Monday, April 30, 2007

MASTURBASI

Secara alami, aku jatuh cinta sama Hansen. Rasanya tidak ada yang buruk atau
kurang dari cowok satu ini: jantan, pintar, bisa membawa diri, ngomongnya enak,
dan keringatnya harum. Bahkan ketika Hansen sedang basah, aku suka berada dalam
dekapannya. Merasakan aromanya. Mendengarkan suaranya yang empuk. Dan biasanya,
aku terangsang berat sehingga malamnya aku pasti bermasturbasi.
Tapi jangan pikir kami mengobral seks. Mungkin para cowok bodoh yang otaknya
ngeres, maunya seks melulu. Tetapi aku mau bilang, justru kenikmatan pacaran ada
dalam proses menahan diri. Dalam suasana berdua, hanya berdua saja, aku dan
Hansen tidak lebih dari berpelukan dan berciuman. Dan sebagian besar waktu
dipakai untuk ngobrol. Ngobrol. Dan ngobrol.
Aku suka bicara apa saja, karena aku juga suka membaca. Aku membaca Ayu Utami,
hebat dia. Aku membaca Kierkegaard. Aku membaca Time. Setidaknya, apa yang
Hansen baca, aku juga mau baca. Dia memang pintar, tapi aku juga pintar. Kami
bisa membahas banyak hal sampai berjam-jam, dalam diskusi yang padat dan
menggairahkan. Aku suka melihat gayanya berbicara, gerak kepalanya, tangannya,
bahkan bola matanya. Aku suka melihat ia berbinar-binar menceritakan
impian-impiannya, atau keprihatinannya, atau ide-idenya.
Dan aku juga suka joke-nya. Lelucon yang segar, yang cerdas. Bukan sekedar
lelucon murahan tentang toket dan titit yang menjemukan, tetapi apa yang baru
akan terasa lucu bila benar-benar dipikirkan. Dan setiap kali kami tertawa
terbahak-bahak, lepas bebas. Betapa keren gayanya tertawa. Aku tak pernah bosan
mendengar suara tawanya.
Setahun kami pacaran, barulah Hansen menyatakan dia cinta padaku. Dan aku cinta
padanya. Hari itu adalah waktu-waktu di bulan November, yang langitnya serasa
senantiasa mendung dan udara berbau air dan cemara yang tumbuh di halaman depan.
Kami sudah ngobrol sepanjang sore, dan waktu sudah menjelang malam. Mungkin
sekitar pukul setengah tujuh. Dan Hansen bilang, "Diana… aku cinta sama kamu."
Deg.
"Hansen…" (aku memang biasa memanggil namanya begitu saja) "aku juga cinta
padamu."
Lalu kami berciuman. Lama. Bibir kami bertemu lembut, lidah kami saling mengelus
bibir, lalu saling melibat. Aku memejamkan mata, rasanya tubuhku melayang.
Bahagia. Hansen mendekapku kuat-kuat, seolah-olah mau menyatukan diri. Agak
sesak nafas, setengah karena dekapannya, setengah lagi karena aku menahan nafas
dalam gelora asmara. Saat itu, rasanya aku siap untuk menyerahkan apa saja bagi
Hansen. Tetapi dia memang gentleman sejati, hanya mendekap dan menciumku. Lalu
memandang wajahku. Lalu berkata, "Diana, kamu cantik sekali."
Biasanya aku merasa bete kalau ada cowok mengatakan begitu, tetapi kali ini aku
merasa pernyataan itu wajar. Itu bukan pujian, tetapi pengakuan. Dan untuk
pertama kalinya, aku merasa senang bukan main kalau Hansen mau memandangku. Aku
ingin ia melihatku, melihat semua bagian diriku. Bahkan melihat bagian yang
tidak pernah dilihat orang lain. Tiba-tiba aku merasa bajuku terlalu banyak.
Terlalu tebal. Terlalu tertutup. Aku harus lebih terbuka di depan Hansen, aku
tahu ia menikmati tubuh perempuan. Tubuh telanjang perempuan.
Saat itu, aku sudah masuk tingkat dua. Bahan kuliah semakin susah, jadi waktu
pacaranku dengan Hansen juga semakin sedikit. Tapi aku pikir tak apalah, karena
Hansen juga sebentar lagi harus membuat skripsi. Karena waktu semakin sempit,
aku berusaha mengisi waktu yang sedikit itu dengan sebaik-baiknya. Aku ingin dia
menikmati diriku, menikmati keberadaanku. Dan aku tahu, seperti hari Rabu waktu
kami bertemu, kalau Hansen suka melihatku tampil lebih seksi.
Ya, mengapa tidak? Aku memilih blus tipis dan rok mini. Aku memilih bra berwarna
hitam, dengan thong (kau tahu, celana dalam yang pinggirnya tali saja) yang
sesuai. Bra-nya tipis juga, sehingga jika aku pakai akan menonjolkan ujung
putingku. Dengan baju ini, biasanya aku duduk ngobrol dengan Hansen, mengambil
tempat agak jauh sehingga ia bisa menikmati tubuhku.
Di depan Hansen, aku suka bila ia menatap dadaku, dengan blus tipis yang sengaja
kubuka kancing atasnya. Kadang sambil bicara aku menyilangkan kakiku,
membiarkannya menikmati pemandangan paha, dan sesekali bisa melihat celana
dalam. Aku suka bila melihat perlahan-lahan celana di bagian selangkangannya
menggelembung, karena ada bagian tubuh yang mengeras di situ. Tapi aku terus
bicara, seolah tidak ada apa-apa, sambil merenggangkan pahaku lebih lebar dan
membuat Hansen bisa menatap celana dalamku. Selangkanganku. Vaginaku yang basah.
Biasanya, kalau sudah begitu Hansen terus berdiri dan memelukku, lalu kami
berciuman panas. Lalu Hansen akan mencium leherku dan meremas tetekku, dan aku
akan mengelus-ngelus penisnya yang mengeras di balik celana. Setelah beberapa
saat, Hansen akan permisi untuk ke kamar mandi, aku tahu dia bermasturbasi di
sana. Aku juga akan segera pulang, karena berahiku juga sudah naik ke ubun-ubun
dan turun ke selangkangan, menuntut masturbasi yang meledak-ledak di atas
ranjang. Tetapi tak bisa kulepaskan wajahnya, tubuhnya, dan setiap kali
bermasturbasi aku membayangkan bahwa tangannya yang menyentuh bibir bawahku,
menyentuh klitorisku, dan membuat aku orgasme.
Kebiasaan baru ini membuatku semakin berani berpakaian terbuka, walau tentu saja
baju paling seksi hanya kupakai kalau akau sedang berdua dengan Hansen. Dan
karena orang menganggapku cantik (kata mereka), aku mulai berteman dengan cewek
kampus yang sejenis dalam hal kecantikan dan ke-seksi-an. Tetapi mereka ini
bukan hanya seksi, melainkan nge-seks. Jago. Setiap kali kami kumpul bareng, ada
saja cerita tentang pengalaman dengan cowok.
Mula-mula aku heran, tetapi ternyata cewek tidak kalah seru untuk ngobrol
tentang ngeseks. Dalam kumpulan cewek, pengetahuan tentang ngeseks adalah
sesuatu yang dibanggakan. Aku jadi tahu tentang caranya blow job. Aku jadi tahu
tentang oral seks. Aku jadi tahu tentang bermacam-macam gaya, termasuk yang
bikin sakit pinggang karena terlalu banyak mengikuti gaya film bokep. Mereka
rupanya bodoh juga, tidak memikirkan bahwa film bokep itu memang gayanya diatur
sedemikian rupa, sehingga kamera bisa menyorot ke selangkangan yang sedang
diaduk-aduk penis. Tetapi gaya seperti itu adalah gaya yang bikin keseleo, dan
jelas tidak enak, dan jelas yang di film itu berpura-pura.
Dan aku tahu, dari pengalaman nyata teman-teman cewekku ini, bahwa gaya yang
normal dan bisa dinikmati hanya ada tiga: gaya misionaris yang konvensional,
gaya cewek di atas, dan gaya sodok dari belakang. Kadang ada yang mencoba
cowoknya duduk di kursi, lalu ceweknya menduduki penis. Ini juga enak, tetapi
biasanya yang cowok nggak terlalu suka karena duduk di kursi tidak memberi
banyak keleluasaan untuk bergerak.
Di antara cewek-cewek cantik itu, hanya Aku dan Lara yang masih perawan. Yang
lainnya sudah bolong semua, malah ada seorang yang sudah tidur dengan sedikitnya
lima cowok berbeda, sehingga bisa mengatakan apa bedanya rasa penis yang
panjang, yang diameternya besar, dan yang bentuknya melengkung, saat masuk ke
vaginanya. Ada juga yang hanya main dengan dua cowok, tetapi mainnya secara
simultan, alias orgy. Dan ia sudah juga mencoba anal seks, yang sakitnya nggak
ketulungan dan membuatnya nggak bisa jalan lurus selama seminggu.
Aku sih hanya menjadi pendengar saja, sambil mengumpulkan fantasi yang mendorong
berahiku lebih besar di kamar, saat aku bermasturbasi sambil membayangkan
Hansen. Keberanianku pun semakin menjadi-jadi, pernah sekali waktu aku sama
sekali nggak pakai CD, lantas ngobrol seperti biasa. Dan kali itu Hansen tidak
bisa ngomong dengan lancar, karena matanya melotot melihat kemaluanku apa
adanya. Tapi kami masih menahan diri, Hansen dan aku tahu bahwa kami tidak akan
berhubungan seks sekarang. Setidaknya bukan kemarin, atau hari ini, entah hari
esok.
Hubungan macam ini membuat kami saling menghormati. Hansen menghormati
privasiku, dan aku menghormati calon suamiku. Aku tidak pernah membantahnya, dan
aku juga menjaga untuk tidak menjadi cewek matre yang menguras kantong cowok.
Hansen suka membelikanku barang-barang, tetapi aku hanya menginginkan yang
benar-benar perlu, yang akan kupakai. Dan Hansen sangat senang, karena semua
pemberiannya tidak pernah sia-sia.
Kami berdua sibuk studi, sampai akhirnya Hansen selesai membuat skripsi. Oh,
tentu banyak kejadian dan kenikmatan kami berdua…tapi kukira tidak perlu ditulis
di sini. Ada banyak hal yang tidak bisa dituang dengan kata-kata, tatkala
titik-titik kenikmatan seorang perempuan disentuh dengan lembut oleh perilaku
seorang laki-laki sejati. Ada yang mengatakan bahwa titik itu adalah g-spot,
suatu tempat di dalam vagina. Tetapi aku sendiri beranggapan, hal itu salah.
Titik g-spot seorang perempuan ada di hatinya, dan tidak bisa disentuh oleh
penis atau oleh tangan, melainkan oleh jiwa yang jantan, yang gentleman, yang
bisa menahan diri. Setiap kali aku terangsang oleh gayanya, tutur katanya,
cara-caranya. Dari tatapan matanya, dari tarikan senyumannya, dari kelembutan
usapannya, Hansen menyentuh g-spotku, dan aku terbang ke langit, melayang tinggi
di angkasa. Semua itu dilakukannya, dengan keadaan kami hanya duduk berhadapan,
dan masih berpakaian lengkap!
Aku menyimpan g-spot dalam vaginaku untuk saat yang benar-benar istimewa. Aku
berharap kelak Hansen akan menyentuhnya juga, sebagaimana ia telah menyentuh
hatiku. Aku pikir, itu adalah saat yang luar biasa, yang justru menjadi hebat
dan istimewa karena dikhususkan, disimpan. Kalau engkau menghargai sesuatu dan
menilainya tinggi, engkau akan mendapatkan yang terbaik. Dan bilamana saat itu
tiba, aku benar-benar tidak akan masturbasi lagi. Aku akan mendapatkan pria-ku,
milik-ku sendiri.
Pernahkah kalian pacaran seperti yang aku alami?

1 comment:

Unknown said...

Dafatar nama alat bantu wanita khusus untuk melampiaskan hasrat seksual.
1 Sex toys dildo penis getar goyang.
2 Dildo pretylove.
3 Penis silikon getar.
4 Penis pump
5 penis telor.
Koleki mainan sex lain nya klik DISINI.