Thursday, May 3, 2007

PENGALAMAN DITO

Nama panggilanku Mayang. 21 tahun, bekerja di
perusahaan swasta di Jakarta, Aku tergolong wanita
dengan wajah biasa-biasa saja dengan tinggi badan 169 cm
dan berat 50 kg, rambut seleher, kulit putih, banyak
yang bilang aku memiliki bentuk tubuh yang bagus, sangat
proposional. Sejak remaja, kehidupan sosialku tergolong
cukup ‘konservatif’. Berbeda dengan kawan lainnya yang
bebas berteman atau berpacaran, sementara aku hanya
boleh dikunjungi kawan atau pulang bermain sampai jam 8
malam, terlambat sedikit saja aku akan seperti pesakitan
yang diinterogasi polisi oleh orangtua. Setelah bekerja
barulah aku mendapat kebebasan.

Akhir Januari ‘91 adalah pertama kali aku berkenalan
dengan Dito (37) cukup unik, salah sambung telpon yang
mengakibatkan salah pengertian, sehingga menimbulkan
argumentasi yang sengit. Namun setelah menyadari
kesalahannya Ia minta maaf berkali-kali, ini dilanjutkan
dihari-hari berikutnya, Ia pun kemudian semakin sering
menelpon. Dito adalah seorang pimpinan divisi
dikantornya, lima tahun menduda. Aku begitu terkesan
dengan suaranya yang sangat bersahabat, apalagi
banyolan2nya yang segar membuat waktu istirahat dikantor
lebih ceria. Aneh rasanya seperti ada sesuatu yang
hilang bila Ia tidak menelpon, sialnya, aku tidak berani
menghubunginya walau hati kecil mendesak untuk memutar
no. telponnya. Tiga bulan sudah kami bertelepon,
sepertinya Ia tidak punya keinginan untuk bertemu muka,
hal itu membuat aku sangat panasaran.

Aku sangat menunggu saat2 dimana ada kesempatan untuk
mengemukakan keinginan untuk bertemu dengannya tanpa
harus kehilangan muka. Pucuk dicinta ulam tiba, kata
pepatah, suatu saat diakhir minggu—seperti biasanya—Ia
menelpon untuk mengatakan “have a nice weekend” Aku
memberanikan menanyakan rencananya menghabiskan ‘long
weekend’ karena Seninnya tanggal merah.
“…tidak ada yang spesial, niatnya sih ingin membereskan
rumah” jawabnya, aku sendiri baru tahu bahwa Ia tinggal
sendiri di paviliun kontrakannya.
“…tidak keberatan kalau dibantu” tanpa sadar aku
menawarkan diri. Menyadari kecorobohan ini mukaku
memerah , baru saja ingin meralat Dito telah menyambut
tawaranku dengan gembira
“…terima kasih sekali, memang rumahku ini perlu sentuhan
tangan wanita” ucapnya, aku benar-benar tersipu,
alangkah malunya. Bertemu mukanya dengannya memang
keinginanku tapi mustinya bukan aku yang memulai, apa
pandangannya nanti? Belum lagi sempat mememikirkan cara
membatalkannya Dito telah menetapkan waktu “…aku tunggu
kamu besok jam 10.00 dirumah” dan memberikan alamat
rumahnya.

Keesokan hari, saat sampai dirumahnya aku sempat ragu,
rasanya ingin kembali pulang, namun entah kenapa
tanganku lebih memilih menekan bel daripada melangkah
pulang. Tak lama kemudian dari dalam rumah keluar lelaki
berperawakan sedang, berkulit coklat mengenakan jeans
dengan T-shirt hitam dengan wajah yang tidak terlalu
istimewa namun dihiasi senyum yang sangat menarik
“…Mayang ya” tegurnya sambil membukakan pagar, aku
mengangguk dan membalas dengan bertanya “…Dito?” Ia pun
mengangguk dan menyalamiku dengan genggaman tangannya
kuat sambil menepuk-nepuk lembut punggung telapak
tanganku dengan akrab sekali.

Sesampai di ruang tamu bergaya ‘Jepang’—tidak ada kursi
hanya bantal2 besar dan meja—paviliun kecil dengan kesan
lelaki yang sangat kuat. Setengah jam kami berbasa-basi.
Ia lebih banyak mendominasi pembicaraan yang benar-benar
mencairkan suasana yang agak kikuk, aku hanya terpana
melihat Dito berbicara, tawanya yang lepas, dan canda
nakalnya yang sering membuat wajahku merona merah, dan
kemudian “…ayo kita mulai kerja bakti…” ajaknya sambil
tersenyum. Senyum yang aku yakin telah memikat banyak
wanita. Aku segera menuju dapur—yang juga sangat
lelaki—piring, gelas dan sendok kotor menumpuk,
sementara Dino membersihkan kamar tidur yang sekaligus
berfungsi sebagai ruang istirahat dengan segala pernik
elektronik. Sesekali ia menengokku di dapur dengan
celetukan-celetukan lucunya membuat aku tidak dapat
menahan tawa. Sambil mencuci aku sempat tersipu-sipu
membayangkan kegiatan kami yang layaknya seperti
pasangan yang baru menikah.

Jam 1.00 siang ‘kerja bakti’ tuntas, sebelum permisi
untuk mandi Dito memesan pizza lewat telpon untuk makan
siang, Ia menyilahkan aku memutar VCD sementara
menunggunya mandi. Aku memilih film sekenanya saja
karena tidak ada bintang2 filmnya yang familiar. Aku
sempat kaget melihat adegan ciuman difilm itu yang
berbeda dengan adegan ciuman difilm yang biasa aku
tonton dan yang membuat aku terkejut ternyata adegan
ciuman itu berlanjut lebih dahsyat lagi. Sambil
berciuman tangan pria di film itu mulai meraba-raba paha
pasangannya dan semakin naik hingga dibagian sensitif
dibalik rok. Mata si wanita terpejam menikmati
elusan-elusan itu. Apalagi adegan selanjutnya yang
memperlihatkan pria itu menciumi buah dada pasangannya
yang saat itu sudah telanjang bulat, aku betul2 terpana!
Ingin rasanya mematikan VCDnya tapi rasa ingin tahu akan
apa yang terjadi berikutnya membuat aku tidak menekan
tombol off di remote control, adegan berikutnya semakin
memanas, saat siwanita membuka celana dalam pasangannya
aku menahan napas melihat kemaluannya yang panjang dan
besar itu dijilati dan dihisap!

Ada rasa aneh yang menjalar ditubuhku, membuat aku duduk
dengan gelisah, dan semakin gelisah lagi waktu si pria
mulai menyetubuhi pasangannya. Seumur hidup belum pernah
aku menyaksikan adegan2 seperti itu, mimik si wanita
yang demikian menikmati ditambah lagi desah2annya telah
membuat bagian2 sensitif ditubuhku mengeras, tanpa sadar
aku pun merapatkan paha dan menggerak-geraknya, napasku
pun mulai tidak terartur…saat itulah lamat2 kudengar
pintu kamar mandi terbuka, secepat kilat kutekan tombol
off di remote control dan mengembalikan piringan VCD
ketempatnya. Dan benar, Dito berdiri di sampingku
kelihatan lebih segar dan harum
"Kok udah selesai nontonnya ?" Tanya Dito.
"Ngga kok aku Cuma denger radio aja" Jawabku berbohong.
Belum lagi berbicara banyak pengantar pizza tiba, “safe
by the bell”, aku begitu lega karena kuatir Dito
mengetahui kebohonganku.

Kami pun menikmati makan siang sambil lesehan dikamarnya
yang merangkap ruang istirahat sambil bercengkerama.
Berbicara dengannya betul2 mengasyikan, iya tahu betul
kapan harus berbicara dan kapan harus menjadi pendengar
yang baik, Duduk lesehan membuat rok jeansku sedikit
tersingkap, sesekali aku menangkap pandangan Dito yang
mencuri tatap kearah pahaku yang putih dan anehnya aku
bukannya malu malah sebaliknya menikmati tatapnya.
“Mau nonton VCD” Dito menawarkan, selesai kami makan
“Tapi filmnya belum disensor, ngga apa2 kan?” aku
mengerti maksudnya dan bingung mau menjawab apa,
kebingunganku diartikan ‘iya’ rupanya, Dito langsung
memutar VCD, kami duduk lesehan dengan menyandarkan
punggung masing2 ditembok. Kembali adegan2 yang aku
lihat tadi muncul dilayar TV 29’nya, hanya saja
ceritanya berbeda. Awalnya aku cukup risih juga nonton
adegan2 panas itu berdua tapi melihat Dito begitu santai
tidak ada tendensi apa2 aku pun mulai relaks dan
menikmati film ‘panas’ itu. Kembali perasaan aneh itu
muncul setelah 20 menit melihat adegan yang seronok itu,
dan entah bagaimana mulainya tiba2 aku merasa bibirnya
mengecup lembut leherku, dapat aku rasakan darahku
berdesir.

Ya, ampun! aku bukannya mengelak atau marah, malah
sebaliknya menikmati kehangatan bibirnya dileherku yang
kemudian menjalar kebibirku, kecupan lembutnya
perlahan-lahan berubah, Dito mulai mengulum bibirku, aku
terpejam ketika merasakan lidahnya menerobos mulutku.
Aku bukannya tidak pernah berciuman, tapi yang seperti
dilakukan Dito baru pertama aku rasakan dan ini
menimbulkan sesuatu yang luar biasa. Belum hilang rasa
itu, aku sudah merasakan jilatan lidahnya membasahi
leherku yang jenjang, hangat sekali rasanya.
"aaahhh...", Aku mendesah pelan sambil menengadahkan
kepalaku, agar lidahnya leluasa melingkar-lingkar di
leherku…, menari-nari di situ..., aakkkhh..., semakin
tak karuan rasanya. Dan tiba2 aku merasakan tangannya
meremas lembut payudaraku membuat desiran darahku
semakin kencang, aku betul2 terangsang, tapi rasa malu
ku tiba2 menyergap dan aku berusaha melepaskan tangannya
dari payudaraku “…Jangan Dit…” pintaku, ia sepertinya
bingung
“…Aku belum pernah …” kataku,
“…oh maaf…” Dito sepertinya memahami penolakanku, dan
kamipun melewati petang itu dengan nonton sesekali
diselingi kehangatan bibirnya.

Menjelang malam aku pun pulang, dan berjanji untuk
datang lagi esok hari Minggu. Sampai dirumah aku
langsung mandi dan berkurung dikamar membayangkan
kejadian di rumah Dito, sesuatu yang belum pernah aku
alami dalam hidup, film yang “panas”, kecupannya yang
membara dengan lidahnya yang menjalar dileher dan
remasan tangannya didadaku. Ingin rasanya menghilangkan
semuanya itu dari kepalaku, tapi semakin aku ingin
membuang semakin kuat bayang2 semua kejadian itu melekat
dikepalaku. Tanpa sadar aku mulai menirukan apa yang
dilakukan Dito, meng-elus2 dan meremas payudaraku
sendiri. Rasa nikmat yang timbul menguasai seluruh
tubuhku, semakin lama semakin keras telapak tanganku
me-remas2 dan instingku menuntun agar jari-jemari
menyentuh puting payudaraku …dan saat jari-jemariku
mulai memilin-milin putting kecil ke-merah2an
itu…ngggghhhh…tanpa sadar aku melenguh dan meng-geliat2
kecil, aku sangat menikmatinya sampai tertidur pulas.

Pagi harinya, Minggu yang cerah, aku begitu ceria
sarapanpun kuselesaikan dengan secepat kilat tidak sabar
rasanya untuk segera memenuhi janji dengan Dito. Tepat
jam 10.00 aku sudah dirumahnya
“…Hallo, selamat pagi…” sapaku begitu pintu terbuka.
“…Hai pagi,…” sapanya kembali, Dito tampak segar dan
wangi, ia kemudian mengecup kedua pipiku dan memelukku
erat, membuat aku agak tersipu dengan penyambutannya.
“…Ayo masuk…temenin aku sarapan ya…”ajaknya sambil
menarik tanganku
“…Aku sudah…minum saja…” ia kemudian membuatkan aku teh
hangat manis dan duduk berhadapan dengannya di meja
makan kecil dengan dua bangku. Seperti biasa Dito yang
lebih banyak berbicara dengan gayanya yang memukau.

Selesai sarapan kami masih tetap duduk dimeja makan
menghabiskan teh hangat dan kopi sambil
berbincang-bincang. Dito sesekali meremas tanganku,
kadang membelai pipiku dengan punggung jari2nya…”Kulit
kamu halus” celetuknya, aku menunduk tersipu-sipu. Dito
mengangkat daguku dan mengecup lembut bibirku, kecupan
lembut yang panjang dan secara perlahan berganti dengan
lumatan-lumatan panas. Kehangatan bibir dan desiran
nafasnya yang menyentuh kulit begitu membangkitkan
gairah kewanitaanku. Entah kapan mulainya, tiba2 saja
kami telah berdiri berpelukan sambil tetap saling
melumat dan…lebih liar, aku merasakan lidahnya
menggeliat-geliat didalam mulutku. Aku bukan lagi Mayang
yang kemarin, Mayang yang sekarang tidak lagi pasif saat
lidah Dito menari-nari dirongga mulutnya, Mayang yang
sekarang membalas keliaran lidah Dito dengan gairah yang
mengapai-gapai keluar dari tubuh yang mulus dan sintal.

Aku merasakan pagutan-pagutan Dito dileherku yang
jenjang diselingi dengan jilatan2 lidah yang membara
membuat seluruh bulu2 halus dibadanku berdiri. Dan saat
lidahnya turun ke belahan dadaku...menari-nari di situ
dibarengi dengan remasan2 tangannya dipinggulku, membuat
aku semakin tak karuan. Begitu tangannya mulai
meremas-remas payudaraku—bukannya menolak seperti
kemarin—malah aku mengharapkan lebih, Dito seperti
mengerti keinginan itu, ia mulai melepaskan kancing
bajuku satu persatu dan membuka bra 34b yang menyangga
payudaraku… “agghhh”…jerit birahi keluar tanpa aku
sadari saat tangannya meremas-remas lembut dan
payudaraku yang putih dan sudah mengeras. Aku terlena
pasrah dibawah kenikmatan yang baru pertama kurasakan
ini.

Aku bahkan ingin lebih, segera kudekap kepalanya dan
kutarik mendekati dadaku yang kubusungkan, Dito tahu
persis harus melakukan apa, lidahnya menjilat-jilat,
berputar-putar melingkar-lingkar di puting susuku dengan
liarnya, aku menggelinjang-gelinjang menahan geli dan
nikmat yang luar biasa. Dari meja makan kami pindah
ketempat tidur, disini kembali kedua puting payudaraku
menjadi bulan-bulanan mulut Dito, aku
merintih…mengerang, keringatku mulai menetes, rasanya
sulit sekali untuk bernafas teratur, tiap kali menarik
nafas selalu terhenti oleh rasa geli yang menyengat
puting payudaraku.

Aku baru sadar sudah dalam keadaan tanpa sehelai benang
pun di tubuhku saat Dito merebahkanku di kasur. Dito
menerkam tubuh sintalku dengan birahi yang membara, kamu
berpelukan saling memagut, menjilat, meremas dan
berguling-gulingan. jari-jemari Dito merayap dan
menyentuh bagian kewanitaanku, akupun meradang. Aku
tidak lagi mampu menahan eranganku yang keras saat
jari-jemarinya dengan lembut membelai lembut mulut
kemaluanku, jari-jarinya dengan lincah bermain-main,
menekan dan mengelus seluruh permukaan kewanitaanku,
yang kurasakan mulai basah oleh cairan birahi.

Sambil melumat payudaraku Dito mulai melepas seluruh
pakaiannya dan aku merasakan kejantanannya yang keras
dan hangat menyentuh pahaku. Dito menarik tanganku agar
menyentuh kejantananya, bukannya sekedar menyentuh,
akupun mulai meremas-remas, sentuhan tanganku di
kemaluannya membuat birahiku semakin menggelegak. Dito
kemudian beringsut ke bawah lidahnya menjalar ganas
menjilati kulit mulus pahaku membuat tubuhku
mengelinjang keras. Aku merasa pahaku bergetar ketika
lidah Dito yang panas mendekati selah-selah paha. Aku
menjerit tertahan saat lidah Dito sampai di bibir
kewanitaanku, lidahnya yang nakal menelusuri seluruh
pinggir bibir kewanitaanku. "Ahhgg...", Aku menjerit dan
menggelinjang hebat ketika lidahnya mulai menjilat-jilat
klitorisku, aku mencengkram rambut Dito menahan gejolak
birahi yang sudah tidak tertahankan lagi. Tapi rupanya
Dito tidak ingin segera berhenti memberikan kenikmatan
lidah dan mulutnya.

Kewanitaanku seperti diselimuti oleh sesuatu yang basah,
panas, dan lunak. saat mulutnya mulai menghisap-hisap
kemaluanku layaknya mencium bibir. Belum pernah aku
rasakan kenikmatan seperti itu. tubuhku bergetar keras
merasakan lidahnya yang sesekali masuk kedalam
kemaluanku dan bergerak-gerak cepat. Tanganku
mencengkram apapun yang dapat kuraih, sungguh tak aku
kuasa menahan sengatan kenikmatan diseluruh bagian
tubuhku, aku mengeliat, menggelepar, dan menyorongkan
kewanitaanku kemulut Dito untuk lebih menikmati sensasi
mulutnya, hanya jeritan-jeritan dari mulutku yang
mengekspresikan kenikmatan yang luar biasa. Aku sudah
dalam keadaan terangsang sekali punggungku
terangkat-angkat, mataku tak mampu kubuka, nafasku kian
terasa berat, bahkan mengelepar-gelepar seperti ikan
tanpa air akibat nikmat tak terkira. Rintihanku kian tak
terkendali, sementara Dito seakan tak ingin menyudahi
kehangatan birahi lewat bibir kewanitaanku, bahkan.
Jilatan dan hisapan mulut Dito kian buas menerpa
kewanitaanku, benar-benar tak terperi nikmatnya.

Aku betul-betul sudah tidak berdaya lagi, entah beberapa
kali sudah tubuhku mengejang dan mengeluarkan cairan
birahi saat mulut dan lidahnya bermain-main di
kewanitaanku. Akhirnya Dito perlahan-lahan merayap naik
ketubuhku dan melumat dadaku, sementara kakinya secara
perlahan membuka kedua kakiku. Sentuhan2 kulitnya
disekujur tubuhku membuat aku seperti
melayang-layang…aku memeluknya erat2 dan menanti apa
yang akan dilakukan Dito selanjutnya.

Dan…kemudian aku merasakan kejantanannya menyentuh mulut
kewanitaanku dan perlahan mamasukinya seluruh tubuhku
bergetar hebat merasakan ujung kejantanannya dalam mulut
kemaluanku yang semakin basah. Dito tidak langsung
memasukan seluruh kejantannya tapi berulang-kali
mengeluar-masukan ujung kemaluannya dengan perlahan
membuatku terbang melayang. Aku terpejam, merasakan
nikmatnya, diriku terombang-ambing ke alam lain. Aku
bahkan membuka kedua kakiku lebih lebar lagi seakan
meminta Dito agar memasukan kemaluannya lebih dalam lagi
dalam rongga kewanitaanku. Miliknya yang panjang dan
hangat itu semakin dalam masuk, aku terbelalak karena
rasa perih saat kejantananya merobek selaput daraku.
Dito seperti tahu persis apa yang harus dilakukannya, ia
melumat mulutku dengan lembut dan berbisik. “…rileks
Mayang, sedikit lagi kamu akan merasakan kenikmataan
seutuhnya…”sambil menjilati telingaku, menggigit mesra
leherku dan melumat puting payudaraku membangkitkan lagi
getar2 birahiku sehingga sakit itupun tidak lagi terasa.

"Aahhgg Dittoo..., ooooohh..", erangan yang panjang tak
dapat kutahan lagi saat merasakan seluruh kejantannya
yang keras dan panjang perlahan-lahan menyusuri rongga
kenikmatanku sampai akhirnya seluruhnya berada dalam
diriku. Aku memeluknya erat2 melumat bibirnya saat ia
mulai menggerakkan kemaluannya yang telah memenuhi
seluruh rongga kewanitaanku, keluar masuk dengan
perlahan. Sungguh kenikmatan yang sulit untuk
digambarkan, rintihan birahiku semakin menggila kala
Dito menggerakkan tubuhnya lebih cepat lagi.
Kejantanannya tanpa henti menghentak-hentak seluruh
bagian dalam kewanitaanku dan menggosok-gosok seluruh
dinding kemaluanku dengan keliarannya, hentakannya
semakin lama semakin cepat membuat aku semakin gila
mengeliat-geliat. Tubuh kami semakin diselimuti
peluh-peluh kenikmatan.

Setiap kali kejantanan Dito menerobos menguak
kewanitaanku dan saat Dito menariknya, seluruh tubuhku
dilanda kegelian, kegatalan dan entah rasa apalagi.
Akhirnya aku merasakan satu desakan keras di rongga
kewanitaanku aku menjerit dan mengerang kesetanan
membuat tubuhku mengejang dan memuntahkan cairan birahi
membasahi kejantanan Dito dan lorong kewanitaanku,
sungguh sebuah kenikmatan puncak yang tak terkira.
Seteleh itu entah berapa kali lagi tubuhku mengejang dan
mengeluarkan magma birahi, dan rasanya aku tidak ingin
berhenti merasakan kenikmatan ini.

Hingga akhirnya Dito semakin mempercepat gerakannya dan
kurasakan kejantanannya membesar ia kemudian menekan
keras kemaluannya hingga seluruhnya terbenam dalam
rongga kenikmatanku disertai erangan-erangan liarnya,
kurasakan semburan-semburan hangat keluar dari
kemaluannya, diikuti oleh semburan-semburan cairan
kenikmatan dari kewanitaanku membuat tubuhku seakan
melayang-layang. Dan kamipun lemas dalam kenikmatan yang
belum pernah aku rasakan seumur hidup.

Dihari-hari berikutnya aku tidak sabar untuk segera
bertemu dan menikmati kembali kejantanan Dito, ia begitu
banyak mengajarkan aku variasi dalam bersetubuh, oral
sex misalnya. Awalnya aku merasa jengah tapi begitu aku
merasakan lidahku menjalar-jalar dibatang kemaluannya
yang keras ada sensasi sexual yang lain terlebih ketika
aku mencium dan mulai menghisap kepala kemaluannya, Dito
yang tergetar akibat hisapanku membuat birahiku
memuncak. Saat seluruh kemaluannya berada dalam mulut
aku betul2 seperti kerasukan mengulum-ngulum,
menghisap-hisap dengan sangat bernafsu, dan sesekali
kurasakan kejantanan Dito seakan ingin menerobos
ketenggorokanku, begitu cairan birahinya
menyembur-nyembur, disertai erangan-erangan liar Dito
serta merasakan cairan hangat itu mengalir di
tenggorokanku aku merasakan sesuatu yang luar biasa,
tidak henti2nya aku hisap cairan2 tersisa seakan-akan
tidak ingin setetespun terlewatkan, aku sungguh sangat
menyukainya.
Suatu hari sepulang dari kafe dimobil dalam perjalanan
pulang membayangkan apa yang akan dilakukan Dito dirumah
membuatku “on”—mungkin akibat alkohol, Akupun mulai
meraba-raba miliknya, setelah mengeras kukeluarkan dari
balik celananya dan mulai kujilati dan mengulumnya
dengan rakus. Tanpa terasa kamipun sampai, dengan
tergesa-gesa kami melanjutkan lagi permainan panas
didalam mobil ke dalam rumah. Kami berpelukan dan saling
melumat dengan gairah yg membludak, puting susuku tak
terlepas dari lumatannya dan tangan kirinya menjalar
kedalam rok, mulai meremas2 dan memasukan jarinya
kedalam lubang kenikmatanku. Tapi kali ini Dito tidak
hanya memasukan jari tengah—seperti biasanya— ia
memasukan juga jari manisnya dan disusul dengan jari
kelingkingnya, dengan tiga jarinya Dito mengaduk-aduk
kemaluanku, permainan baru ini membuat seluruh tubuhku
menegang merasakan nikmat yang luar biasa.
Tubuhku yang sudah tidak tertutup sehelai benangpun
direbahkannya ditempat tidur dan ia melanjutkan
permainan “tiga jarinya” plus lidahnya yang
menjilat-jilat dan menghisap-hisap klitorisku membuat
kesadaranku seakan-akan hilang, tubuhku mengelepar-lepar
tak tentu arah. Dito kemudian membalik tubuhku pada
posisi tengkurap dan membuka kaki kananku, “tiga
jarinya” masih didalam kewanitaanku Ia menambah sentuhan
birahinya dengan menggigit-gigit
punggungku…aaahhhh….sungguh luar biasa…Setelah puas,
Dito mulai naik kepunggung dan dapat kurasakan
kejantannya memasuki kewanitaanku.
Dito tidak langsung menengelamkannya, Ia membiarkan
“kepalanya bermain-main” dulu membuat “milikku” semakin
basah, ditambah lagi dengan remasan tangannya di kedua
bukit kenikmatanku, serta pagutan-pagutannya dileher
membuat birahiku memuncak ingin rasanya Ia segera
meneggelamkan kemaluannya. Tapi kembali Dito memberikan
kejutan, ia mencabut kejantanannya, memegangnya dan
mengarahkannya ke lubang anusku, dengan tangan Dito
menekan kejantannya yang basah oleh cairan kenikmatan
sehingga ujungnya memasuki anusku, belum lagi hilang
rasa kagetku Dito kembali mencabut dan memindahkannya
“kepalanya” ke lubang kewanitaanku. Berkali-kali ia
memindahkan “kepalanya” di kedua lubangku dan tanpa
terasa kalau kemudian sudah bukan kepalanya lagi yang
masuk ke anusku tapi sudah hampir seluruhnya menguak dan
menerobos anusku…dan saat ia menenggelamkan seluruhnya
menimbulkan sensasi sexual yg dahsyat dan semakin
bertambah saat Dito mulai menarik dan mendorongnya
secara perlahan…aaakkhhhhhh….dapat kurasakan bagaimana
kejantanannya memberikan kenikmatan dalam anusku.
Dito tidak berhenti hanya sampai disitu ia kemudian
memasukan jari2nya yg nakal kedalam lubang
kenikmatanku…”ooooohhhh….Ditoooooo…” jeritku melepas
birahi yang membludak saat ia melakukan “double attack”
…”fuck meeee…fuck me hard honey...fuck my ass
harder…harder…” aku meracau tidak karuan, membuat Dito
semakin bernafsu dan semakin liar melakukan double
attack-nya dan…kembali tubuhku bergetar keras merasakan
dorongan magma birahi yang akan meledak…”…aaagghhhhhhh
Ditooo tekannnnn...aku keluaaarrrrrr” jeritku, dan
kurasakan lahar birahiku menyembur keras berbarengan
semburan Dito, kamipun terkulai lemas dalam kenikmatan.

Aku tidak menyesali memberikan “tiga” keperawananku
(kegadisan, mulut dan anus) kepada Dito bahkan
menikmatinya walau tidak ada janji-janji manis, hanya
gairah dan birahi yang diberikannya. Dito telah
memberikan “pengalaman” yang luar biasa dalam hidupku.

No comments: