir seluruhnya menguak dan
menerobos anusku…dan saat ia menenggelamkan seluruhnya
menimbulkan sensasi sexual yg dahsyat dan semakin
bertambah saat Dito mulai menarik dan mendorongnya
secara perlahan…aaakkhhhhhh….dapat kurasakan bagaimana
kejantanannya memberikan kenikmatan dalam anusku.
Dito tidak berhenti hanya sampai disitu ia kemudian
memasukan jari2nya yg nakal kedalam lubang
kenikmatanku…”ooooohhhh….Ditoooooo…” jeritku melepas
birahi yang membludak saat ia melakukan “double attack”
…”fuck meeee…fuck me hard honey...fuck my ass
harder…harder…” aku meracau tidak karuan, membuat Dito
semakin bernafsu dan semakin liar melakukan double
attack-nya dan…kembali tubuhku bergetar keras merasakan
dorongan magma birahi yang akan meledak…”…aaagghhhhhhh
Ditooo tekannnnn...aku keluaaarrrrrr” jeritku, dan
kurasakan lahar birahiku menyembur keras berbarengan
semburan Dito, kamipun terkulai lemas dalam kenikmatan.

Aku tidak menyesali memberikan “tiga” keperawananku
(kegadisan, mulut dan anus) kepada Dito bahkan
menikmatinya walau tidak ada janji-janji manis, hanya
gairah dan birahi yang diberikannya. Dito telah
memberikan “pengalaman” yang luar biasa dalam hidupku.

SEKRETARIS CABUL

Fabiola, yang biasa dipanggil Febby, seorang wanita
cantik berusia 25 tahun. Febby bekerja disalah satu
perusahaan pariwisata yang cukup terkenal sebagai
sekretaris. Tubuh Febby cukup sintal dan berisi,
didukung dengan sepasang gunung kembar berukuran 36B
serta wajah yang cantik, membuat setiap pria pasti
meliriknya, setiap kali ia berjalan.
Seperti biasa setiap hari Febby pergi ke kantornya di
bilangan Roxi Mas, yang tanpa disadarinya ia dibuntuti
sekelompok pemuda iseng yang hendak menculiknya.

Sudah beberapa hari para pemuda itu mempelajari
kebiasaan Febby pergi dan pulang kantor. Dan hari itu
mereka sudah menyusun rencana yang matang untuk menculik
Febby. Tiba-tiba dijalan yang sepi taksi yang ditumpangi
Febby dicegat secara tiba-tiba, dan sambil mengancam
sopir taksinya, mereka langsung menyeret Febby masuk
kedalam mobil mereka, dan tancap gas keras-keras, hingga
akhirnya mobil mereka larikan kearah pinggir kota,
dimana teman-teman mereka yang lain sudah menunggu
disebuah rumah yang sudah dipersiapkan untuk 'mengerjai'
Febby.

Didalam mobil Febby diapit oleh dua orang pemuda
berkulit hitam, sedangkan yang dua lagi duduk dikursi
depan. Febby sudah gemetaran karena takut, dan
benar-benar tidak berdaya ketika dua orang yang
mengapitnya memegang-megang tubuhnya yang sintal dan
putih itu. Dua pasang tangan hitam bergentayangan
disekujur tubuhnya, yang kebetulan pada hati itu Febby
mengenakan rok lebar sebatas lutut, dengan atasan blouse
putih krem yang agak tipis, hingga bra Wacoal hitam yang
dikenakannya lumayan terlihat jelas dari balik blouse
tersebut.

Dengan leluasa disepanjang jalan tangan-tangan jahil
tertersebut bergentayangan dibalik rok Febby sambil
meremas-remas paha putih mulus tersebut, hingga akhirnya
mereka tiba dirumah tersebut, dan mobil langsung
dimasukkan kedalam garasi dan rolling doorpun langsung
ditutup rapat-rapat. Febby yang sudah terikat tangan dan
kakinya, serta mulut tersumpal dan mata ditutup
saputangan digendong masuk kedalam ruang tamu, dan
didudukkan disofa yang cukup lebar.

Ikatan tangan, kaki, mulut dan mata Febby dibuka, dan
alangkah terkejutnya ia sekitar tiga puluh pemuda yang
hanya memakai cawat memandanginya dengan penuh nafsu
seks. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Febby pun mulai
dikerjai oleh mereka. Febby yang sudah tidak berdaya itu
hanya bisa duduk bersandar di sofa dengan lemas ketika
salah seorang lelaki mulai membuka kancing blouse-nya
satu persatu hingga blouse putih tersebut dicopot dari
tubuh sintalnya itu.

Beberapa orang lagi berusaha membuka rok merah Febby
hingga Febby pun akhirnya hanya memakai bra hitam serta
celana dalam nylon berwarna hijau muda, dan membuat
dirinya terlihat makin menggairahkan, dan spontan saja
para pemuda berandal tersebut langsung terlihat ereksi
dengan kerasnya. Celana dalam Febby pun langsung
buru-buru dilepas dan menjadi rebutan untuk mereka.

Febby dipaksa duduk dengan mengangkang lebar-lebar,
hingga vagina-nya yang ditumbuhi rambut-rambut halus itu
terlihat dengan jelas, dan mereka pun bergantian
menjilati serta menghisap-hisap bibir vagina Febby
dengan nafsunya. Kepala mereka terlihat tenggelam
diantara kedua pangkal paha Febby, sementara yang
lainnya bergantian meremas-remas kedua gunung kembar
Febby yang montok itu. Kop BH Febby diturunkan ke bawah
hingga kedua gunung kembarnya muncul bergelayutan dengan
indahnya, dan menjadi bulan-bulanan pemuas nafsu untuk
mereka.

Tidak puas dengan hanya meremas-remas saja, beberapa
orang mulai mencoba untuk mengisap-ngisap puting susu
gunung kembar Febby yang ranum itu, hingga akhirnya
Febby pun dipaksa oral seks untuk mereka. Bergantian
mereka memaksa Febby untuk mengulum-ngulum batang penis
mereka keluar masuk mulutnya. Kepala Febby dipegangi
dari arah belakang hingga tidak bisa bergerak, sementara
itu yang lain bergantian mengeluar-masukkan batang penis
mereka dimulut Febby yang seksi itu hingga mentok
kepangkal paha mereka.

Batang penis yang rata-rata panjangnya 17 senti itu
terlihat masuk semua kedalam mulut Febby, hingga
mencapai kerongkongannya. Tak ketinggalan Febby pun
dipaksa untuk 'mencicipi' buah zakar mereka secara
bergantian. Sepasang buah sakar tampak terlihat dikulum
Febby hingga masuk semua kedalam mulutnya yang mungil
itu. Wajah Febby yang cantik itu bergantian
ditekan-tekan diselangkangan para pemuda berandal
tersebut hingga buah sakar mereka masuk semua kedalam
mulutnya.

Setelah puas dengan acara 'pemanasan' tersebut Febby pun
dipaksa tiduran diatas kanvas diruang tamu tersebut dan
dengan paha yang mengangkang lebar, batang penispun
mulai keluar masuk vagina Febby yang masih 'rapat' itu,
mereka dengan tidak sabarnya bergantian menjajal vagina
Febby dengan batang penis mereka yang rata-rata panjang
dan besar itu. Bagi yang belum kebagian jatah terpaksa
memainkan-mainkan penisnya diwajah dan mulut Febby.

Beberapa orang dengan nafsunya memukul-mukulkan batang
penisnya di wajah Febby sambil mendesah-desah dengan
nafsu. Bosan dengan gaya tiduran, Febby dipaksa duduk di
sofa lagi dengan paha mengangkang lebar dan kembali 'di
embat' bergantian, sementara bibir Febby tetap sibuk
dipaksa mengulum batang penis yang tampak mengkilat
karena air liur Febby yang menempel di batang penis
tersebut.

Sementara para pemuda yang mendapat giliran mengocok
vagina Febby tampak sangat bersemangat sekali hingga
bunyi batang penis yang keluar masuk vagina Febby
terdengar sangat jelas. Hampir dua jam sudah Febby
"dikerjain" dengan intensif oleh puluhan pemuda
tersebut, hingga akhirnya satu persatu mulai
berejakulasi. Tiga puluh pemuda mengantri Febby untuk
berejakulasi diwajah Febby yang cantik itu.

Dimulai oleh empat orang berdiri mengelilingi Febby
dengan batang penis menempel disekitar wajah Febby yang
cantik. Sementara seorang lagi mengocok vagina Febby
dengan nafsunya, hingga akhirnya ia tak tahan lagi dan
mencabut batang penisnya dari vagina Febby, dan....
croott.... crootttt... croooottttt!!! air mani muncrat
mengenai sekujur wajah Febby, melihat hal tersebut yang
lain pun tak mau ketinggalan dan bergantian
mengocok-ngocok batang penisnya cepat-cepat diwajah dan
mulut Febby, hingga berakhir dengan semprotan air mani
diwajahnya. Bahkan tak sedikit mengeluarkan airmani nya
didalam mulut Febby, lalu memaksa Febby untuk
menelannya.

Sekitar dua puluh menit, wajah Febby dihujani 'air mani'
yang kental itu, hingga Febby terlihat basah kuyub oleh
sperma mulai dari rambut hingga gunung kembarnya
terlihat mengkilat oleh basahnya sperma puluhan pemuda
berandal tersebut.


Part II

Jam menunjukkan pukul jam satu siang, dan Febby pun baru
selesai 'dikerjain' oleh mereka, dan terlihat lemas tak
berdaya dengan muka yang masih belepotan sperma. Tiga
orang pemuda membawa Febby kedalam kamar mandi yang
terlihat sangat mewah, dan memandikan Febby dengan air
hangat serta sabun cair yang sangat wangi. Febby disuruh
tiduran sambil direndam air hangat, sementara ketiga
pemuda tersebut bergantian menyabuni tubuh Febby yang
putih sintal itu dengan bernafsu, sambil sesekali
meremas-remas selangkangan dan gunung kembar Febby yang
terasa licin oleh sabun tersebut. Hingga akhirnya ketiga
pemuda tersebut sudah tidak tahan lagi dan Febby pun
diperkosa lagi didalam kamar mandi itu.

Mereka mengeluarkan Febby dari bak rendam, dan dibawah
pancuran air hangat Febby dipaksa nungging, dan dua
pemuda bergantian menyetubuhi Febby dari arah belakang,
sedangkan yang satunya mengeluarmasukkan batang penisnya
di mulut Febby, sambil memegangi rambut Febby hingga
kepala Febby tidak dapat bergerak. Setengah jam sudah
Febby 'diobok-obok' didalam kamar mandi, dan diakhiri
dengan meyemprotkan air mani masing-masing didalam mulut
Febby, dan tiga porsi air mani itu dalam sekejap sudah
pindah kedalam mulut Febby, dan sisa-sisa sperma masih
terlihat berceceran disekitar wajah Febby yang putih
itu.


Part III

Selesai dimandikan, Febby kembali didandani hingga
terlihat sangat cantik. Bra hitamnya yang berukuran 36B
itu kembali dipasangkan. Celana dalam nylon Febby sudah
raib jadi rebutan, hingga vagina Febby dibiarkan
terlihat, sementara beberapa pemuda berandal itu sibuk
menjepretkan kamera digitalnya kearah Febby. Febby
dipaksa berpose dengan berbagai gaya yang sensual, mulai
dari adegan membuka bra nya sendiri hingga duduk
mengangkang sambil memasukkan batangan ketimun kedalam
vaginanya.

Puas mengambil berbagai pose Febby, seorang pemuda
mengambil dua gelas minuman dari dalam kulkas dan
sepotong hamburger untuk Febby. Dan betapa terkejutnya
Febby ketika tahu bahwa dua gelas minuman tersebut
adalah sperma yang sudah disimpan berhari-hari di dalam
kulkas. Seorang pemuda lagi mengambil suntikan besar
tanpa jarum. Febby dipaksa membuka mulut lebar-lebar,
sementara salah seorang menyedot sperma dalam gelas
tersebut dengan suntikan besar itu, kemudian
menyuntikkannya kedalam mulut Febby, hingga tertelan
langsung kedalam tenggorokkannya. Mereka dengan
brutalnya bergantian menyuntikkan 'air mani basi' itu ke
mulut Febby hingga habis satu gelas penuh. Masih sisa
satu gelas lagi, dan hamburger untuk Febby pun diolesi
penuh dengan sperma tersebut, dan Febby pun dipaksa
makan hingga habis. Sisa sperma sebanyak setengah gelas
terpaksa disedot Febby dengan sedotan hingga tandas tak
bersisa.

Selesai 'memberi makan' Febby, mereka kembali mengantri
Febby. Namun kali ini Febby tidak disetubuhi, mereka
hanya memaksa Febby mengulum-ngulum batang penis mereka
dimulut Febby, serta mengocok-ngocoknya dengan kedua
tangan Febby yang lentik itu. Tiga puluh batang penis
kembali bergantian dikulum-kulum Febby, sementara yang
lainnya memaksa Febby menggenggam batang penisnya dengan
kedua tangannya, yang lainnya lagi sibuk memain-mainkan
alat kelaminnya diwajah dan rambut Febby. Hingga
akhirnya Febby kembali dihujani puluhan porsi sperma
segar di wajah dan mulutnya. Pertama kali sperma muncrat
dari lubang penis tepat didepan wajah Febby hinggga
tepat mengenai dahi hingga bibir Febby, yang lainnya pun
ikut menyusul hingga puluhan semprotan sperma
berhamburan diseluruh wajah Febby yang cantik itu.
Sementara itu dua orang pemuda dari kiri dan kanan Febby
menyendoki air mani yang bertetesan di wajah Febby, lalu
menyuapinya hingga mereka puas.

BELLA..OH..UPS

Awal aku mengenalnya pada saat dia mengundang
perusahaan tempatku bekerja untuk memberikan penjelasan
lengkap mengenai produk yang akan dipesannya.

Sebagai marketing, perusahaan mengutusku untuk
menemuinya. Pada awal pertemuan siang itu, aku sama
sekali tidak menduga bahwa Ibu Bella yang kutemui
ternyata pemilik langsung perusahaan. Wajahnya cantik,
kulitnya putih laksana pualam, tubuhnya tinggi langsing
(Sekitar 175 cm) dengan dada yang menonjol indah. Dan
pinggulnya yang dibalut span ketat membuat bentuk
pinggangnya yang ramping kian mempesona, juga pantatnya
wah.. sungguh sangat montok, bulat dan masih kencang.

Sepanjang pembicaraan dengannya, konsentrasiku tidak
100%, melihat gaya bicaranya yang intelek, gerakan
bibirnya yang sensual saat sedang bicara, apalagi kalau
sedang menunduk belahan buah dadanya nampak jelas, putih
dan besar.

Di sofa yang berada di ruangannya yang mewah dan lux,
kami akhirnya sepakat mengikat kontrak kerja. Sambil
menunggu sekretaris Ibu Bella membuat kontrak kerja,
kami mengobrol kesana-kemari bahkan sampai ke hal yang
agak pribadi. Aku berani bicara kearah sana karena Ibu
Bella sendiri yang memulai. Dari pembicaraan itu, baru
kuketahui bahwa usianya baru 25 tahun, dia memegang
jabatan direktur sekaligus pemilik perusahaan
menggantikan almarhum suaminya yang meninggal karena
kecelakaan pesawat.

"Pak gala sendiri umur berapa", bisiknya dengan nada
mesra.
"Saya umur 26 tahun, Bu!" balasku.
"sudah berkeluarga", pertanyaannya semakin menjurus, aku
sampai GR sendiri.
"Belum, Bu!"
Tanpa kutanya, Ibu Bella menerangkan bahwa sejak
kematian suaminya setahun lalu, dia belum mendapatkan
penggantinya.
"Ibu cantik, masih muda, saya rasa seribu lelaki akan
berlomba mendapatkan Ibu bella", aku sedikit memujinya.
"Memang, ada benarnya juga yang Bapak Gala ucapkan, tapi
mereka rata-rata juga mengincar kekayaan saya", nadanya
sedikit merendah.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, Ibu Bella
bangkit berdiri membukakan pintu, ternyata sekretarisnya
telah selesai membuat kontrak kerjanya.
"Kalau begitu, saya permisi pulang, Bu!, semoga
kerjasama ini dapat bertahan dan saling menguntungkan",
aku segera pamit dan mengulurkan tangan.
"Semoga saja", tangannya menyambut uluran tanganku.
"Terima kasih atas kunjungannya, pak Gala."
Cukup lama kami bersalaman, aku merasakan kelembutan
tangannya yang bagaikan sutera, namun sebentar kemudian
aku segera menarik tanganku, takut dikira kurang ajar.
Namun naluri laki-lakiku bekerja, dengan halus aku mulai
merancang strategi mendekatinya.

"Oh ya, Bu Bella, sebelum saya lupa, sebagai perkenalan
dan mengawali kerjasama kita, bagaimana kalau Ibu Bella
saya undang untuk makan malam bersama", aku mulai
memasang jerat.
"Terima kasih", jawabnya singkat.
"Mungkin lain waktu, saya hubungi Pak Gala, untuk
tawaran ini."
"Saya tunggu, Bu.. permisi"
Aku tak mau mendesaknya lebih lanjut. Aku segera
meninggalkan kantor Ibu Bella dengan sejuta pikiran
menggelayuti benakku. Sepanjang perjalanan, aku selalu
terbayang kecantikan wajahnya, postur tubuhnya yang
ideal. Ah.. kayaknya semua kriteria cewek idaman ada
padanya.

Tak terasa satu bulan sejak pertemuan itu, meskipun aku
sering mampir ke tempat Ibu Bella dalam kurun waktu
tersebut, tapi tidak kutemui tanda-tanda aku bisa
mengajaknya sekedar Dinner. Meskipun hubunganku
dengannya menjadi semakin akrab.

Menginjak bulan ke-2, akhirnya aku bisa mengajaknya
keluar sekedar makan malam. Aku ingat sekali waktu itu
malam Minggu, kami bagai sepasang kekasih, meskipun pada
awalnya dia ngotot ingin menggunakan mobilnya yang
mewah, akhirnya dia bersedia juga menggunakan mobil
Katanaku yang bisa bikin perut mules.

Beberapa kali malam Minggu kami keluar, sungguh aku jadi
bingung sendiri, aku hanya berani menggenggam jarinya
saja, itupun aku gemetaran, degup-degup di jantungku
terasa berdetak kencang padahal hubungan kami sudah
sangat dekat, bahkan aku dan dia sama-sama saling
memanggil nama saja, tanpa embel-embel Pak atau Bu.

Sampai pada malam Minggu yang kesekian kalinya,
kuberanikan diri untuk memulainya, waktu itu kami di
dalam bioskop. Dalam keremangan, aku menggenggam
jarinya, kuelus dengan mesra, kelembutan jarinya
mengantarkan desiran-desiran aneh di tubuhku, kucoba
mencium tangannya pelan, tidak ada respon, kulepas
jemari tangannya dengan lembut. Kurapatkan tubuhku
dengan tubuhnya, kupandangi wajahnya yang sedang serius
menatap layar bioskop.

Dengan keberanian yang kupaksakan, kukecup pipinya. Dia
terkejut, sebentar memandangku. Aku berpikir pasti dia
akan marah, tapi respon yang kuterima sungguh membuatku
kaget. Dengan tiba-tiba dia memelukku, mulutnya yang
mungil langsung menyambar mulutku dan melumatnya. Sekian
detik aku terpana, tapi segera aku sadar dan balas
melumat bibirnya, ciumannya makin ganas, lidah kami
saling membelit mencoba menelusuri rongga mulut lawan.
Sementara tangannya semakin kuat mencengkram bahuku. Aku
mulai beraksi, tanganku bergerak merambat ke
punggungnya, kuusap lembut punggungnya, bibirku yang
terlepas menjalar ke lehernya yang jenjang dan putih,
aku menggelitik belakang telinganya dengan lidahku.

"Bella, aku sayang kamu", kubisikkan kalimat mesra di
telinganya.
"Gal, akupun sayang kamu", suaranya sedikit mendesah
menahan birahinya yang mulai bangkit.
Dan saat tanganku menyusup ke dalam blousnya, erangannya
semakin jelas terdengar. Aku merasakan kelembutan buah
dadanya, kenyal. Kupilin halus putingnnya, sementara
tanganku yang satunya menelusuri pinggangnya dan
meremas-remas pinggulnya yang sangat bahenol.

Segera kubuka kancing blous bagian depannya, suasana
bioskop yang gelap sangat kontras sekali dengan buah
dadanya yang putih. Perlahan kukeluarkan buah dadanya
dari branya, kini di depanku terpampang buah dadanya
yang sangat indah, kucium dan kujilat belahannya,
hidungku bersembunyi diantara belahan dadanya, lidahku
yang basah dan hangat terus menciumi sekelilingnya
perlahan naik hingga ke bagian putingnya. Kuhisap pelan
putingnya yang masih mungil, kugigit lembut, kudorong
dengan lidahku. Bella semakin meracau. Tanganya menekan
kuat kepalaku saat putingnya kuhisap agak kuat.
Sementara aku merasakan gerakan di celanaku semakin
kuat, senjataku sudah menegang maksimal.

Tanganku yang satunya sudah bergerak ke pahanya, spannya
kutarik ke atas hingga batang pahanya tampak mulus,
putih. Kubelai, kupilin pahanya sementara mulutku
mengisap terus puting buah dadanya kiri dan kanan. Dan
saat jariku sampai di pangkal pahanya, aku menemukan
celana dalamnya. Perlahan jari-jariku masuk lewat celah
celana dalamnya, kugeser ke kiri, akhirnya jari-jariku
menemukan rambut kemaluannya yang sangat lebat.

Dengan tak sabar, kugosokkan jariku di klitorisnya
sementara mulutku masih asyik menjilati puting buah
dadanya yang semakin mencuat ke atas pertanda gairahnya
sudah memuncak, meskipun jari-jariku sedikit terhalang
celana dalamnya tapi aku masih dapat menggesek
klitorisnya, bahkan dengan cepat kumasukkan jariku ke
dalam celahnya yang lembat, terasa agak basah. Jariku
berputar-putar di dalamnya, sampai kutemukan tonjolan
lembut bergerigi di dalam kemaluannya, kutekan dengan
lembut G-spotnya itu, kekiri dan kekanan perlahan.

"Achhh... Gala.. aku sudah nggak tahan.. Terus Gal...
oh..." Suaranya makin keras, birahinya sudah dipuncak.
Tangannya menekan kepalaku ke buah dadanya hingga aku
sulit bernafas, sementara tangan yang satunya menekan
tanganku yang di kemaluannya semakin dalam. Akhirnya
kurasakan seluruh tubuhnya bergetar, kuhisap kuat puting
susunya, kumasukkan jariku semakin dalam. "Ahhh... oh..
Gal.. aku ke..lu..ar..." Kurasakan jariku hangat dan
basah. "Makasih Gal, sudah lama aku tak merasakan
kenikmatan ini." Aku hanya bisa diam, menahan tegangnya
senjataku yang belum terlampiaskan tapi rupanya Bella
sangat pengertian. Dengan lincahnya dibukanya
reitsleting celanaku, jari-jarinya mencari senjataku.
Aku membantunya dengan menggerakan sedikit tubuhku. Saat
tangannya mendapatkan apa yang dicarinya, sungguh
reaksinya sangat hebat. "Oh... besar sekali Gal.. aku
suka.. aku suka barang yang besar.." Bella seperti anak
kecil yang mendapatkan permen.

Senjataku yang sudah kaku perlahan dikocoknya, aku
merasakan nikmat atas perlakuannya, sementara tangannya
asyik mengocok batang senjataku, tangan satunya membuka
kancing bajuku, mulutnya yang basah menciumi dadaku dan
menjilati putingku, sesekali Bella menghisap putingku.
Aliran darahku semakin panas, gairahku makin terbakar.
Aku merasakan spermaku sudah mengumpul di ujung,
sementara kepala senjataku semakin basah oleh pelumas
yang keluar.

"Bella, aku sudah nggak tahan..."
"Tahan sebentar, Gal.."
Bella melepaskan jilatan lidahnya di dadaku dan langsung
memasukkan senjataku ke dalam mulutnya, aku merasakan
kuluman mulutnya yang hangat dan sempit. Kulihat
mulutnya yang mungil sampai sesak oleh kemaluanku. Bella
semakin kuat mengocok batang senjataku ke dalam
mulutnya. Akhirnya kakiku sedikit mengejang untuk
melepaskan spermaku. "Awas Bell, aku mau keluar.."
kutarik rambutnya agar menjauh dari batang senjataku,
tapi Bella malah memasukkan senjataku ke dalam mulutnya
lebih dalam, aku tak tahan lagi, kulepaskan tembakanku,
7 kali denyutan cukup memenuhi mulutnya yang mungil
dengan spermaku. Bella dengan lahap langsung menelannya
dan membersihkan cairan yang tertinggal di kepala
senjataku dengan lidahnya. Aku menarik nafas panjang
mengatur degup jantungku yang tadi sangat cepat.

Setelah lampu menyala kembali pertanda pertunjukan telah
usai, kami sudah rapi kembali. Kulihat jam di
pergelangan tanganku menunjukan pukul 10.00 malam. Aku
langsung mengantarnya pulang, dalam perjalanan kami tak
banyak bicara, kami saling memikirkan kejadian yang baru
saja kami alami bersama.

Sampai di rumahnya yang mewah di bilangan Pluit, aku
langsung ditariknya menuju kamar pribadinya yang sangat
luas. "Gal, saya belum puas, kita teruskan permainan
yang tadi.." Tangannya langsung membuka kancing bajuku
dan mulai membangkitkan gairahku, sementara pikiranku
semakin bingung, kenapa Bella yang tadinya kalem bisa
berubah ganas begini? Tapi pikiranku kalah dengan gairah
yang mulai berkobar di dadaku, terlebih saat tangannya
dengan lihai mengusap dadaku. Bagai musafir seluruh
tubuhku dicium dan dijilatinya dengan penuh nafsu. Aku
pun tak mau kalah sigap, di ranjangnya yang empuk kami
bergulat saling memilin, melumat, dan saling menghisap.

Saat pakaian kami mulai tertanggal dari tempatnya. Kami
saling melihat, aku melihat kesempurnaan tubuhnya,
apalagi di daerah selangkangannya yang putih bersih,
sangat kontras dengan bulu kemaluannya yang sangat hitam
dan lebat. Dan Bella memandangi senjataku yang mengacung
menunjuk langit-langit kamar. Hanya sebentar kami
berpandangan, aku langsung meraih tubuhnya dan
memapahnya ke ranjang. Kuletakkan hati-hati tubuhnya
yang gempal dan lembut, aku mulai menciumi seluruh
tubuhnya, lidahku menari-nari dari leher sampai ke
jari-jari kakinya. Kuhisap puting buah dadanya yang
kemerahan, kujilat dan sesekali kugigit mesra.
Ssementara tanganku yang lain meremas-remas pinggul dan
pantatnya yang sangat kenyal.

Pergulatan kami semakin seru, kini posisi kami
berbalikan seperti angka 69, kami saling menghisap
puting dada. Saat aku memainkan puting dadanya yang
sudah mencuat, lidahnya menjilati putingku. Aku turun
menjilati perutnya, kurasakan juga perutku dijilati dan
akhirnya lidah kami saling menghisap kemaluan.

Aku merasakan hangat di kepala senjataku saat lidahku
menari-nari menelusuri celah kemaluannya, lidahku
semakin dalam masuk ke dalam celah kewanitaannya yang
telah basah, kuhisap klitorisnya kuat-kuat, kurasakan
tubuhnya bergetar hebat.

Lima belas menit sudah kami saling menghisap, nafsuku
yang sudah di ubun-ubun menuntut penyelesaian. Segera
aku membalikkan tubuhku. Kini kami kembali saling
melumat bibir, sementara senjataku yang sudah basah oleh
liurnya kuarahkan ke celah pahanya, sekuat tenaga aku
mendorongnya namun sulit sekali. Tubuh kami sudah
bersimbah peluh. Akhirnya tak sabar tangan Bella memandu
senjataku, setelah sampai di pintu kemaluannya, kutekan
kuat, Bella membuka pahanya lebar-lebar dan senjataku
melesak ke dalam kemaluannya. Kepala senjataku sudah
berada di dalam celahnya, hangat dan menggigit. Kutahan
pantatku, aku menikmati remasan kemaluannya di
batanganku. Perlahan kutekan pantatku, senjataku amblas
sedalam-dalamnya. Gigi Bella yang runcing tertancap di
lenganku saat aku mulai menaikturunkan pantatku dengan
gerakan teratur.

Remasan dan gigitan liang kewanitaannya di seluruh
batang senjataku terasa sangat nikmat. Kubalikan
tubuhnya, kini tubuh Bella menghadap ke samping.
Senjataku menghujam semakin dalam, kuangkat sebelah
kakinya ke pundakku. Batang senjataku amblas sampai
mentok di mulut rahimnya. Puas dari samping, tanpa
mencabut senjataku, kuangkat tubuhnya, dengan gerakan
elastis kini aku menghajarnya dari belakang. Tanganku
meremas bongkahan pantatnya dengan kuat, sementara
senjataku keluar masuk semakin cepat. Erangan dan
rintihan yang tak jelas terdengar lirih, membuat
semangatku semakin bertambah. Ketika kurasakan ada yang
mau keluar dari kemaluanku, segera kucabut senjataku.
"Pllop.." terdengar suara saat senjataku kucabut,
mungkin karena ketatnya lubang kemaluan Bella
mencengkram senjataku. "Achh, kenapa Gal.. aku sedikit
lagi", protes Bella. Dia langsung mendorong tubuhku,
kini aku telentang di bawah, dengan sigap Bella meraih
senjataku dan memasukkannya ke dalam lubang sorganya
sambil berjongkok.

Kini Bella dengan buasnya menaikturunkan pantatnya,
sementara aku di bawah sudah tak sanggup rasanya menahan
nikmat yang kuterima dari gerakan Bella, apalagi saat
pinggulnya sambil naik-turun digoyangkan juga
diputar-putar, aku bertahan sekuat mungkin.

Satu jam sudah berlalu, kulihat Bella semakin cepat
bergerak, cepat hingga akhirnya aku merasakan semburan
hangat di senjataku saat tubuhnya bergetar dan mulutnya
meracau panjang. "Oh.. aku puas Gal, sangat puas.."
tubuhnya tengkurap di atas tubuhku, namun senjataku yang
sudah berdenyut-denyut belum tercabut dari kemaluannya.
Kurasakan buah dadanya yang montok menekan tubuhku
seirama dengan tarikan nafasnya.

Setelah beberapa saat, aku sudah merasakan air maniku
tidak jadi keluar, segera kubalikkan tubuhnya kembali.
Kini dengan gaya konvensional aku mencoba meraih puncak
kenikmatan, kemaluannya yang agak basah tidak mengurangi
kenikmatan. Aku terus menggerakkan tubuhku. Perlahan
gairahnya kembali bangkit, terlebih saat batang
senjataku mengorek-ngorek lubang kemaluannya kadang
sedikit kuangkat pantatku agar G-spotnya tersentuh. Kini
pinggul Bella yang seksi mulai bergoyang seirama dengan
gerakan pantatku. Jari-jarinya yang lentik mengusap
dadaku, putingku dipilin-pilinnya, hingga sensasi yang
kurasakan tambah gila.

Setengah jam sudah aku bertahan dengan gaya
konvensional. Perlahan aku mulai merasakan cairanku
sudah kembali ke ujung kepala senjataku. Saat gerakanku
sudah tak beraturan lagi, berbarengan dengan hisapan
Bella pada putingku dan pitingan kakinya di pinggangku,
kusemprotkan air maniku ke dalam kemaluannya, kami
berbarengan orgasme.

Sejak kejadian itu, kami sering melakukannya. Aku baru
tahu bahwa gairahnya sangat tinggi, selama ini dia
bersikap alim, karena tidak mau sembarangan main dengan
cowok. Dia mau denganku karena aku sabar, baik dan tidak
mengejar kekayaannya. Apalagi begitu dia tahu bahwa
senjataku dua kali lipat mantan suaminya, tambah lengket
saja. Memang yang kukejar hanyalah kenikmatan dunia yang
didasari Cinta. Kalau harta sih, ada sukur, nggak ada
ya.. cari dong.