Tuesday, May 8, 2007

ADIK TANTEKU 2

Arie menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju
rumahnya sambil berkata, "Aku tidak mungkin bisa
melakukan itu Tante," Tante Rani hanya berkata, "Arie,
Tolong dong.. Tante sudah tidak kuat lagi ingin gituan,
masa Arie tidak kasihan sama Tante." Tangan Tante Rani
dengan berani membuka baju bagian atas dan
memperlihatkan buah dadanya yang besar. Terlihat buah
dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu
menantang untuk disantap. Melihat Arie yang tidak ada
perlawanan, akhirnya Tante Rani memakai kembali bajunya
dan duduk seperti semula sambil diam seperti patung
sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat Arie jadi
salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu.

Kedekatan Arie dengan Yuni semakin menjadi karena bila
ada PR yang sulit Yuni selalu meminta bantuan Arie. Pada
saat itu Yuni mendapatkan kesulitan PR matematika.
Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Arie. Pada saat
itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan
tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang
menolak melakukan itu. Arie keluar dari kamar mandi
tanpa sehelai benang pun yang menutupinya. Dengan jelas
Yuni melihat batang kemaluan Arie yang mengerut
kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya,
Yuni membalikkan badannya. Arie hanya tersenyum sambil
berkata, "Mangkanya, kalau masuk kamar ketok pintu
dulu," goda Arie sambil menggunakan celana pendek tanpa
celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang
kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas.

Arie bergerak mendekati Yuni dan mencium pundaknya yang
sangat putih dan berbulu-bulu kecil. "Ahh, geli Kak
Arie.. Kak Arie sudah pake celana yah," tanya Yuni.
"Belum," jawab Arie menggoda Yuni.
"Ahh, cepet dong pake celananya. Yuni mau minta tolong
Kak Arie mengerjakan PR," rengek Yuni sambil tangan
kirinya meraba belakang Arie.
Melihat rabaan itu, Arie segaja memberikan batang
kemaluannya untuk diraba. Yuni hanya meraba-raba sambil
berkata, "Ini apa Kak, kok kenyal." Mendapat rabaan itu
batang kemaluan Arie semakin menengang dan dalam
pikirannya kalau dengan Yuni aku mau tapi kalau dengan
kakakmu meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih
punya pikiran yang betul, masa tenteku digarap olehku.

Rabaan Yuni berhenti ketika batang kemaluan Arie sudah
menegang setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan
langsung membalikkan badannya. Arie kaget dan hampir
saja tali kolornya yang terbuat dari karet, menjepit
batang kemaluannya yang sudah menegang.

Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Arie
kembali digunakan menutup wajahnya dan perlahan Yuni
membuka tangannya yang menutupi wajahnya dan terlihat
Arie sudah memakai celana pendek. "Nah, gitu dong pake
celana," kata Yuni sambil mencubit dada Arie yang
menempel di susu kecil Yuni. "Udah dong meluknya,"
rintih Yuni sambil memberikan buku Matematikanya.

Saling memeluk antara Arie dan Yuni sudah merupakan hal
yang biasa tetapi ketika Arie merasakan kenikmatan dalam
memeluk Yuni, Yuni tidak merasakan apa-apa mungkin
karena Yuni masih anak ingusan yang badannya saja yang
bongsor. Arie langsung naik ke atas ranjang besarnya dan
bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun
ada meja belajar tapi Arie segaja memilih itu karena
Yuni sering menindihnya dengan pantatnya sehingga batang
kemaluan Arie terasa hangat dibuatnya. Dan memang
seperti dugaan Arie, Yuni tiduran di dada Arie. Pada
saat itu Yuni menggunakan daster yang sangat tipis dan
di atas paha sehingga celana dalam berwarna putih dan BH
juga yang warna putih terlihat dengan jelas. Yuni tidak
merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah
seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Arie.

Sambil mengerjakan PR, pikiran Arie melayang-layang
bagaimana caranya agar ia dapat mengatakan kepada Yuni
bahwa dirinya sekarang berubah hati menjadi cinta pada
Yuni. Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya bila
orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga
pasti bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering
dilakukan oleh Arie dan Yuni.

PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Yuni
terseyum gembira. Terlihat dengan jelas payudara Yuni
yang kecil. Pikiran Arie meliuk-liuk membayangkan
seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat
nikmat dan sangat hangat. Ketegangan Arie semakin
menjadi ketika batang kemaluannya yang tanpa celana
dalam itu tersentuh oleh pinggul Yuni yang berteriak
karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi
Arie menerangkan tersebut ada di bawah Yuni dan pinggul
Yuni sering bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.

Gerakan badan Yuni yang agresif itu membuat paha
putihnya terlihat dengan jelas dan kadangkala gumpalan
kemaluannya terlihat dengan jelas hanya terhalang oleh
CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Arie naik
turun. Yuni tidak peduli dengan apa yang terjadi pada
batang kemaluan Arie, malah Yuni semakin terus
bermanja-manja dengan Arie yang terlihat
bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran
Arie semakin kalang kabut ketika Yuni mengerak-gerakkan
badan ke belakang yang membuat batang kemaluannya
semakin berdiri menegang. Dengan pura-pura tidak sadar
Arie meraba gundukan kemaluan Yuni yang terbungkus oleh
CD putih. Bukit kemaluan Yuni yang hangat membuat Arie
semakin bernafsu dan membuat nafasnya semakin
terengah-engah.

"Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini,
yang nomor sepuluh susah."
Arie membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Yuni
tepat menempel di batang kemaluan Arie. Dalam keadaan
itu Yuni hanya mendekap Arie sambil terus berkata,
"Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya."
"Boleh, tapi ada syaratnya," kata Arie sambil terus
merapatkan batang kemaluannya ke bukit kemaluan Yuni
yang masih terbungkus CD warna Putih. Pantat Yuni
terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah
badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih
membuat Arie semakin panas dingin dibuatnya. Yuni hanya
bertanya apa syaratnya kata Yuni sambil mengangkat
wajahnya ke hadapanya Arie. Dalam posisi seperti itu
batang kemaluan Arie yang sudah menegang seakan digencet
oleh bukit kemaluan Yuni yang terasa hangat. Arie tidak
kuat lagi dengan semua itu, ia langsung mencium mulut
Yuni. Yuni hanya diam dan terus menghidar ciuman itu.
"Kaak... apa dong syaratnya", kata Yuni manja agresif
menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya
terus menyentuh-nyentuh batang kemaluan Arie. Gila anak
ini belum tahu apa- apa tentang masalah seks. Memang
Yuni tidak merasakan apa-apa dan ia seakan-akan bermain
dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun.
"Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya."

Mendengar itu Yuni hanya tertawa, suatu syarat yang
mudah, dikirain harus pus-up 1000 kali. Konsenterasi
Arie dibagi dua yang satu terus mendekatkan batang
kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan
Yuni yang sering terlepas karena Yuni yang banyak
bergerak dan satunya lagi berusaha menyelesaikan
PR-matematikanya. Yuni terus mendekap badan Arie sambil
kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh
paha Arie.

Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Arie
menggerak-gerakkan pantatnya sehingga berada tepat di
atas bukit kemaluan Yuni. Arie semakin tidak tahan
dengan kedaaan itu dan langsung meraba-raba pantat Yuni.
Ketika Arie akan meraba payudara Yuni. Yuni bangkit dan
terus melihat ke wajah Arie, sambil berkata, "PR-nya
sudah Kaak.. Arie," sambil Menguap.

Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Arie, Yuni langsung
memeluk Arie erat-erat seperti memeluk bantal guling
karena syaratnya itu. Kesempatan itu tidak dilewatkan
oleh Arie begitu saja, Arie langsung memeluk Yuni
berguling-guling sehingga Yuni sekarang berada di bawah
Arie. Mendapat perlakuan yang kasar dalam memeluk itu
Yuni berkata, "Masa Kakak meluk Yuni nggak bosan-bosan."
Berbagai alasan Arie lontarkan agar Yuni tetap mau di
peluk dan akhirnya akibat gesekan-gesekan batang
kemaluan Arie bergerak-gerak seperti akan ada yang
keluar, dan pada saat itu Yuni berhasil lepas dari
pelukan Arie sambil pergi dan tidak lupa melenggokkan
pantatnnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.

"Aduh, Gila si Yuni masih tidak merasakan apa-apa dengan
apa yang barusan saya lakukan," guman Arie dalam hati
sambil terus memengang batang kemaluannya. Arie berusaha
menetralisir batang kemaluannya agar tidak terlalu
tegang. "Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati
kepunyaan Yuni cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan
pura-pura memberikan pelajaran Biologi tentang anatomi
badan dan di sanalah akan saya suruh buka baju. Masa
kalau sudah dibuka baju masih belum terangsang."

Arie memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan
ia tidak mau enak sediri tapi harus enak kedua-duanya.
Itulah pola pikir Arie yang terus ia pertahankan.
Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia memperkosa
Yuni.

Ketegangan batang kemaluan Arie terus bertambah besar
tidak mau mengecil meskipun sudah diguyur oleh air.
Untuk menghilangkan kepenatan Arie keluar kamar sambil
membakar sebatang rokok. Ternyata Tante Rani masih ada
di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang
dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster
warna biru dengan rambut yang dibiarkan terurai tampak
sangat cantik malam itu. Lekukan tubuhnya terlihat
dengan jelas dan kedua payuadaranya pun terlihat dengan
jelas tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus
terpampang indah di hadapannya. Keadaan itu terlihat
karena Tante Rani duduk di sofa yang panjang dengan kaki
yang putih menjulur ke depan.

Ketenganan Arie semakin memuncak melihat keidahan tubuh
Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.
"Kamu kenapa belum tidur Ari," kata Tante Rani sambil
menuangkan segelas air susu untuk Arie.
"Anu Tante, tidak bisa tidur," balas Arie dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung
dengan keberadaan Arie, ia tidak peduli dengan keberaan
Ari malah ia segaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di
hadapan Arie yang sudah sangat terangsang.

"Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan
terhadap Arie."
"Tidak apa-apa Tante, Arie mengerti tentang hal itu,"
jawab Arie sambil terus menahan gejolak nafsunya yang
sudah diluar batas normal ditambah lagi dengan perlakuan
Yuni yang membuat batang kemaluannya semakin menegang
tidak tentu arah.
"Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan," tanya Arie
mengisi perbincangan.
"Kamu tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek
yang baru," jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan
itu membuat Ari semakin tahu akan kebutuhan batin Tante
Rani, tapi itu tidak mungkin dilakukannya dengan
tantenya.

Arie dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil
sesekali tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing
kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh Arie, Tante Rani
membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih
bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di seputar
gundukan kemaluannya. Mata Arie melongo tidak percaya.
Dua kali dalam satu hari ia melihat paha Tante Rani,
tapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam
mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan celana
dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam
tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus
menggaruk-garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa
ada yang gatal.

Melihat itu Arie semakin gelisah dan tidak enak badan
ditambah lagi dengan ketegangan di batang kemaluannya
yang semakin menegang.
"Kamu kenapa Arie," tanya Tante Rani yang melihat wajah
Arie keluar keringat dingin.
"Nggak Tante, Arie cuma mungkin capek," balas Arie
sambil terus sekali-kali melihat ke pangkal paha putih
milik Tante Rani.

Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante
Rani segaja tidak menutup pahanya, malah ia duduk
bersilang sehingga terlihat dengan jelas pangkal pahanya
dan kemaluannya yang merekah. Melihat Arie semakin
menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Arie
untuk meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu.

Ketegangan Arie semakin memuncak dan Arie tidak berani
kurang ajar pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya
segaja memperlihatkan kemulusan pahanya itu. "Tante,
saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara
segar." Melihat Arie yang sangat tegang itu Tante Rani
hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu
akan tunduk padaku dan akan meminta untuk tidur
denganku.

Sebelum sampai ke paviliun belakang Arie jalan-jalan
dulu di pinggiran kolam lalu ia duduk sambil melihat
kolam di depannya. Sambil terus berusaha menahan
gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau tidak.
Sambil terus berpikir tentang kejadian itu. Tidak segaja
ia mendegar rintihan dari belakang yang kebetulan kamar
Pak Dadi. Arie terus mendekati kamar Pak Dadi yang
kebetulan dekat dengan Paviliun. Arie mengendus-endus
mendekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci
dan dengan mudah Arie dapat melihat adegan suami istri
yang sedang bermesraan.

Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Arie
melihatnya leluasa karena hanya terhalang oleh tumpukan
pakaian yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya
ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan.
Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum
batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh
birahi Astri terus melahap dan mengulum batang kemaluan
Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang
dimiliki Arie. Astri terus mengulum batang kemaluan Pak
Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan
celananya yang telah melorot ada di lantai dengan posisi
duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada
bandingnya sedangkan Astri jongkok di lantai. Terlihat
Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam.
Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pak
Dadi semakin mesra di kulum oleh Astri.

Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya
karena melihat suaminya sudah kewalahan dengan
kulumannya. Terlihat dengan jelas buah dada yang besar
masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi membantu membuka
BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri.
Astri yang masih melekat di bandan Pak Dadi meminta Pak
Dadi supaya duduk di samping ranjang. Lalu Pak Dadi
menyuruh Astri telentang di atas ranjang dan pantatnya
diganjal oleh bantal sehingga dengan jelas terlihat
bibir kemaluan Astri yang merah merekah menantang
kejantanan Pak Dadi.

Sebelum memasukkan batang kemaluannya, Pak Dadi
mengoleskan air ludahnya di permukaan bukit kemaluan
Astri. Dengan kaki yang ada di pinggul Pak Dadi, Astri
tersenyum melihat hasil karyanya yaitu batang kemaluan
suaminya tercinta telah mampu bangkit dan siap
bertempur. Dengan perlahan batang kemaluan Pak Dadi
dimasukkan ke dalam liang kemaluan Astri, terlihat Astri
merintih saat merasakan kenikmatan yang tiada tara,
kepala Astri dibolak-balikkan tanpa arah dan tangannya
terus meraba-raba dada Pak Dadi dan sekali-kali meraba
buah dadanya. Memang beradunya batang kemaluan Pak Dadi
dengan liang senggama Astri terasa cukup lancar karena
ukurannya sudah pas dan kegiatan itu sering
dilakukannya. Erangan-erangan Astri dan Pak Dadi membuat
tubuh Arie semakin Panas dingin, entah sudah berapa
menit lamanya Tante Rani memainkan kemaluan Arie yang
sudah menegang, ia tersenyum ketika tahu bahwa di
belakangnya ada orang yang sedang memegang kemaluannya.

"Tante, kapan Tante datang", suara Arie perlahan karena
takut ketahuan oleh Pak Dadi sambil berusaha menjauh
dari tempat tidur Pak Dadi. Tangan Tante Rani terus
menggandeng Arie menuju ruang tengah sambil tangannya
menyusup pada kemaluan Arie yang sudah menegang sejak
tadi. Sesampainya di ruang tengah, Arie duduk di tempat
yang tadi diduduki Tante Rani, sementara Tante Rani
tiduran telentang sambil kepalanya ada seputar pangkal
paha Arie dengan posisi pipi kanannya menyentuh batang
kemaluan Arie yang sudah menegang.

"Kamu kok orang yang sedang begituan kamu intip, nanti
kamu jadi panas dingin dan kalau sudah panas dingin
susah untuk mengobatinya. Untung saja kamu tadi tidak
ketahuan oleh Pak Dadi kalau kamu ketahuan kamu kan jadi
malu. Apalagi kalau ketahuan sama Oommu bisa-bisa Tante
ini, juga kena marah." Tante Rani memberikan
nasehat-nasehat yang bijak sambil kepalanya yang ada
diantara kedua selangkangan Arie terus digesek-gesek ke
batang kemaluan Arie. "Tante tahu kamu sekarang sudah
besar dan kamu juga tahu tentang kehidupan seks. Tapi
kamu pura-pura tidak mau," goda Tante Rani, "Dan kamu
sudah tahu keinginan Tantemu ini, kamu malah mengintip
kemesraan Pak Dadi," nasehat-nasehat itu terus terlontar
dari bibir yang merah merekah, dilain pihak pipi kirinya
digesek-gesekkan pada batang kemaluan Arie.

Arie semakin tidak dapat lagi menahan gejolak yang
sangat tinggi dengan tekanan voltage yang berada diluar
batas kemanusiaan. "Tante jangan gitu dong, nanti saya
jadi malu sama Tante apalagi nanti kalau oom sampai
tahu." Mendengar elakan Arie, Tante Rani malah
tersenyum, "Dari mana Oommu tahu kalau kamu tidak
memberitahunya."

Gila, dalam pikiraanku mana mungkin aku memberitahu
Oomku. Gerakan kepala Tante Rani semakin menjadi
ditambah lagi kaki kirinya diangkat sehingga daster yang
menutupi kakinya tersingkap dan gundukan hitam yang
terawat dengan bersih terlihat merekah. Bukit kemaluan
Tante Rani terlihat dengan jelas dengan ditumbuhi
bulu-bulu yang sudah dicukur rapi sehingga terlihat
seperti kemaluan gadis seumur Yuni.

Arie sebetulnya sudah tahu akan keinginan Tante Rani.
Tapi batinnya mengatakan bahwa dia tidak berhak untuk
melakukannya dengan tantenya yang selama ini baik dan
selalu memberikan kebutuhan hidupnya. Tanpa disadari
tantenya sudah menaikkan celana pendeknya yang longgar
sehingga kepala batang kemaluan Arie terangkat dengan
bebas dan menyentuh pipi kirinya yang lebut dan putih
itu. Melihat Keberhasilanya itu Tante Rani membalikkan
badan dan sekarang Tante Rani telungkup di atas sofa
dengan kemaluannya yang merekah segaja diganjal oleh
bantal sofa.


Bersambung ke bagian 03