Thursday, May 3, 2007

GADIS BILYARD

Ini adalah true story dimana peristiwa ini terjadi
sekitar 7 tahun yang lalu. Aku akan menyamarkan
nama-nama karakter maupun tempat yang akan kulibatkan
dalam cerita ini, jadi kalau ada nama karakter yang sama
dengan cerita ini, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Pertama-tama aku ingin memperkenalkan diri. Aku seorang
pria lajang bernama Hans dengan tinggi badan 172 cm dan
berat 68 kg, berpenampilan lumayanlah untuk sekedar
memikat para wanita. Aku sejak berumur 20 tahun sudah
hidup berdikari. Aku kuliah (sekarang sudah lulus) dan
bekerja. Aku bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupku,
baik untuk makan, bayar kuliah, atau sekedar untuk
bersenang-senang.

Di suatu senja selepas kuliah kira-kira pukul 18:45 aku
langsung memacu motorku ke tempat nongkrong di gang
Bangau di Senen. Di sana kehadiranku sangat diharapkan
karena aku agak ngocol kalau diajak bercanda.
"Hei Hans acara elo kemana nih ntar malam," sapa seorang
teman sesampainya di sana.
"Tau Lim (Kimlin) gue bingung nih, gue sih bisa kemana
aja, emangnya anak-anak pada mau kemana?"
"Tau tuh. Tapi si Franki ngajakin nyodok (istilah main
bilyard). Mau nggak Hans?" kata Kimlin.
"Gue mah boleh aja tapi anak-anak yang lain mau nggak?"
"Hans, anak-anak sih mau soalnya wasitnya banyak yang
cakep,"
"Loh mau nyodok di mana? Bukan di tempat biasa?"
"Di Coxxx."
"O... enak nggak di sana mejanya?"
"Lebih enak lagi," Kata si monyet temanku.
"Ya udah kalo anak-anak mau sih."

Akhirnya kami semua berangkat ke lokasi. Sesampainya di
sana kami langsung mencari meja kosong. Tentunya satu
meja untuk beramai-ramai (yang kalah main ganti orang
biar agak irit mainnya). Aku melihat sekeliling ruangan.
Bagus juga tempatnya. Memang sih wasitnya cakep-cakep.
Sambil melihat-lihat, Aku menangkap sesosok wajah yang
boleh dibilang paling cantik sih dibanding wasit yang
lainnya di tempat itu.
"Hei Hans giliran elo tuh..."
"Ha eh sorry lagi liat-liat nih," kataku.

Setelah aku memukul bola, kudekati wasit yang sedang
menghitung di meja kami.
"Mbak, wasit yang itu namanya siapa sih?" sambil
menunjuk sosok cantik yang kulihat tadi.
"Kenapa tanya wasit itu? Cakep kan?"
"Iya sih boleh juga."
"Dea namanya. Kenapa naksir ya?"
"Nggak," kataku.
"Kamu kayaknya baru sekali yach dateng ke mari (tempat
bilyard maksudnya)."
"Iya..."
"Makanya sering-sering dong kemari."
Aku tersenyum sambil menjawab, "Iya deh...!"

Keesokan harinya aku balik lagi ke sana. Sama anak-anak
lagi. Tentunya menunggu wasit yang bernama Dea itu. Dan
akhirnya bisa juga diwasitin sama si Dea. Wah semangat
banget anak-anak mainnya. Ada juga yang menggoda. Aku
lebih memilih untuk duduk diam sambil ngobrol sama Dea
sambil mengomentari anak-anak yang bermain bilyard.
Sambil mengomentari anak-anak main, diam-diam aku
melihat lekuk tubuh Dea. Dia badannya bagus. Terlihat
dari kaos ketat yang dia pakai. Dengan ukuran payudara
sekitar 34B. Pinggulnya juga tidak terlalu besar. Yah
ideal lah untuk seorang wanita. Dan yang lebih wah lagi
ternyata Dea merupakan wasit primadona di sana. Jadi
banyak juga pemain bilyard yang mau mengincar dia, baik
diwasitin, ataupun yang lain. Ya temasuk aku juga sih.
Akhirnya kami ngobrol. Aku bertanya macam-macam,
tentunya pura-pura kenalan dulu sekedar basa-basi.

"Dea," katanya (sambil berjabat tangan).
"Hans. Kamu udah lama jadi wasit di sini?" aku membuka
percakapan.
"Hmm.. lama juga. Hampir 8 bulan."
"Wah lumayan juga yach."
"Iya."
"Kamu umur berapa Dea?"
"Baru 20," katanya.
"Kamu?" dia balik bertanya.
"Udah 23 (umur saya saat itu). Kenapa?"
"Ah nggak pa-pa. Kamu kayaknya baru-baru aja yach main
di sini."
"Iya. Kok tau?" kataku.
"Iya nggak pernah keliatan," sambil tersenyum.
"Sering-sering dong kemari," katanya.
"Wow pasti, soalnya ada Dea sih." dia cuma tersenyum.

Berawal dari obrolan itu akhirnya aku sering main
bilyard di situ, dengan Dea sebagai wasit tentunya.
Terkadang aku pun sering menawarkan sesuatu seperti
minuman atau makanan (di luar gedung suka banyak orang
yang jualan). Di samping itu aku pun berniat untuk
mendapatkan dia. Yah untuk iseng aja soalnya aku dulu
suka sekali nyobain perempuan-perempuan baik perempuan
baik-baik maupun yang nakal. Tapi setelah kupikir,
saingannya banyak juga karena yang bermain di sana
matanya pasti melihat ke Dea. Tatapan mereka pun bukan
sekedar tatapan biasa tetapi bagaikan tatapan seekor
singa yang sedang mengincar seekor domba. Aku sih cuek
aja soalnya aku menganggap ini suatu kompetisi. Namanya
juga lagi usaha. Jadi kalau dapat syukur nggak dapat ya
udah. Lagi pula Dea sepertinya memberikan lampu hijau
kepadaku kalau dilihat dari sikapnya setelah beberapa
kali aku datang dan diwasitin olehnya.

Setelah melihat sikap Dea seperti itu, aku mencoba untuk
berbicara kepadanya (berbicara serius tentunya).
"Eh Dea, kayaknya aku suka nih sama kamu." rayuku
gombal.
"terus memangnya kenapa..?" tanyanya.
"Kita jadiin yuk! mau ngak kamu..."
Dia dia sejenak.
"Kenapa?" Tanyaku, "Ada yang marah yach?"
"Nggak. Siapa yang marah!?"
"Nggak... siapa tau aja.." kataku, "Jadi mau nih...."
"Hmmm," sambil mengangguk.
"Yes!" kataku dalam hati.

Kami pun akhirnya resmi pacaran. Tapi aku tidak
menganggap serius. Dea pun kukira begitu. Jadi sekedar
have fun saja. Kebetulan, dalam hatiku. Setelah kejadian
tersebut aku jadi lebih sering datang ke sana terutama
malam. Terkadang aku datang sendiri, terkadang bersama
Kimlin, terkadang rame-rame. Yah sekedar setor muka
sekalian ngobrol-ngobrol. Jika Dea tidak ngewasitin
kita, setelah selesai ngewasitin meja lain dia langsung
ke meja kami. Aku pun terus berpikir, "Gile nih Dea...
Body oke... gue udah bisa jalan sama dia... masa sih gue
ngak bisa ngedapetin tubuhnya!" Sampai suatu malam
kucoba mengajak dia untuk main ke tempatku (kebetulan
aku kost waktu itu).

"Eh Dea, acara kamu kemana selesai tugas?"
"Nggak ke mana-mana kok."
"Main ke tempatku mau?"
"Mmm (sambil berpikir) boleh..."
Yes lagi dalam hatiku. Akhirnya dengan membonceng dia,
kuajak Dea ke tempat kost-ku yang lumanyan jauh
jaraknya.

"Yah beginilah tempat bujangan," kataku membuka
pembicaraan sesudah sampai di tempat kost-ku.
"Lumayanlah buat ukuran kamu yang masih sendiri. Eh
Hans, ngomong-ngomong ada yang marah nggak Dea kemari?"
sambil tesenyum.
"Nggak kok," kataku.
"Ah masa sih? Dea nggak percaya.."
"Bener lagi (kebetulan aku masih single waktu itu),
kenapa emangnya?"
"Ah nggak apa-apa kok," kata Dea.
"Dea mau minum apa? teh manis yach?" kataku.
"Boleh..."

Kemudian aku mulai merebus air dan membuatkan teh manis
untuk Dea. Sesudah selesai aku membuatkan teh manis
untuknya, kami mengobrol kembali dan ternyata Dea sudah
tiduran di kasur busa ruangan kost-ku. Sambil menaruh
cangkir teh di meja, aku mencoba untuk memeluknya. Ya
ampun... si junior mulai bereaksi juga nih. Soalnya dia
sexy sekali. Apalagi waktu dia tiduran roknya agak
tersingkap sehingga terlihat sedikit kulit mulus di
balik roknya. Dengan sedikit senyum di wajahnya, dia
menginginkan aku tidur di sebelahnya. Aduh mak.. bingung
juga nih. Soalnya dia lebih agresif, diluar perkiraanku
sih. Padahal aku ada rencana untuk memulainya.

Tanpa menunggu lama lagi kubikin remang-remang ruangan
di kamar kost-ku. Lalu aku tidur di sebelahnya.
Deg-degan juga sih rasanya. Kemudian tanpa dikomando
kami memulai saling berhadapan. Nggak tahu juga kenapa
bisa bersamaan mulainya. Dia mulai memelukku kemudian
aku memulai mencium keningnya. Lalu dia langsung
membalas mencium leherku dan tanpa basa-basi lagi aku
menyambar bibirnya yang mungil. Kemudian kami langsung
berciuman dengan saling mengulum lidah kami. Gila! dalam
hatiku. Nih cewek jago juga ciumannya. Kemudian dia
membuka bajuku dan menempelkan lagi bibirnya di leherku.
"Ssshh.." dengan lincahnya dia memainkan lidahnya di
antara leher dan sekitar belakang telingaku.

"Sshhh... eh Dea.."
"Hemm.. kenapa lagi Say?" katanya terkejut.
"Nggak ada cupang-cupangan yach?"
Kemudian dia langsung menyambarkan lagi bibirnya dengan
sedikit bernafsu. Busyet deh. Aku menggeliat sedikit
sambil menghindar dan Dea tersenyum.
"Iya deh... Nggak dicupang."
"Suer lho gue kan malu..."
"Emang gue pikirin?" katanya.

Setelah selesai berbicara aku langsung menyambar
bibirnya. Kemudian tanganku berusaha melepaskan kaitan
bra tanpa membuka busananya terlebih dahulu. Terbuka
juga. Aku langsung mengarahkan tanganku ke payudaranya.
Gile bener.. 34B, ukurannya pas segenggam. Kemudian aku
memainkan puting susunya. "Mmmhh.. sshhh.." desisnya.
Melihat kelakuanku dia sadar juga. Akhirnya dia membuka
baju yang dia kenakan malam itu, dan langsung
menjulanglah dua gunung yang indah menantang itu. Dia
rupanya sudah mulai terangsang. Kemudian kuarahkan
mulutku ke arah puting payudaranya, lalu kulumat puting
susu yang ranum itu secara perlahan tapi pasti. Kujilat
sekeliling puting susunya. "Mmmhh..." Dan dia pun
sedikit mengejang. Mungkin akibat rangsangan yang
ditimbulkan dari kuluman lidahku terhadap puting
susunya. Sambil mengalungkan tangannya ke leherku,
terkadang menjambak rambutku.

"Ssshh.. aahh.. mmhh.." dia terus menikmati permainan
lidahku terhadap putingnya. Tanpa terasa batang
kemaluanku pun telah berdiri tegap. Terus terang
pembaca, rasanya aku juga sudah mau keluar juga. Atas
dasar itu aku menghentikan permainan lidahku dan
langsung berbaring sebentar di sebelahnya. "Dea...
nyantai dulu yah. Jangan terlalu nafsu. Aku kayaknya
udah diujung nih." Tanpa perkataan dia terus mengarahkan
bibirnya ke puting susuku dan memainkan lidahnya.
Sedikit menggeliat tubuhku karena menahan gejolak yang
amat sangat. "Mmhh aahh.." Dia kemudian memainkan
lidahnya dari dadaku sampai ke pusar. "Bener-bener deh
nih cewek," dalam hatiku. Sambil terus memainkan
lidahnya bak mandi kucing, dia mulai membuka celana yang
kupakai dan, "Ups..." batang kemaluanku sudah menjulang
agak miring sedikit. Sambil terus menjilati, dia
memainkan batang kemaluanku. Dia begitu agresif. Akupun
tidak mau ketinggalan untuk melawan agresifnya.

Aku pun mulai memainkan payudaranya lagi, dia tetap
menjilati seluruh tubuhku. Karena posisinya agak
nungging aku mencoba untuk memasukan tanganku ke dalam
roknya. Tapi tanganku ditepis. "Lho.." dalam hatiku.
Tanganku dipegang olehnya dan kemudian dia merubah
posisinya menjadi agak tiduran.
Kemudian dia berbicara, "Hans, Dea aja yach yang puasin
kamu.."
"Lho kenapa?" aku bertanya keheranan.
"Lagi M (mens) nih sorry nih..."
Ya ampun kecele deh gue. Sambil tersenyum aku
mengangguk.
"Ya udah ngak apa-apa kok, lain kali aja yach Hans
puasin kamu."
Dia mengangguk. Lalu dia melanjutkan memainkan lidahnya.
Tapi batang kemaluanku... ya ampun... rupanya tidak bisa
menerima kenyataan ini.
"Lho Hans, kenapa?" tanya Dea.
"Marah nih si junior," kataku sambil tersenyum, dan Dea
pun tersenyum sampai akhirnya kami berciuman dan tidur
bersama menghabiskan malam itu dengan penuh
kejutan-kejutan yang yang membuat kami saling tersenyum.
Tentu saja hatiku sedikit dongkol. Ya gimana nggak
dongkol, udah diujung tapi doi lagi palang merah,
pusing.. pusing..!

Setelah peristiwa malam itu aku sering mengantar Dea
pulang walaupun harus bela-belain berangkat dari tempat
kost-ku. Sampai tiba saat yang dinantikan yaitu ketika
dia ada waktu dan mau main ke tempat kost-ku. Kejadian
sama seperti yang lalu. Kali ini Dea tampil lebih sexy
dengan kemeja dan span. Setelah sampai di tempat
kost-ku, aku langsung memeluknya dari belakang dan
menciumi leher dan belakang telinganya. Sambil tetap
memeluk dia aku bertanya, "Lagi M (mens) nggak Non?"
tanyaku.
"Nggak..." jawabnya mesra.

Kemudian dia berbalik dan bibir kami pun beradu dan
saling memainkan lidah kami. "Mmmh... sss.. mmhh.."
sambil terus kami berkuluman lidah, tanganku mulai
membuka kancing kemeja yang dia pakai dan tanganku pun
langsung membuka pengait BH-nya. Dan menjulanglah buah
dadanya. Sambil meremas-remas aku mengarahkan bibirku di
puting payudaranya. Langsung aku mengulum puting
payudaranya. Terkadang aku memainkan dengan jariku
sehingga dia agak menggeliat-geliat. Sampai akhirnya
kupapah dia ke kasur. Lalu aku membuka baju dan celanaku
sehingga yang tersisa hanya celana dalam saja. Tentu
saja si junior sudah ngecap di situ sampai nongol
segala, seperti lagi ngintip.

Kemudian dia pun membuka kemejanya dan rok spannya.
Setelah dia membuka kemejanya aku langsung menjilati
sekujur tubuhnya. "Mmmh.. sshh.. ahh.." Dea mendesah
sambil terus aku memainkan lidahku. Aku kemudian membuka
celana dalam Dea karena yang tertinggal hanyalah itu.
Kemudian aku melihat kemaluannya yang ditumbuhi
bulu-bulu kecil. Terkesan sensual sekali memang.
Kemudian aku merubah posisiku agar aku dapat juga
melihat lebih jelas, kalau perlu menjilati kemaluannya.
Aku mencoba untuk mengangkangkan kedua kakinya.
Alamak... mungil sekali daging yang berwarna pink pucat
itu. Kemudian tanpa aba-aba lagi langsung aku melabrak
benda kecil itu. Aku menjilatinya sampai di sela-sela
klitorisnya. Dia pun tidak kuasa menahan kenikmatan yang
tiada tara tersebut. Aku terus memainkannya sambil
menjilati cairan-cairan pelumas yang sudah membanjir
sejak tadi.

"Hans, eh ya udah dong, Dea udah becek banget nih,"
bisiknya sambil dia memutar tubuhnya untuk mendapatkan
batang kemaluanku. Melihat itu aku langsung saja
mengakhiri acara menjilati kemaluannya. Aku membiarkan
dia menjilati seluruh tubuhku. Tentunya dengan
rangsangan yang sangat hebat yang sedang menerpa
dirinya. "Mmmhh... sshhh..." dia mulai memasukkan batang
kemaluanku ke dalam mulutnya. "Sshhh.. ahhh.. mmhhh.."
aku menaikkan sedikit pantatku sehingga batang
kemaluanku agak masuk ke dalam mulutnya. "Aaahh...
ssshh.." dia pun mengocok batang kemaluanku dangan
menggunakan mulutnya. Bernafsu sekali. "Mmmpp..
mmpppp... mmmhhh.." sambil memainkan jariku di
kemaluannya, ia mendesah kembali. "Ahhh... ssshh..."

"Oh Hans, masukin yach... Dea udah nggak tahan nih."
Aku melihat dirinya seperti hampir dilanda gelombang
orgasme yang hebat. Akhirnya dia pun menuntun batang
kemaluanku ke dalam liang senggamanya (saat itu posisiku
di bawah). "Blesss..." Karena dia sudah basah sekali,
aku pun merasakan licinnya batang kemaluanku ketika
mulai menembus liang kewanitaannya. "Ahhh... sshhh...
kamu hebat Hans." Aku diam saja sambil mengimbangi
goyangannya. "Ssshh.. ahhh.. ssshh.. Hans aku keluar."
Benar aku merasakan batang kemaluanku hangat di dalam
liang senggamanya. Kemudian dia lemas. Aku menyuruh dia
untuk posisi di bawah. Akhirnya aku menghujamkan lagi
batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya.
"Eeeaahhh..." aku menggoyangkan pantatku naik-turun
dengan kakinya yang kukangkangkan. Aku merasakan dia
akan orgasme lagi. Sambil menggigit bibir bawahnya dia
menatapku penuh harap supaya aku memuncratkan cairan
kejantananku. "Ssshh.. aahhh... sabar yach Dea," aku
terengah-engah, "Sebentar lagi.." Aku menggoyangkan
pantatku secara cepat dan akhirnya... "Ssshhh.. ahhh..
uuhhh.." Aku menekan batang kemaluanku di liang
kewanitaannya. "Aaahh.." aku langsung mencium keningnya
dan dia memelukku sambil berucap kecil, "Aku sayang kamu
Hans, kamu hebat." Aku hanya diam saat itu.

Akhirnya kami pun melakukannya setiap ada kesempatan.
Sampai pada akhirnya dia tidak bekerja lagi di Coxxx,
dan aku pun tidak tahu lagi keberadaannya. Aku sudah
mencoba bertanya kepada teman-temannya yang ada. Mereka
hanya bilang, Dea ada masalah keluarga. Harus pulang
mendadak. Sampai saat ini pun aku tidak pernah bertemu
Dea lagi, kemana aku harus mencari. Aku tidak tahu lagi.
Aku coba telepon tempatnya. Ya katanya sama, sudah
pulang kampung.

Akhirnya ini hanya menjadi kenangan di mana aku selalu
teringat dengan Dea jika sedang melewati tempat main
bilyard Coxxx. Sekarang aku sudah berkeluarga. Biarlah
ini menjadi kenangan yang tidak akan pernah kulupakan,
karena dengan sedikit kegigihan aku berhasil mendapatkan
seorang Dea yang ternyata dia adalah seorang wasit
primadona dan diperebutkan oleh laki-laki lain bak
sebuah kompetisi.

No comments: